JAKARTA (Independensi.com)
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) kembali mendesak Kejaksaan Agung segera mengeksekusi uang pengganti sebesar Rp1,3 triliun terkait kasus korupsi mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto yang dibebankan kepada korporasi PT IM2 untuk membayarnya.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menilai tidak ada alasan bagi kejaksaan menunda-nunda pelaksanaan eksekusi uang pengganti terhadap perkara pidana yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht cukup lama.
“Karena eksekusi sudah menjadi kewajiban jaksa selaku eksekutor putusan hakim. Apalagi putusan terhadap Indar sudah inkracht dan dia dua kali mengajukan PK ditolak. Begitupun gugatannya di PTUN ditolak sampai tingkat Mahkamah Agung,” kata Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman kepada Independensi.com, Kamis (22/10).
Dia menyebutkan jika PT IM2 tidak memiliki uang untuk membayar maka bisa saja diambil dari PT Indosat. “Jadi bisa tangggung renteng. Karena kedua perusahaan yang melakukan kerjasama pemanfaatan penggunaan frekuensi 2,1 GhZ.”
Sebaliknya, tuturnya, jika PT IM2 yang juga sudah berstatus tersangka tidak mau membayar, maka perkara pidananya harus tetap diproses dan dilanjutkan sampai pengadilan bersama beberapa tersangka yang belum diadili.
“Tapi kalau mereka mau membayar bisa saja dihentikan.” kata Boyamin seraya menyebutkan jika eksekusi uang pengganti tidak juga dilakukan atau mangkrak maka MAKI akan ajukan praperadilan.
“MAKI mempunyai opsi mengajukan praperadilan jika kejaksaan tidak juga mengeksekusi uang pengganti kasus PT IM2 sebagai bagian dari penuntutan jaksa,” tutur pegiat anti korupsi ini.
Sebelumnya Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono mengatakan Kejagung masih mencari solusi untuk dapat mengeksekusi uang pengganti dalam kasus korupsi mantan Dirut PT IM2 Indar Atmanto yang dibebankan kepada PT IM2 untuk membayarnya.
Ali Mukartono mengakui pihaknya sudah merencanakan meminta fatwa kepada MA sebagai solusinya. “Tapi kami masih kaji lagi rencana itu. Selain karena zaman Pak Prasetyo Jaksa Agung kalau tidak salah sudah pernah minta fatwa MA. Tapi belum turun. Untuk itu akan saya cek lagi,” kata Ali kepada Independensi.com usai mendampingi Jaksa Agung ST Burhanuddin meninjau gedung baru Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung, Jakarta Rabu (21/10).
Dia mengakui ada problematika hukum yang perlu dicarikan solusi sehingga uang pengganti yang dibebankan kepada korporasi PT IM2 bisa dieksekusi. “Termasuki jika korporasi selaku tersangka kita ingin sidangkan di pengadilan,”
Masalahnya, tutur Ali, pihak korporasi PT IM2 selaku tersangka belum dilimpah dan belum diadili di pengadilan, tapi sudah dijatuhi hukuman oleh pengadilan untuk membayar uang pengganti.
“Jadi dia (korporasi) menjadi tersangka, tapi tidak pernah menjadi terdakwa tapi langsung menjadi terpidana. Ini yang menjadi problematika hukumnya,” ucap mantan Kajari Bekasi ini.
Karena, tutur Ali, jika PT IM2 tetap diajukan ke pengadilan untuk disidang nanti khawatir Nebis in Idem karena sudah dihukum untuk membayar uang pengganti. “Padahal dia (IM2) tidak pernah menjadi terdakwa,” ucapnya.
Begitupun, kata dia, jika PT IM2 disuruh membayar uang pengganti. “Nanti dia protes. Saya kan belum pernah disidang. Kok dihukum bayar uang pengganti,” tutur Ali. Sementara itu, katanya lagi, kejaksaan kini juga tidak bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi. “Inilah yang menjadi problematika hukum,” ucap Ali.(muj)