Penyair kawakan, Agus R. Sarjono saat menghadiri Festival Puisi Esai ASEAN ke-3, di Sabah, Malaysia yang diselenggarakan pada 5-9 Juni 2024.

Lahirnya Angkatan Puisi Esai: Fenomena Baru dalam Sastra Indonesia

Loading

JAKARTA (Independensi.com) –Sejak tahun 2012, lebih dari 100 buku puisi esai telah diterbitkan, dan puluhan kajian tentang puisi esai ditulis oleh kritikus dalam dan luar negeri. Fenomena ini melampaui kehebohan semua peristiwa sastra di Indonesia, sehingga memunculkan sebuah angkatan baru dalam dunia sastra, yang disebut Angkatan Puisi Esai.

Pernyataan ini disampaikan dalam Festival Puisi Esai ASEAN ke-3 di Sabah, Malaysia, (5-9 Juni 2024), sebuah acara yang sepenuhnya didanai oleh pemerintah Sabah. Agus R. Sarjono, seorang penyair kawakan, dosen, kritikus sastra, dan penerbit Jurnal Sajak, menegaskan bahwa setiap kali sebuah angkatan sastra baru diumumkan, hal itu selalu menjadi perbincangan hangat dan luas. Contoh angkatan sastra terdahulu adalah Angkatan 45 oleh H.B. Jassin, “Angkatan Terbaru” dan kemudian “Angkatan 50” oleh Ajip Rosidi, Angkatan 66 oleh H.B. Jassin, Angkatan 70 oleh Abdul Hadi WM, dan Angkatan 2000 oleh Korrie Layun Rampan.

Pada tahun 2012, Denny JA menerbitkan buku “Atas Nama Cinta,” yang memuat puisi esai. Buku ini memperkenalkan sebuah bentuk sastra baru yang memadukan puisi, cerpen, dan esai, dengan catatan kaki yang memberikan konteks faktual. Sejak itu, genre puisi esai berkembang pesat dengan banyak buku puisi esai diterbitkan, semuanya berbasis estetika yang sama dan mengangkat tema-tema sosial-politik yang relevan.

Jurnal Sajak turut serta mempromosikan puisi esai dengan membuka rubrik khusus puisi esai dan mengadakan lomba menulis puisi esai pada tahun 2013 dan 2014. Hasil dari lomba ini cukup mencengangkan, dengan banyaknya buku yang diterbitkan sebagai hasil dari lomba tersebut.

Gerakan puisi esai berkembang pesat di Sabah, Malaysia, berkat ketertarikan dan keberanian Datuk Jasni Matlani. Dari Sabah, gerakan ini meluas ke beberapa wilayah Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, dan Singapura. Sabah juga menjadi tuan rumah Festival Puisi Esai, yang kini telah memasuki tahun ketiga.

Lahirnya Angkatan Puisi Esai juga didukung oleh empat buku antologi yang masing-masing tidak kurang dari 500 halaman:
1. Angkatan Puisi Esai: Kelahiran dan Masa-masa Awal (2012-2015)
2. Angkatan Puisi Esai: Menuju Indonesia (2016-2019)
3. Angkatan Puisi Esai: Menuju Mancanegara (2020-2024)
4. Angkatan Puisi Esai: Menuju Kritik Sastra Tempatan (2012-2024)

Keunikan Angkatan Puisi Esai dibandingkan angkatan sastra sebelumnya adalah keberadaan antologi kritik/bahasan/kajian yang berlimpah. Banyak pakar dari berbagai latar belakang telah menulis kajian tentang puisi esai, termasuk sastrawan seperti Sapardi Djoko Damono dan Sutardji Calzoum Bachri, intelektual seperti Ignas Kleden, dan akademisi seperti Prof. Ayu Sutarto dan Dr. Sunu Wasono.

Agus R. Sarjono menyebutkan beberapa alasan yang menegaskan lahirnya Angkatan Puisi Esai:
1. Genre dan Bentuk : Semua puisi esai memiliki bentuk dan unsur intrinsik yang sama, dengan kesamaan ini menghasilkan keragaman estetik.
2. Tema : Puisi esai umumnya mengangkat tema anti-diskriminasi, memberi suara pada kaum yang terpinggirkan.
3. Penceritaan (Naratologi): Menggunakan teknik penceritaan dengan kehadiran tokoh, konflik, dan struktur dramatik.
4. Catatan Kaki : Sebagai unsur wajib yang menjadi ciri khas puisi esai, berfungsi sebagai jangkar faktual.
5. Moment Besar dan Ingatan Kolektif : Lahir dari momen besar reformasi Indonesia.
6. Alternatif dan Tantangan : Menjadi alternatif atas narasi dan historiografi resmi.
7. Ruang Luas bagi Penulis Non-Penyair : Membuka ruang bagi akademisi, profesional, aktivis, dan politisi untuk menulis puisi.

Keberhasilan dan keberagaman puisi esai telah meneguhkan lahirnya Angkatan Puisi Esai sebagai fenomena besar dalam sastra Indonesia.