Berkas Lengkap, M Khayam Segera Diadili dalam Kasus Importasi Garam

Loading

JAKARTA (Independensi.com)  – Setelah sempat berlarut-larut berkas tersangka M Khayam terkait kasus dugaan korupsi importasi garam industri tahun 2016-2022 akhirnya dinyatakan lengkap (P21) oleh tim jaksa penuntut umum (JPU).

Mantan Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) di Kementerian Perindustrian itu pun segera diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta menyusul lima tersangka lainnya setelah tim jaksa penyidik menyerahkan tersangka MK dan barang-buktinya atau tahap dua kepada Tim JPU pada Jumat (13/10/2023).

Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Kuntadi mengatakan penyerahan tahap dua tersebut untuk menindaklanjuti sikap dari Tim JPU yang menyatakan berkas perkara tersangka MK sudah P21.

Namun dia mengakui penanganan kasus MK agak sedikit lambat karena memang ada kekurangan dalam berkas tersangka yang harus dilengkapi pihaknya pada tahap penyidikan. 

“Tapi minggu kemarin (setelah dilengkapi) berkas perkara tersangka MK sudah dinyatakan P21 sehingga dilanjutkan tahap dua hari ini,” tutur Kuntadi kepada wartawan di Gedung Bundar pada JAM Pidsus, Jakarta, Jumat (13/10/2023) malam.

Namun dia enggan membeberkan kekurangan yang harus dilengkapi pihaknya sehingga penanganan kasus MK agak lambat. “Itu rahasia JPU dengan jaksa penyidik,” ucapnya seraya menyebutkan setelah tahap dua, tersangka MK kemudian kembali ditahan.

 

Bea Masuk Nol Persen

 

Adapun dalam kasus yang menjerat M Khayam dan lima tersangka lainnya diduga pihak importir telah memanfaatkan bea masuk nol persen guna mengeruk keuntungan dalam impor garam yang terjadi di era Menteri Perindustrian dijabat Airlangga Hartarto dan Agus Gumiwang Kartasasmita.

“Untuk diketahui importasi garam untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan industri tidak dikenakan bea masuk. Sedangkan yang dikenakan bea masuk hanya impor garam konsumsi,” ungkap Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana.

Ketut menyebutkan kasusnya berawal ketika Kemenperin memberikan rekomendasi kepada perusahan swasta atau pihak importir untuk mengimpor garam industri berdasarkan surat pengajuan dari Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) dan laporan verifikasi lembaga terkait.

“Setelah sebelumnya Kementerian Perindustrian menghitung kebutuhan garam sebagai bahan baku dan bahan penolong bagi sektor industri,” katanya seraya menuturkan dari hasil penyidikan diketahui pihak importir PT SLM telah mengajukan rencana kebutuhan garam industri setiap tahun dari tahun 2018 hingga tahun 2022.

Antara lain pengajuan tahun 2018 untuk tahun 2019 sebanyak 237,325 ton, pengajuan tahun 2019 untuk tahun 2020 sebanyak 231,745 ton, pengajuan tahun 2020 untuk tahun 2021 sebanyak 120,979 ton dan pengajuan tahun 2021 untuk tahun 2022 sebanyak 116,906 ton.

Selanjutnya, kata dia, dari hasil verifikasi Sucofindo terhadap rencana kebutuhan PT SLM di upload ke dalam Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) untuk dilakukan evaluasi oleh Ditjen IKFT sesuai Pasal 20 Ayat (2) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 34 Tahun 2018.

Namun, ungkap Ketut, tersangka MK tidak melaksanakan tugas dan fungsinya untuk melakukan evaluasi terhadap hasil verifikasi. “PT SLM juga menyuap tersangka melalui AIPGI untuk menyetujui rencana kebutuhan dan rekomendasi impor garam PT SLM,” ujarnya.

Selain itu, tutur dia, PT SLM tidak sepenuhnya mendistribusikan garam impor sesuai rencana kebutuhan awal dan justru menjualnya sebagai garam konsumsi dan juga mengalihkan kepada industri yang seharusnya menggunakan garam lokal.

Akibatnya, kata Ketut, banyak garam lokal tidak terserap dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp7,6 miliar lebih serta kerugian perekonomian negara atau kerugian rumah tangga petani garam sebesar Rp89,63 miliar yang merupakan bagian dari total hilangnya laba petani garam nasional sebesar Rp5,31 triliun.

Dia menuturkan kerugian negara tersebut sesuai Laporan Analisis Perekonomian Negara yang dilakukan para ahli. Antara lain Rimawan Pradiptyo, Muhammad Ryan Sanjaya (Dep. Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada), Latif Sahubawa (Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada), dan Tri Raharjo (Badan Pusat Statistik) pada tanggal 23 Februari 2023.

Dalam kasus importasi garam ini M Khayam disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu dari lima tersangka lain yang telah lebih dahulu diadili, dua diantaranya mantan anak buah M Khayam yaitu FJ selaku Direktur Industri Kimia Hulu dan YA selaku Kasubdit Industri Kimia Hulu.

Sedangkan tiga tersangka lainnya yaitu FTT selaku Ketua AIPGI, SW alis ST selaku Manager Pemasaran PT Sumatraco Langgeng Makmur dan sekaligus Direktur PT Sumatraco Langgeng Abadi serta YN selaku Direktur Utama PT Sumatraco Langgeng Makmur (SLM).(muj)