Berdamai, Kasus Istri Siri Aniaya Istri Sah Tak Berlanjut ke PN

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Merasa kesal dan emosi membuat Novianti Binti Hasan Razali Nubis menganiaya korban Nur’aini Binti M Tohir. Namun kasus  tersebut akhirnya tidak dilanjutkan Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu (OKU) kepaea pengadilan.

Pasalnya kedua belah pihak selaku istri sah dan istri siri Herizal Zulkufli bin Zulkifli sepakat berdamai. Sehingga JPU melalui Kepala Kejaksaan Negeri OKU Choirun Parapat mengajukan permohonan penghentian penuntutan kepada JAM Pidum berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratife Justice (RJ)

“Permohonan tersebut akhirnya disetujui setelah kami melakukan pemaparan atau ekspose di Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan secara virtual kepada JAM Pidum pada Kamis (23/11/2023) lalu,” kata Choirun kepada Independensi.com, Senin (26/11/2023).

Dalam pemaparan atau ekspose dipimpin Kajati Sumatera Selatan Yulianto, Choirun didampingi Kasi Pidum Erik Eko Bagus Mudigdho dan dihadiri juga Aspidum Wahyudi serta para Koordinator Kejati Sumsel.

Choirun mengungkapkan adapun kasus penganiayaan yang terjadi pada 23 April 2023 sekitar pukul 13.00 WIB berawal ketika korban Nur’aini istri sah Herizal lewat dan mampir ke warung suaminya.

Namun saat melihat ada tersangka Novianti istri siri Herizal di dalam warung, keduanya kemudian cekcok mulut. Selanjutnya karena emosi setelah mendengar perkataan dari korban, tersangka melempar satu buah krat (tempat penyimpanan botol) botol minuman sehingga mengenai paha kiri korban.

“Selain itu tersangka mengambil ember kosong dan melemparkan ke korban sehingga korban terjatuh dan mengalami luka lecet pada bagian wajah,” ucapnya.

Akibat perbutannya itu tersangka Novianti dilaporkan oleh korban Nur’ani kepada pihak kepolisian dengan sangkaan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP.

Choirun mengatakan diajukannya kasus tersebut untuk dihentikan penuntutannya karena ke dua belah pihak sepakat berdamai. “Serta tersangka baru pertama kali dan adanya dukungan dari masyarakat melalui Lurah setempat.”

Dia menyebutkan melalui kebijakan RJ menjadi bukti negara hadir memberikan humanisme dalam penegakan hukum guna menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat.

“Tapi perlu juga untuk digarisbawahi RJ bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa,” kata mantan Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Jakarta Barat ini.(muj)