Oleh: Dr. Maruly H. Utama *
JAKARTA (Independensi.com) – Seratus tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1917, Semaoen ketua Perserikatan Buruh Kereta Api atau VSTP – Vereniging van Spoor en Tramwegpersoneel, organ pergerakan yang aktif melawan Pemerintah Kolonial Belanda menjadi Ketua Syarekat Islam – SI Semarang.
SI yang awal mulanya bernama SDI – Syarekat Dagang Islam yang diinisiasi oleh Haji Samanhudi pada tahun 1905 adalah perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang menentang kebijakan Belanda karena memberikan privelege kepada pedagang asing untuk menguasai ekonomi rakyat. SI kemudian berkembang pesat dan memiliki anak cabang yang tersebar diberbagai penjuru Jawa. Salah satunya berada di kota Semarang.
Dalam buku Dibawah Lentera Merah yang ditulis Soe Hok Gie, Semaoen membuat arah organisasi yang awalnya gerakan kaum menengah berubah menjadi pergerakan bagi buruh dan rakyat kebanyakan. Perubahan ini menjadi penting karena dari Semarang lahirnya gerakan progresif revolusioner yang pertama di Indonesia.
Saat memimpin SI Semarang, Semaoen bersama Darsono dan Mas Marco Kartodikromo melancarkan aksi-aksi radikal seperti pemogokan.
Pergerakan Semaoen melalui SI Semarang dinilai bertolak belakang dengan CSI – Central Syarekat Islam atau SI ditingkat pusat. CSI menganggap aksi yang dilakukan Semaoen telah melenceng karena terlalu kekiri-kirian. Akibatnya, SI secara resmi memecat Semaoen. Konflik inilah yang menjadi awal mula perpecahan SI yang menjadi SI merah dan SI putih.
Dibawah kepemimpinan Semaoen, Darsono dan Mas Marco, SI merah bergerak lebih maju. Pada tahun 1924 SI merah bermetamorfosis menjadi Syarekat Rakyat lalu berubah menjadi PKI dengan Semaoen sebagai ketua umum pertamanya sementara Darsono sebagai wakil ketua.
Spirit Semaoen dkk tidak pernah padam, saat Regim militeristik Orde Baru berkuasa, SMID – Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi dan PPBI – Pusat Perjuangan Buruh Indonesia melakukan aksi massa untuk memperingati May Day pada tanggal 1 Mei 1995. Ini adalah aksi May Day pertama sepanjang sejarah Orde Baru di kota Semarang. Aparat hukum menghadang dan membubarkan aksi massa dengan berbagai bentuk kekerasan. Menabrak massa dengan motor, menghajar massa dengan tongkat, menginjak-injak kepala peserta aksi, menangkap dan menyeret massa untuk dibawa ke kantor polisi guna di interogasi. Sumber: Petrus H. Hariyanto, yang pada peristiwa ini menjabat sebagai Sekjend SMID.
Generasi Semaoen dan generasi Petrus dipisahkan oleh berbagai peristiwa sejarah gerakan. Revolusi Agustus 1945, Gestok 1965, Gerakan Mahasiswa 1974, dan Gerakan Mahasiswa 1978 adalah rangkaian sejarah pergerakan yang mereka berdua tidak mengalaminya. Petrus mengenal Semaoen dari buku dan terbitan yang pada masa Orde Baru menjadi material terlarang.
Membacanya secara sembunyi-sembunyi lalu mendiskusikannya melalui perdebatan untuk mengetahui cara berpikir Semaoen. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika apa yang dilakukan Petrus mirip dengan yang dilakukan Semaoen. Jika Semaoen mendorong gerakan keagamaan menjadi gerakan politik dengan mempersatukan kelas pedagang dengan buruh kereta api maka Petrus mendorong gerakan sektoral menjadi gerakan kerakyatan dengan mempersatukan mahasiswa dan buruh manufaktur. Yang perlu digaris bawahi, mereka berdua memulainya dari Semarang.
Prabu Bersatu sebagai jalan keluar kebuntuan politik
Spirit Semaoen, semangat Petrus ditangkap oleh Budiman untuk memecah kebuntuan politik menjelang Pilpres 2024 melalui jalan Persatuan Nasional. Setelah hari kemerdekaan, tepatnya tanggal 18 Agustus 2023, dimulai dari Semarang Prabowo Budiman Bersatu akan dideklarasikan. Prabu Bersatu akan keliling kota mengemban tugas sejarah Persatuan Nasional. Sebagaimana tugas sejarah yang dilakukan oleh SI dan SMID pada masanya.
Koalisi antar Parpol seperti koalisi dengan hantu, baku gertak dan saling menakut-nakuti. Koalisi menjadi ringkih dan mudah goyah ketika menentukan Cawapres. Pada titik ini Budiman hadir untuk memasok kesadaran pentingnya Persatuan Nasional. Karena hanya dengan Persatuan Nasional kebuntuan politik akan menemukan jalan keluarnya.
Memang ada yang apatis, menolak bahkan menentang konsep Persatuan Nasional mengingat Prabowo dianggap orang yang paling bertanggung jawab dalam kasus penghilangan paksa tahun 98. Tapi jangan lupa, perjalanan kita sebagai bangsa pernah mengalami konflik saat peristiwa PRRI/Permesta, DI/TII, NII, GAM dan itu semua bisa diselesaikan dengan berbagai metode resolusi konflik.
Saat usia kita 20 an tahun, kita pernah bersama dalam satu barisan. Setelahnya menempuh jalan masing-masing. Kerap kita berpapasan, tidak jarang bersimpangan. Sesekali melambaikan tangan dari jauh meski dalam jarak dekat sekalipun kita tidak pernah cipika cipiki.
Hubungan perkawanan kita bukan dibangun dari media sosial, klub malam atau karena kita sama-sama penggemar keindahan.
Hubungan kita yang terbangun dari medan juang yang sama. Karenanya kawan tetaplah kawan. Saling menjaga, saling menguatkan dan saling membesarkan adalah prinsip dalam merawat perkawanan.
Kita adalah orang-orang yang pernah kalah dan gagal menuntaskan revolusi demokratik. Tapi kita sama-sama tidak mau menyerah pada keadaan. Setidaknya demi generasi setelah kita. Jika tidak sepakat dengan Persatuan Nasional jangan menyerang.
Budiman ikhlas dipukuli bahkan sampai tersungkur, bangkit, tersungkur lalu bangkit lagi. Budiman hanya tidak rela jika setiap pukulan yang mendarat ditubuhnya dimanfaatkan kelompok lain untuk mendapat keuntungan secara ekonomi dan politik.
Seperti kata almarhum kawan Jati, salah seorang korban penculikan Tim Mawar, “yang diculik itu kita, yang menderita itu kita, kenapa orang lain yang mendapatkan keuntungan dari berdagang isu penculikan”.
Saat tulisan ini muncul, Jati baru pergi dini hari kemarin, Alfateha untuknya.
Budiman harus dijaga, sebagaimana aku menjaga spekulasi liar tentang Semarang pasca deklarasi Prabu Bersatu.
Pilihan Semarang sebagai kota pertama untuk deklarasi Persatuan Nasional karena spirit Semaoen dan semangat Petrus. Bukan karena Jawa Tengah memiliki UMP terendah, bukan karena Jawa Tengah menjadi Provinsi termiskin dan bukan juga karena batalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U20.
*Penulis Dr. Maruly H. Utama, Dewan Penasehat RJBBP – Relawan Jokowi Bergerak Bersama Prabowo. Presidium Nasional Paspampres – Partisan Pengaman Prabowo Presiden