Ilustrasi kapal PT ASDP Ferry Indonesia. (Dok/Independensi)

Penggabungan ASDP dan Pelni ke Pelindo Dipertanyakan Namarin

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Wacana penggabungan perusahaan Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) atau PT ASDP Ferry Indonesia (Persero) dan PT Pelni (Pelayaran Nasional Indonesia) dengan PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo, merupakan kebijakan yang sesat pikir. Rencana penggabungan pernah dilontarkan Menteri BUMN Erick Thohir dan tengah dipelajari Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi.

Penggabungan ketiga BUMN yang berkecimpung dalam kegiatan transportasi air, pelayaran dan pengelolaan pelabuhan dianggap belum jelas karena belum ada pembahasan terkait rencana tersebut. “Erick Thohir sepertinya tak berpikir panjang dengan gagasan penggabungan tadi. Ini kebijakan yang sesat dan juga keblinger,” kata Direktur The National Maritime Institute (Namarin), Siswanto Rusdi melalui keterangan tertulis, Selasa (4/1/2025).

Siswanto menambahkan, merger Pelindo saat ini dinilai banyak pihak berhasil dan sejauh ini ada sejumlah pencapaian yang patut diapresiasi. “Namun bukan berarti tidak ada masalah atau tantangan yang mencuat dan belum dapat diatasi oleh top management sampai saat ini,” jelasnya.

Seperti diketahui, PT Pelindo adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang logistik, khususnya pengelolaan dan pengembangan pelabuhan. Kemudian  PT ASDP Ferry Indonesia adalah BUMN bergerak di bidang jasa penyeberangan dan pengelolaan pelabuhan. Sedangkan PT Pelni adalah BUMN bidang transportasi laut yang  saat ini mengoperasikan 26 Kapal Penumpang dan menyinggahi 76 pelabuhan serta melayani 1.058 ruas.

Bergabungnya Pelni dan ASDP ke dalam jajaran Pelindo, menurut Siswanto, tentunya bakal menuai masalah yang semakin besar. Ia menjelaskan, tantangan pertama dari integrasi asimetris ini pada sisi bisnis yang cukup berbeda jauh. Dua entitas pertama adalah perusahaan pelayaran sedangkan entitas kedua merupakan operator pelabuhan. “Direksi Pelindo jelas akan menghadapi kendala pengelolaan nantinya karena tidak memiliki pemahaman yang cukup dalam bidang pelayaran,” ujar Siswanto.

Kondisinya tidak akan lebih baik seandainya “penghuni” baru grup Pelindo itu nantinya dijadikan anak usaha yang membidangi bisnis perusahaan. “Masalahnya terletak pada ketidakcocokan genetis kedua bidang usaha, bagai air dan minyak,” ungkapnya. Siswanto mencontohkan perusahaan pelayaran Malaysia, MISC, yang berada di bawah bendera Petronas, boleh dibilang “hidup segan mati tak mau”.

Lebih jauh Siswanto mengatakan, Grup Pelindo memang memiliki cucu usaha dalam usaha pelayaran dalam hal ini Jasa Armada Indonesia (JAI). Namun demikian, keberadaan JAI tidak dengan sendirinya menjadikan Pelindo dapat mengelola bisnis pelayaran. Soalnya, kata Siswanto, JAI hanyalah perusahaan pelayaran yang bergerak dalam jasa towing di seputaran pelabuhan. Sementara Pelni dan ASDP merupakan pemain perairan jauh alias lintas wilayah.

Tantangan berikutnya menurut Siswanto ialah masa depan bisnis yang tidak prospektif.  Bail Pelni dan ASDP sesungguhnya perusahaan yang kinerjanya biasa-biasa saja, bahkan relatif “berdarah-darah”. “Segmen usaha yang digeluti tergolong bidang yang tidak menjanjikan,” ungkapnya. “Kalau ini sudah keputusan menteri, ya semoga penggabungan ini berjalan baik,” pungkas Siswanto.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *