JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Agung sudah lama melimpahkan berkas perkara lima dari enam tersangka kasus impor garam industri tahun 2016-2022 ke Pengadilan Tipikor Jakarta. Ke limanya pun kini sedang dalam tahap diadili dengan status sebagai terdakwa.
Sedangkan untuk satu tersangka lainnya yaitu Muhammad Khayam eks Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) pada Kementerian Perindustrian sempat tidak jelas kabar beritanya.
Namun akhirnya terungkap setelah Direktur Penuntutan pada JAM Pidsus Hendro Dewanto mengakui belum diadilinya MK bukan karena pihaknya belum melimpahkan berkas perkaranya ke pengadilan.
“Tapi (perkara MK) masih dalam proses penyidikan,” tutur Hendro kepada Independensi.com dan Jakartanews.id sesaat sebelum meninggalkan Gedung Bundar pada JAM Pidsus, Jakarta Jumat (11/08/2023) sore.
Oleh karena itu dia menyebutkan kalau pihaknya hingga kini belum pernah menerima penyerahan berkas perkara tersangka MK dari tim jaksa penyidik dari Direktorat Penyidikan pada JAM Pidsus.
“Karena itu belum di P21 dan belum ada tahap dua (penyerahan tersangka dan barang-bukti). Karena berkas perkara MK memang belum kita terima,” ujarnya.
Adapun lima terdakwa kasus impor garam industri yang sudah diadili antara lain terdakwa Fredy Juwono eks Direktur Industti Kimia Hulu Kemenperin dan terdakwa Yosi Afrianto eks Kasubdit Industri Kimia Hulu Kemenperin.
Kemudian terdakwa Frederik Tony Tanduk selaku Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI), terdakwa Sanny Tan selaku Bendahara AIPGI dan terdakwa Yoni selaku Direktur Utama PT Sumatraco Langgeng Makmur.
Namun dalam kasus impor garam yang terjadi pada priode 2016-2022, tidak ada satupun Menteri Perindustrian di priode tersebut diperiksa. Meskipun Direktur Penyidikan Kuntadi pernah menyatakan pihaknya masih akan mempertimbangkan untuk memeriksa Menteri Perindustrian.
“Kita akan melihat dahulu urgensinya. Karena untuk apa (Menteri Perindustrian) diperiksa kalau tidak ada urgensinya,” kata Kuntadi didampingi Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung pada Rabu (02/11/2022).
Sementara mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti justru yang sempat diperiksa pada Jumat (07/10/2022). Susi pun seusai diperiksa menginginkan agar pihak-pihak yang telah merugikan para petani garam dengan memanfaatkan tata niaga atau regulasi impor garam harus mendapatkan hukuman yang setimpal.
“Karena jika harga garam petani jatuh akibat impor garam berlebihan, jelas sangat merugikan dan kasihan dengan petani,” ujarnya. Padahal, kata dia, pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 telah memberikan perlindungan kepada para petani garam dalam melakukan kegiatan usahanya agar menjadi sejahtera.
Adapun Susi dalam keterangan lainnya yang disampaikan melalui Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana dalam rilisnya sempat membongkar ulah Kemenperin yang menetapkan kuota impor garam industri dua kali lipat dari rekomendasi Kementeriannya.
Menurut Susi bahwa saat menjabat Menteri telah mengeluarkan kuota impor garam sebesar 1,8 juta ton. “Salah satu pertimbangan saksi dalam pemberian dan pembatasan impor berdasarkan kajian teknis KKP adalah menjaga kecukupan garam industri dan menjaga nilai jual garam lokal,” kata Ketut.
Namun rekomendasi tersebut tidak diindahkan Kemenperin yang justru menetapkan kuota impor garam industri sebesar 3,7 juta ton. “Ini berdampak terjadi kelebihan supply dan masuknya garam impor ke pasar garam konsumsi yang menyebabkan nilai jual harga garam lokal mengalami penurunan atau anjlok,” tutur Ketut mengutip keterangan Susi.
Dikatakannya juga dalam menentukan kuota impor yang berlebihan dan tanpa memperhatikan kebutuhan riil garam industri nasional diduga adanya unsur kesengajaan dilakukan oknum untuk mendapatkan keuntungan pribadi.(muj)