JAKARTA (Independensi.com) – Pihak yang berwenang diminta agar segera mensiita semua telur nyamuk yang mengandung Wolbachia untuk dimusnahkan agar masyarakat Bali dapat hidup dengan tenang, tentram dan damai. Hal ini disampaikan
Komjen Dharma Pongrekun dari Gerakan Sehat Untuk Rakyat (Gesuri) di Jakarta Rabu (6/12) menindaklanjuti penolakan masyarakat Bali terhadap penyebaran nyamuk Aedes Aegypti yang mengandung Wolbachia oleh Kementerian Kesehatan dan World Mosquito Program (WMP).
“Ya untuk apa lagi disimpan kalau sudah tahu dampaknya berbahaya bagi keselamatan masyarakat. Untuk itu kepolisian Daerah Bali perlu segera mensita semua telur nyamuk yang mengandung Wolbachia untuk dimusnahkan agar masyarakat Bali dapat hidup dengan tenang, tentram dan damai,” tegasnya.
Dharma Pongrekun mengingatkan apabila masih ada yang menyimpan telur-telur nyamuk mengandung Walbachia, suatu saat akan mengancam kesehatan dan keselamatan masyarakat.
“Bisa saja diserbarkan diam-diam tanpa diketahui masyarakat,” ujarnya.
Menurut mantan Wakil Kepala BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) ini, pihak Kepolisian Daerah Bali tidak boleh mendiam kasus ini karena hal tersebut diduga melanggar UU Kesehatan Omnibus Law No. 17 Tahun 2023 Pasal 397, 399, 445.
Pasal 397 (1) Setiap Orang yang mengelola bahan yang mengandung penyebab dan/atau agen biologi penyebab penyakit dan masalah Kesehatan yang berpotensi menimbulkan KLB dan Wabah wajib memenuhi standar pengelolaan.
Pasal 399 Setiap Orang dilarang (a) Melakukan kegiatan penyebarluasan bahan yang mengandung penyebab penyakit dan masalah Kesehatan yang berpotensi menimbulkan KLB, dan/atau (b) Melakukan kegiatan menyebarluaskan agen biologi penyebab penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB dan Wabah.
Pasal 455 Setiap Orang yang melakukan kegiatan menyebarluaskan bahan yang mengandung penyebab penyakit dan/atau agen biologi penyebab penyakit dan masalah kesehatan yang berpotensi menimbulkan KLB dan Wabah sebagaimana dimaksud dalam pasal 399 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Yang dimaksud dengan kegiatan menyebarluaskan adalah kegiatan yang ditujukan untuk menimbulkan KLB dan Wabah serta tidak termasuk kegiatan penyebarluasan dalam rangka penegakan diagnosis atau konfirmasi laboratorium.
Yang dimaksud dengan “agen biologi” penyebab penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB dan Wabah adalah virus, bakteri, jamur, dan parasit, baik hidup maupun mati, yang dapat menyebabkan/menularkan penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB dan Wabah, misalnya, sampel dan atau spesimen yang dikelola oleh Rumah Sakit, laboratorium, dan lembaga penelitian, dan hewan atau daging yang mengandung agen biologi penyebab penyakit.
Terhadap kota-kota lain yang juga menjadi sasaran penyebaran nyamuk mengandung Wolbachia, Dharma Pongrekun menghimbau untuk mengikuti langkah yang diperjuang masyarakat Bali dan DPRD sebagai wakil rakyat Bali.
“Ini demi menyelamatkan jiwa-jiwa keluarga kita semua,” tegasnya.
Pemerintah pusat khususnya Kementerian Kesehatan menurutnya diminta agar selalu melibatkan partisipasi masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam setiap kegiatan apapun yang menyangkut keselamatan jiwa masyarakat.
“Karena perintah dari Pembukaan UUD 45 alenia 4 adalah membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,” tegasnya.
Rakyat Bali Berhasil Menolak
Sebelumnya diberitakan rekomendasi Komisi IX DPR bersama Menteri Kesehatan dan Scott O’Neill, CEO World Mosquito Program (WMP), dihadapkan pada penolakan dari DPRD dan masyarakat Bali terkait rencana kontroversial penyebaran 200 juta nyamuk.
Pertemuan hari ini Selasa (5/12) di Bali yang dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari masyarakat lokal hingga tokoh spiritual, menjadi sorotan sebagai bentuk reaksi dari ketidak nyamanan warga masyarakat terhadap program tersebut.
Meskipun Menkes berusaha meyakinkan bahwa langkah ini bertujuan melindungi kesehatan masyarakat, namun DPRD dengan tegas menyuarakan bahwa program ini tidak mengindahkan nilai-nilai lokal dan kemanusiaan.
Dewa Putu Sudarsana, juru bicara komunitas Bali, menyampaikan, “Keberlanjutan kesehatan masyarakat harus dijaga dengan menghormati nilai-nilai lokal. Program ini, dengan segala ketidakpastiannya, tidak mencerminkan semangat kolaboratif dalam menghadapi tantangan kesehatan bersama.”
Keberanian dan kesatuan hati yang ditunjukkan oleh DPRD dan masyarakat Bali dalam menolak program yang dianggap tidak berperikemanusiaan ini, menjadi inspirasi bagi provinsi-provinsi lain di Indonesia. Pergeseran sikap ini memberikan sinyal kuat bahwa masyarakat dan pemimpin lokal dapat bersama-sama menentang kebijakan yang tidak mempertimbangkan dampak kemanusiaan dan nilai-nilai setempat.
Menurut Komjen Dharma Pongrekun mewakili GESURI (Gerakan Sehat Untuk Rakyat Indonesia) mengatakan keputusan ini menciptakan momentum luar biasa.
“Provinsi-provinsi lainnya dapat belajar dari contoh nyata persatuan bersama antara masyarakat Bali dan DPRD sebagai wakil rakyat adalah kunci utama untuk penyelamatan jiwa-jiwa keluarga kita dalam menghadapi ketidaksetujuan yang mengakar pada kebijakan yang tidak mempertimbangkan sisi keselamatan manusia,” ujarnya.
Selanjutnya Komjen Dharma Pongrekun menyampaikan bahwa peristiwa ini sebagai titik balik penting dalam sejarah partisipasi aktif masyarakat dalam pembentukan kebijakan kesehatan.
“Keberanian masyarakat Bali untuk mengekspresikan aspirasi lokal dan menolak program yang dianggap tidak berperikemanusiaan diharapkan dapat menjadi dorongan positif untuk perubahan kebijakan di tingkat nasional,” tegasnya. (*)