JAKARTA – Ketua KPK Komjen Firli Bahuri menyatakan pihaknya siap bekerja keras untuk menjerat Menteri Sosial Juliari Batubara dengan Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi (Tipikor).
“Saya kira memang kita masih harus bekerja keras untuk membuktikan ada atau tidaknya tindak pidana yang merugikan keuangan negara sebagaimana yang dimaksud pasal 2 itu,” ujar Firli di Gedung Penunjang KPK, Minggu (6/12/2020) dini hari.
Dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 2 berbunyi,
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Firli menegaskan, pihaknya akan segera memeriksa para saksi untuk membuktikan adanya perbuatan Pasal 2 yang dilakukan Juliari. Jika terbukti melanggar Pasal 2, tak tertutup kemungkinan KPK akan mengancam Juliari hukuman mati.
“Tentu nanti kita akan bekerja berdasarkan keterangan saksi dan bukti apakah bisa masuk ke dalam pasal 2 UU 31 Tahun 1999 itu,” kata Firli.
“Di dalam ketentuan UU 31 tahun 1999 pasal 2, barang siapa yang telah melakukan perbuatan dengan sengaja memperkaya diri atau orang lain, melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara, di ayat 2 memang ada ancama hukuman mati,” Firli menambahkan.
Namun, menurut Firli, untuk saat ini pihaknya masih akan fokus membuktikan penerapan Pasal 12 yang disangkakan terhadap Juliari dan tersangka lainnya.
“Dan malam ini yang kita lakukan tangkap tangan adalah berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara, jadi itu dulu,” kata dia.
Dalam kasus ini, Mensos Juliari Batubara, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara Ardian I M dan Harry Sidabuke pihak swasta yang berperan sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.