WACANA sistem Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Kabupaten, Kotamadya dan Provinsi) secara tak langsung atau melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) belakangan ini tengah heboh usai Presiden Prabowo Subianto melontarkan Pilkada langsung dikembalikan saja ke sistem Pilkada melalui DPRD.
Kepala Negara yang juga Ketua Umum Partai Gerindra itu mengusulkan wacana tersebut dalam pidatonya saat berpidato di acara puncak Perayaan HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, pada Kamis, 12 Desember 2024.
Prabowo menyarankan agar tugas memilih gubernur hingga bupati dan walikota diserahkan kepada DPRD saja mengingat sistem tersebut lebih efisien dan dapat mengurangi biaya.
Masalah Pilkada dengan sistem langsung sebenarnya telah dikritisi Prabowo dalam bukunya “Paradoks Indonesia dan Solusinya” Cetakan 3 Mei 2022, halaman 92 dengan “judul “ Kadang Pemimpin Bisa Dibeli Karena Uang Berkuasa di Pemilihan”.
Dengan tegas ia menuliskan “Sesungguhnya taruhan kita sangat besar. Sekarang kita merasakan bahwa masyarakat kita, bangsa kita sedang mengalami suatu penyakit yang mendalam. Setiap unsur masyarakat kita sudah rusak. Rusak moral, rusak mental.”
“Ya setiap unsur di masyarakat kita, setiap tingkatan kepemimpin sudah sarat dengan sogok menyogok.
Orang yang punya banyak uang atau dimodali banyak uang bisa membeli suara, membeli loyalitas, membeli ketaatan”.
Di bagian lain ia menyebutkan “Demokrasi sekarang adalah demokrasi yang punya uang. Ini membahayakan demokrasi Indonesia. Ini berarti yang punya atau kuasai uang, mereka yang menguasai kedaulatan politik Indonesia.
Sekarang ini setiap menjelang Pilkada saat pemimpin partai-partai di Indonesia menjaring calon pemimpin, inilah yang ditanyakan kepada para calon yang mendaftar di partai-partai. Termasuk partai saya, Partai GERINDRA. Yang ditanya bukan “kamu sekolahnya di mana”, bukan “ijazahmu apa”, bukan “pengabdianmu kepada negara bagaimana?. Tetapi yang ditanyakan adalah “kamu punya uang tidak?”
“Akhirnya, bahayanya bagi bangsa Indonesia adalah nantinya semua akan ditentukan oleh mereka yang punya uang”, tambahnya tegas.
Jadi sebagai Ketua Umum Prabowo sendiri mengkritik partainya, yang jelas-jelas disadarinya bahaya yang mengancam kalau sistem sekarang dipertahankan.
Dengan pidato di HUT Partai Golkar tersebut, muncul pro-kontra terkait wacana Pilkada melalui DPRD terus dan terus bergelombang pasca dilontarkan wacana tersebut oleh Presiden Prabowo.
Namun hal penting yang harus selalu di ingat adalah bahwa mengembalikan Pilkada tak langsung atau dengan sistem perwakilan melalui DPRD dengan Pilkada langsung pro-kontra itu sudah berlangsung sejak pembentukan Undang-undang Pilkada.
Menurut Benny K Harman dalam satu pembicaraan di Jakarta, saat pembahasannya di Parlemen sejak awal terbelah di satu pihak PDI-P, Partai Demokrat, Partai Hanura dan PKB mendukung Pilkada langsung oleh pemilih.
Sementara di pihak lain Partai Golkar, PPP, PAN dan belakangan Gerindra menolak pemilihan langsung atau mendukung Pilkada Tidak Langsung.
Dengan proses yang panjang dan pembahasan mendalam, sebenarnya ada peluang di akhir masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono untuk kembali kepada Pilkada Tidak Langsung, namun Pemerintah tidak berani. Walaupun akhirnya waktu itu Fraksi Partai Demokrat sudah sampai Walk Out dalam sidang pembahasan.
Sekarang dengan wacana setelah dilontarkan Presiden, problem dan tantangannya semua keputusan harus melalui peraturan perundang-undangan agar tidak menjadi masalah ke depan.
Sebab tantangan dari akademisi dan aktivis pasti keras dan mengatakan, pilkada tak langsung sebagai jalan mundur atau bahkan menuduh mengkhianati cita-cita reformasi.
Penolakan Pilkada tidak langsung diperkirakan datang dari assosiasi kepala desa, assosiasi bupati dan gubernur, termasuk dari Lembaga survei dan kalangan pengamat politik.
Namun dengan melihat kondisi real di masyarakat, gagasan dan keinginan yang datang dari Presiden Prabowo itu perlu dipertimbangkan.
Sebagaimana hasil Taujihat Musyawarah Kerja Nasional IV Majelis Ulama Indonesia tahun 2024. dalam pesannya kepada para pemimpin Nasional dan Kepala Daerah, yang dikeluarkan tanggal 17 Desember 2024 yang ditandatangani Ketua Umum KH M. Anwar Iskandar dan Sekretaris Jenderal H Amirsyah Tambunan, dalam butir 7 menyebutkan.
“MUI mendorong Pemerintah, DPR, partai politik dan berbagai pemangku kepentingan untuk serius menindak lanjuti ajakan Presiden agar mengkaji ulang sistem pemilihan umum sacara langsung untuk kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Sistem ini dipandang banyak mendatangkan kemudharatan dan dampak negatif, antara lain pemborosan karena membutuhkan biaya yang sangat mahal dan maraknya money politics serta terjadinya polarisasi di tengah masyarakat.
Tentu apa yang diserukan MUI adalah berdasarkan atas fakta yang diserap dari tengah masyarakat termasuk ekses yang berakibat sengketa di Mahkamah Konstitusi.
Sampai hari ini, setidaknya 240 sengketa yang masuk ke MK, dan tidak hanya itu, dengan sistem Pilkada langsung dimungkinkan adanya Kotak Kosong yang dianggap para pengamat sepertinya tidak bermartabat, diperhadapkan dan menjadi pemilih hampa.
Karena Pilkada masih lima tahun lagi, maka para pihak termasuk partai pendukung Pilkada langsung, supaya melihat kenyataan riel di lapangan, kelihatannya masyarakat dan Parpol sendiri belum siap berdemokrasi sebab dengan mudah diselewengkan.
Dengan niat baik memperbaiki sistem Pilkada tersebut, walaupun ada partai yang tetap menginginkan Pilkada langsung, biarlah proses demokrasi di DPR yang menentukan.
Koalisi Merah Putihnya Presiden Prabowo Subianto pasti memiliki pertimbangan, tokh yang diuntungkan adalah masyarakat Indonesia juga.
Pilkada Tidak Langsung (Perwakilan) pada dasarnya selaras dengan jatidiri bangsa Indonesia sebagaimana sila ke-4 Pancasila atau demokrasi Pancasila. (Bachtiar Sitanggang)