JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Agung melalui Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri kini sedang menyusun Pedoman Jaksa Agung tentang penanganan aset kripto dan Surat Edaran tentangan penanganan barang bukti aset kripto dalam perkara pidana guna merespon kebutuhan hukum terkait aset kripto yang sering digunakan sebagai alat melakukan kejahatan atau sebagai hasil kejahatan.
Menurut Staf Ahli Jaksa Agung Asri Agung Putra pedoman tersebut akan menjadi petunjuk (guidance) bagi para jaksa dalam menangani aset kripto pada tahap penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan dan pelaksanaan putusan pengadilan.
“Karena dalam praktiknya terdapat berbagai kendala dalam praktik penanganan aset kripto sebagai barang bukti,” ungkap Asri saat membuka kegiatan Focus Group Discussion (FGD) di Jakarta yang bertemakan “Penanganan Aset Kripto dalam Perkara Pidana” Rabu (04/10/2023).
Padahal, kata dia, tanggung jawab pembuktian ada di pundak aparat penegak hukum. “Terutama dalam menjaga integritas saat menangani aset kripto. Baik tahap penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang maupun pelaksanaan putusan pengadilan,” ujarnya.
Adapun, kata Asri, berbagai kendala tersebut antara lain metode atau tahapan penanganan aset kripto yang masih menggunakan metode konvesional dengan menkonversi aset kripto menjadi mata uang fiat (tunai).
“Kemudian metode penentuan nilai aset kripto yang belum pasti, kedudukan aset kripto sebagai barang atau alat bukti dan cara mengidentifikasi terhadap aset kripto setiap tahapan penanganan perkara,” ucap Staf Ahli Jaksa Agung Bidang Pertimbangan dan Pengembangan Hukum ini.
Selain itu, kata dia, aset kripto, merupakan barang bukti yang memiliki sifat yang sangat rentan, nilainya fluktuatif serta mudah berubah dan dipindahtangankan. “Sehingga penanganannnya harus dilakukan dengan cepat dan tepat, terutama dalam pembuktian perkara pidana.”
Sebelumnya Asri mengungkapkan berdasarkan data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditas (BAPPEBTI) jumlah pengguna aset kripto yang terdaftar naik dari 11,2 juta pada tahun 2021 menjadi 16,55 juta pada tahun 2022 dengan nilai transaksi aset kripto mencapai Rp296,66 triliun pada bulan November 2022.
“Data tersebut memberikan gambaran faktual potensi penggunaan aset kripto dalam tindak pidana di indonesia dapat terjadi dalam skala besar,” ujar mantan Kajati DKI Jakarta ini.(muj)