Pekanbaru (Independensi.com) –Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 26 Tahun 2023 merupakan terobosan baru yang dilakukan pemerintah dalam memanfaatkan hasil sedimentasi di laut.
Kita harus ingat, bahwa di Indonesia masih banyak kegiatan reklamasi, dengan adanya regulasi ini, material yang dibutuhkan menjadi jelas sumbernya.
Hal itu dikatakan Ing Iskandarsyah kepada Independensi.com usai acara Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Kementerian Kelautan dan Perikanan Dirjen Pengelolaan Ruang Laut, Kamis (8/6/2023) di Hotel Premier – Batam.
Iskandarsyah yang diundang atas nama Anggota Asosiasi Pasir Laut di Provinsi Kepulauan Riau berharap, agar masyarakat melihat terbitnya PP 26 tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi di laut itu secara menyeluruh, sehingga tidak memicu terjadinya benturan.
Karena di dalamnya telah mencakup aspek perlindungan ekosistem, sekaligus mempertimbangkan manfaat ekonomi dari hasil sedimentasi yang ada.
Di Kepri sendiri masih banyak proyek reklamasi dan butuh materialnya.
Sejak terbitnya PP 26 Tahun 2023 yang di tanda tangani Presiden Joko Widodo tertanggal 15 Mei 2023, banyak oknum-oknum tertentu yang berusaha membentur-benturkan dengan menciptakan berbagai opini di tengah masyarakat.
Ada yang menyatakan akibat pengerukan pasir laut, ada pulau kecil di Karimun sampai tenggelam.
“Itu hanya berita bohong yang tidak dapat di pertanggung jawabkan.” tegasnya.
“Saya lahir dan besar di Karimun, belum pernah mengetahui ada pulau tenggelam akibat pengerukan pasir laut. Sama halnya dengan penjelasan Edi Anwar pengurus Nelayan Terpadu Kabupaten Karimun (NTKK), mereka juga menyatakan belum pernah tahu adanya pulau tenggelam.
Itu hanya isapan jempol yang sengaja di gembor-gemborkan oknum – oknum tertentu demi kepentingan pribadi,” kata Iskandarsyah – pengamat maritime jebolan Hage School Rotterdam – Belanda ini.
Sementara Prof Dr Ishak Iskandar M.Sc – akademisi dari Universitas Sriwijaya – Palembang mengatakan, pentingnya kajian matang dalam pemanfaatan hasil sedimentasi laut, untuk menjamin bahwa pemanfaatan sedimentasi itu tidak membawa dampak negative terhadap lingkungan, seperti terjadinya abrasi.
Selain kajian yang dilakukan pemerintah, para pelaku usaha yang mengajukan ijin-pun harus memiliki kajian.
Dengan adanya kajian tersebut sekaligus akan menjawab kekhawatiran public mengenai potensi kerusakan ekosistim dari aktifitas pemanfatan hasil sedimentasi laut itu.
Kami menyarankan kata Prof Ishak Iskandar, sebelum aktifitas pemanfaatan sedimentasi laut ini, agar lebih dulu dilakukan kajian.
Menyangkut bidang oseanografi santa memungkinkan dilakukan permodelan pada saat kondisi sekarang seperti apa. Jika dimanfaatkan sedimentasi, apakah kondisi hidro – oseanografi nya berubah atau tidak.
Sehingga pada saat pelaku usaha menyampaikan proposal pemanfaatan , dia harus membuat permodelan dulu, ujar Prof Ishak.
Pada kesempatan tersebut, asisten khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Media dan Komunikasi Publik, Doni Ismanto mengatakan, pihaknya sangat terbuka terhadap masukan dari semua lapisan mengenai PP 26 tahun 2023.
“Semuanya boleh bersuara menyatakan pendapat tentang isu yang sedang hangat sekarang ini, tapi kita harapkan tidak dilandasi pikiran yang negative. Karena pemerintah membuat kebijakan ini dengan niat baik, menjaga laut tetap sehat, ujarnya. (Maurit Simanungkalit)