JAKARTA (Independensi.com) –
Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia (DPP PSI) menghargai sikap kritis dibarengi kejujuran yang ditunjukan oleh ekonom senior INDEF (Institute for Development of Economics and Finance), Dr. Faisal Basri.
Faisal Ilmau mengakui secara satria kekhilafannya saat mengritisi program hilirisasi nikel. yang dilakukan pemerintah.
“Begitulah seharusnya sikap seorang ilmuwan tulen dalam menyampaikan pandangan-pandangannya, senantiasa dilandasi fakta dan data, serta dibarengi sikap jujur dan rendah hati. Tidak menang-menangan, tapi mau mengakui kekhilafannya tatkala ada penjelasan yang de-facto membantah argumennya. Itu dialektika dalam ilmu, biasa itu, tak perlu dipolitisir,” ujar Andre Vincent Wenas, Ketua DPP PSI.
Andre yang juga juru bicara bidang ekonomi dalam keterangannya, Senin (28/8) melanjutkan, Faisal Basri kita kenal sebagai ekonom senior yang pandangannya sering dijadikan referensi oleh akademisi lainnya maupun oleh pemerintah.
Ekonom ini dikenal cerdas dan kritis sekali. Kita yakin tidak ada pretensi untuk mendiskreditkan seseorang, apalagi menjelekkan pemerintahan Jokowi.
“Argumennya sebatas diskursus ilmiah, jadi semestinya juga dijawab dengan argumentasi tandingan yang berdasarkan data dan fakta. Jadi dialektikanya progresif, no problem, no hard feeling. Jangan baperanlah,” kata Andre lebih lanjut.
Sebelumnya Faisal Basri dianggap bersikap keras terhadap program hilirisasi nikel pemerintahan Jokowi. Ia bilang bahwa data yang disampaikan oleh Presiden RI Joko Widodo soal nilai ekspor nikel dari proses hilirisasi senilai Rp 510 triliun itu tidak akurat dan malah menyesatkan.
Faisal Basri bahkan mengatakan proses hilirisasi nikel ternyata lebih menguntungkan bagi industri China. Lantaran smelter yang dibangun di Indonesia mayoritas punya perusahaan- perusahaan China dan hasil produksinya diekspor balik ke China.
Pernyataannya ini menghebohkan, tapi mendapatkan tanggapan argumentatif dari Septian Hario Seto, Deputi Investasi dan Pertambangan Kemenko Kemaritiman dan Investasi. Lalu melalui podcastnya bersama Prof. Rhenald Kasali ia pun menyampaikan permohonan maafnya kepada publik.
Faisal Basri mengatakan, “Saya punya niat baik. Saya mengakui secara publik bahwa saya mau mengakui memang ada beberapa data yang tidak saya masukkan karena saya khilaf.” kata Faisal
melalui kanal Youtube Prof. Rhenald Kasali pada Selasa, (22/8)
Mengenai kritiknya yang mengatakan bahwa hilirisasi nikel ini hanya menguntungkan China, ia membantah adanya unsur rasisme dalam pandangannya tersebut.
Menurutnya, yang dimaksudkannya adalah China sebagai entitas negara. Jadi, tidak ada terkandung sentimen ras sama sekali.
“Jadi isu yang sempat bikin heboh ini sebetulnya berada dalam lingkup diskursus keilmuan, khususnya di bidang ekonomi dan kebijakan publik. Begitu ada counter-argument yang jelas khan terjadi dialektika yang mencerdaskan. No hard feeling. Begitulah seharusnya,” pungkas Andre Vincent Wenas menutup perbincangannya. (hpr)