Kepala BIN Daerah Papua Mayjen TNI I Putu Dhani Gugur Ditembak KKB
Oleh: IrjenPol purn Drs Sisno Adiwinoto MM/Pengamat Kepolisian, Penasihat KBP3 dan Ketua Penasihat Ahli Kapolri.
Menurut Ka BNPT pada masanya Irjen Pol Purn Ansya’ad MBai, *bahwa dari dalam negri ada desakan kuat untuk melakukan operasi militer skala besar di Papua, demikian juga dari Papua dan dari luar negri memang mengharapkan adanya opsmil sebagai amunisi untuk mendesak PBB agar menjadikan situasi tersebut menjadi agenda pelanggaran HAM.*
*Ketika opsmil atau operasi penindakan terorisme dilakukan di Papua bisa dipastikan akan terjadi eksodus kebeberapa negara. PBB akan segera turun tangan dan terjadilah internasionalisasi Papua.* “Mereka anakmanja” yang tahu betul bahwa kita tidak akan keras terhadap mereka. Dan yang perlu diperhitungkan bahwa setiap aksi terorisme selalu punya tujuan memancing reaksi keras dari pemerintah sehingga bisa timbul korban pelanggaran HAM dan mendapat empathy serta dukungan dari berbagai pihak internasional.
Hemat kami, Kita mesti mendukung *pemerintah untuk tidak mau terjebak dalam skenario mereka walaupun pahit bagi aparat keamanan.*
Bahwa kebijakan pemerintah dalam penanganan masalah keamanan di Papua dari sejak munculnya OPM di era Orba, dimana pemerintah menetapkan OPM sebagai gerakan separatisme dan treatmennya menggunakan pendekatan keamanan dengan strategi opsmil selama puluhan tahun dengan konsekwensi terjadinya pelanggaran HAM dan tuduhan genocida. Kedua isu ini sempat jadi bola panas ditingkat global dan hampir lolos menjadi agenda PBB.
Anggota kongres dari demokrat di AS Patrice Leahy sempat berkunjung ke Papua. Sampai sekarang usulan agar Papua jadi agenda PBB tidak pernah surut dan setiap saat berpotensi utk dijadikan agenda PBB tergantung dengan situasi pelanggaran HAM yang terjadi di Papua sebagai akibat dari penggunaan opsmil disana. Sampai sekarang pihak internasional terus mengejar kasus kasus pelanggaran HAM yang menurut mereka belum ada penyelesaian yang memadai.
Untuk menghindari internasionalisasi Papua seperti diatas, pemerintah telah merubah pendekatan dalam penanganan masalah Papua dengan menitik beratkan pada pendekatan kesejahteraan melalui pemberian otonomi khusus dengan kebijakan APBN untuk peningkatan kesejahtraan seperti membangun infrastruktur, kesehatan, pendidikan , harga BBM, dan seterusnya.
Untuk mengamankan program pemerintah ini dipilih kebijakan penegakan hukum melalui keterpaduan POLRI dengan didukung oleh TNI. Memposisikan OPM yang mempunyai TPPM sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) bukan sebagai separatis atau teroris,sehingga menjadi masalah internal dalam negeri dan tidak diperlukan/tidak dapat diintervensi pihak internasional.
Hal ini dipertegas dalam pernyataan Presiden Jokowi pasca gugurnya Kabinda Papua Mayjen TNI Anumerta I Gusti Putu Dhani, bahwa “tidak ada tempat bagi KKB di Papua dan telah memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI untuk kejar dan tangkap….”
Sebelumnya, pada tahun 2011/2012 ketika marak serangan dari TPPM ke Freeport, BNPT telah mengirim Jendral Tito sebagai Deputi II Penindakan BNPT dan Irjen Pol Rudy Sufahriadi salahsatu Direktur BNPT yang berpengalaman sebagai komandan BRIMOB di Papua.
Situasi aktual dilapapangan saat itu dinilai bahwa bisa lebih efektif bila dilakukan dg operasi penindakan terorisme dengan menggunakan helikopter untuk menyergap stronghold mereka ditebing-tebing sekitar FREE PORT. Hal ini dilaporkan kepimpinan atas tetapi kemudian keputusan Kapolri saat itu bahwa tetap tidak menggunakan operasi penindakan terorisme. Cerita detil diyakini bahwa Mendagri Jendral Tito dan Irjen Pol Rudy bisa menjelaskan.
Demikian juga ketika Jendral Tito sebagai Kapolda Papua sempat terjadi beberapa aksi penyerangan dari pihak OPM/TPPM sebagai respon terhadap tindakan aparat sebelumnya yang selalu tidak pernah tuntas sehingga berlarut-larut dan terakumulasi menjadi isu pelanggaran HAM.
Kemudian Jendral Tito Karnavian menangani setiap aksi penyerangan dengan pendekatan hukum berdasarkan scientific crime investigation dan berhasil menuntaskan kasus-kasus tersebut. Sepengetahuan Jendral Ansya’ad dari sinilah berawal istilah KKB resmi dianut oleh pemerintah dengan tujuan bahwa setiap kasus yang terjadi harus diselesaikan melalui proses hukum yang benar dan transparan agar tidak ada kecurigaan dari berbagai pihak.
Dengan demikian kebijakan memposisikan OPM/TPPM sebagai kelompok teroris menjadi “tidak relevan dan kadaluwarsa serta tidak sesuai dengan pilihan kebijakan pemerintah” dalam penanganan Papua. Apalagi bahwa terorisme adalah kejahatan internasional dimana menurut UU kita sendiri menyatakan bahwa bila terjadi kasus terorisme maka negara lain juga mempunyai yurisdiksi dalam menangani kasus tersebut. Hal ini sangat urgen harus menjadi pertimbangan bila kita konsisten dengan kebijakan Presiden.
Semoga bermanfaat dalam menentukan pola pikir, pola sikap dan pola tindak kita dalam penanganan Papua yang merupakan bagian tak terpisahkan NKRI.