Bandar Udara di Bali Utara ; Hanya Mimpi atau Nyata?

Loading

Oleh : Dr Nyoman Sugawa Korry

Denpasar (Independensi.com) Wacana bandar udara di Bali Utara, sudah mencadi wacana yang luas dikalangan masyarakat, sejak kurang lebih 10 tahun yang lalu. Penulis tidak tertarik untuk ikut, beropini dalam rencana dibangunnya bandar udara di Bali Utara, karena opini yang dikembangkan selama itu, lebih banyak bernuansa subyektivitas. Disatu sisi ada yang mendesak, agar dibangun di Buleleng Timur, disisi lain ada juga yang mewacanakan agar di bangun di Buleleng Barat, yang ujung-ujungnya ada kepentingan subyektif di belakangnya. Apakah itu demi kepentingan investor, dan atau kepentingan investasi yang telah di tanam di masing2 daerah yang diusulkan. Selama itu, penulis tidak pernah ikut memberikan opini baik langsung, maupun melalui media masa.

Sampai akhirnya, pada tanggal 16 Januari 2023, dalam rangka memberikan pengarahan dalam pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus di sanur, salah satu pimpinan nasional/pimpinan partai menyatakan menolak wacana pembangunan bandar udara di Bali Utara atau di kabupaten Buleleng.

Menurut pandangan penulis, bahwa hal tersebut berdampak sangat serius, karena kalau rencana bandar udara di Bali Utara di batalkan, akan berdampak kepada hilangnya kesempatan upaya mempersempit kesenjangan berbagai bidang, antara Bali Utara dengan Bali Selatan.

Kesenjangan yang terjadi saat ini, diukur dari berbagai indikator seperti : Gini rasio, pendapatan perkapita, pendapatan asli daerah dan indeks pembangunan manusia, kesejangan yang terjadi sudah sangat lebar dan berlangsung sangat lama. Disebabkan oleh menumpuknya berbagai pusat kegiatan di Bali Selatan, seperti : pusat pemerintahan, pusat kegiatan ekonomi, pusat kegiatan pariwisata, pendidikan dan lain-lain. Disamping, kapasitas dan daya tampung bandar udara Ngurah Rai dalam jangka panjang, sudah tidak dimungkin lagi untuk diperluas, apalagi untuk menambah runway. Salah satu pilihannya adalah pembangunan bandar udara di Bali Utara.

Berdasarkan hal tersebut, akhirnya penulis ikut berpendapat dalam wacana bandar udara di Bali Utara, penulis menyatakan pandangan di berbagai media, menolak dan tidak sependapat dengan pandangan untuk menolak di bangunnya Bandar udara di Bali Utara.

Selaku ketua DPD Partai Golkar provinsi Bali, penulis mengintruksikan pimpinan Fraksi DPRD provinsi Bali dari Partai Golkar untuk menyampaikan dengan tegas dan jelas dukungan terhadap pembangunan bandar udara di Bali Utara, melalui Pandangan Umum Fraksi pada saat pembahasan revisi perda tentang RTRWP (Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi) Bali. Dengan catatan, ketentuan tentang lokasi didirikannya bandar udara, ditentukan sesuai ketentuan perundang undangan.

Dan selaku Pimpinan DPRD Bali, penulis selalu mengawal persidangan-persidangan pembahasan revisi RTRWP Bali, karena kalau dalam RTRWP sebagai salah satu aspek regulasi yang penting dan strategis, sampai bandar udara tidak diatur atau tidak masuk, maka kesempatan dibangunnya bandar udara akan hilang atau ditolak.

Pada saat akhirnya, revisi perda RTRWP Bali disahkan menjadi perda no:2/2023 tentang RTRWP Bali, dimana pada pasal 23 ayat 1 diatur bandar udara umum dan bandar udara khusus, kemudian pada pasal 23 ayat 1 diatur bandar udara terdiri dari : a. bandar udara pengumpul, dan b. bandar udara khusus, selanjutnya dalam ayat 2 disebutkan bahwa bandar udara pengumpul terdiri dari bandar udara Ngurah Rai dan bandar udara Bali Baru di kabupaten Buleleng. Untuk selanjutnya diatur dalam ayat 4, bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai bandar udara umum dan bandar udara khusud diatur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Bertitik tolak dari terakomodasinya ketentuan yang kemungkinan dibangunnya bandar udara di bali utara, tepatnya di kabupaten Buleleng sangat terbuka, dan akan terwujud apabila pemerintah menindak lanjuti dengan komitmen, dan diterapkannya, landasan ketentuan perundang undangan yang berlaku, bukan atas dasar kepentingan subyektif. Hal ini wajib melalui dikedepankannya penerapan aturan yang ketat terhadap penujukkan lokasi badar udara yang akan didirikan, berdasarkan atas ketentuan perundang undangan yang berlaku.