JAKARTA (IndependensI.com) – Save Our Soccer #SOS menyanyangkan keputusan PSSI dan Komite Wasit yang menghukum wasit Fariq Hitaba tidak boleh memimpin pertandingan untuk sementara waktu. Wasit asal Asosiasi Provinsi Yogyakarta tersebut dianggap telah melakukan kesalahan karena menganulir keputusan hadiah penalti kepada PS TNI saat kalah 0-2 dari Persija Jakarta di Stadion Pakansari, Cibinong, Kamis, 8 Juni 2017.
Penalti diberikan pada menit ke-85karena Ryuji Utomo dianggap handball di kotak 16. Para pemain Persija protes. Fariq berusaha meyakinkan keputusannya dengan berlari ke kamera melihat rekaman pertandingan dan selanjutnya membatalkan penalti tersebut.
Wakil Ketua Umum PSSI sekaligus Plt Sekjen PSSI, Joko Driyono, setelah berdiskusi dengan Komite Wasit PSSI. Joko mengonfirmasi keputusan Fariq melihat tayangan ulang di kamera televisi merupakan kesalahan karena Video Assistance for Referee (VAR) masih belum diterapkan di Liga 1 2017.
Anggota Komite wasit PSSI, Purwanto, menyebut Fariq seharusnya tidak meralat sesuatu tanpa adanya dasar yang jelas. “Wasit sudah mengambil putusan penalti, tapi diprotes para pemain Persija. Kemudian dia menganulirnya. Itu yang tidak boleh, karena wasit harus mengeluarkan keputusan tanpa ada tekanan dari manapun,” kata Purwanto.
#SOS melihat apa yang dilakukan Fariq Hitaba bukanlah kesalahan fatal. Bahkan, keputusannya berani menganulir penalti untuk PS TNI usai melihat rekaman pertandingan dan berdiskusi dengan asistennya patut diapresiasi. “Fariq telah memberikan contoh yang bagus dan memberikan pelajaran berharga untuk sepak bola Indonesia. Sangat jarang wasit yang berani menganulir keputusan penalti untuk tuan rumah,” kata Akmal Marhali, Koordinator Save Our Soccer #SOS. “Apa yang dilakukan Fariq sejatinya bisa dijadikan momentum reformasi perwasitan sepak bola Indonesia yang sebelumnya sangat identik dengan hal-hal nonteknis dan keberpihakan kepada tuan rumah. Ini bisa mengembalikan trust sekaligus pencitraan terhadap dunia perwasitan di sepak bola Indonesia yang sebelumnya banyak dicibir,” Akmal menambahkan.
Apa yang dilakukan Fariq Hitaba sebenarnya bukan sesuatu yang baru di jagad sepak bola dunia. Menganulir putusan penalti pernah dilakukan oleh sejumlah wasit saat memimpin pertandingan baik di level kompetisi antar klub maupun tim nasional. Bahkan, timnas Indonesia pun pernah mengalaminya.
Pada pertandingan leg kedua semifinal Piala AFF 2016 antara Vietnam melawan Indonesia, 7 Desember 2016, wasit asal Cina, Fu Ming, m3nganulir putusan hadiah penalty untuk Indonesia dalam pertandingan yang berkesudahan 2-2 (agregat 4-3). Saat itu Rizky Pora dilanggar kiper dadakan Vietnam Ngoc Hai saat pertandingan sedang berjalan. Fu Ming sebenarnya sudah menunjuk titik putih dan penalti bagi Indonesia. Namun, di pinggir lapangan, pemain Vietnam protes ke asisten wasit atau hakim garis. Tak lama berselang, wasit mendatangi sang asisten wasit dan berdiskusi, lalu menganulir keputusannya.
Hal sama juga terjadi di Seri A, Italia, Minggu, 21 Agustus 2016, saat Napoli bermain imbang 2-2 melawan Pescara di Stadion Adriatico-Giovanni Cornacchia. Kejadian bermula pada menit ke-78 pelanggaran yang dilakukan Dario Zuparic terhadap Piotr Zielinski di kotak penalti membuat wasit Piero Giacomelli sempat menunjuk titik putih. Tapi, setelah melakukan diskusi dengan hakim garis, Giocomelli membatalkan keputusannya tersebut.
Di Bundesliga, Jerman, gelandang Werder Bremen, Aaron Hunt, menuai pujian karena mengakui melakukan diving yang membuat wasit membatalkan keputusan memberinya hadiah penalti saat timnya menang 2-0 atas tuan rumah Nuernberg dalam laga Bundesliga. Hunt terjatuh di kotak penalti Nuernberg dan wasit Manuel Graefe langsung menunjuk titik putih. Tapi, mantan pemain timnas Jerman yang juga berdarah Inggris tersebut meminta wasit untuk membatalkan keputusan tersebut. Hunt pun mendapat apresiasi sebagai pemain paling terpuji. Harian Kicker menyebutnya “sikap teladan.” Tabloid Jerman, Bild, menulis headline “Herrlich ehrlich” yang berarti “kejujuran yang menyegarkan.”
Sementara Miroslav Klose dianugerahi Penghargaan Fair Play dari Federasi Sepak BOLA Jerman (DFB) setelah ia dengan jujur mengakui bola telah lebih dulu menyentuh tangannya dalam gol yang dicetaknya di Liga Seria A, Italia saat Lazio melawan Napoli. Wasit yang sudah menyatakan gol pun menganulir putusannya. Klose juga pernah mendapat gelar serupa di tahun 2005 saat bermain untuk Wender Bremen melawan Bielefeld di Bundesliga. Setelah Bremen diberi penalti, Klose mengatakan kepada wasit bahwa penjaga gawang Bielefeld terlebih dahulu menguasai bola sebelum ia terjatuh di kotak penalti. Wasit kemudian membatalkan keputusan penalti dan pemberian kartu kuning kepada penjaga gawang tersebut.
Nah, apakah yang dilakukan Fariq Hitaba sebuah kesalahan fatal sampai harus dihukum dilarang memimpin pertandingan sampai batas waktu yang tidak ditentukan?
Seperti dikutip dari buku Laws of Game, wasit dapat mengubah pilihannya karena sadar keputusannya salah. Keputusan baru bisa dibuat berdasarkan pertimbangan dari asisten wasit asalkan tidak ada perubahan keputusan lagi setelah laga berjalan kembali atau setelah pertandingan dihentikan.
Lebih jelasnya, aturan tersebut terdapat di halaman 26, Law of The Game FIFA, Law 5 dalam artikel “Decisions of the referee”.Disebutkan “The decisions of the referee regarding facts connected with play, including whether or not a goal is scored and the result of the match, are final. The referee may only change a decision on realising that it is incorrect or, at his discretion, on the advice of an assistant referee or the fourth official, provided that he has not restarted play or terminated the match. (Keputusan wasit terkait dengan permainan, termasuk apakah gol atau tidak mencetak gol dan hasil pertandingan, bersifat final. Wasit hanya dapat mengubah keputusan apabila menyadari bahwa keputusan yang ditetapkan sebelumnya tidak benar atau menurut pendapatnya, berdasarkan saran asisten wasit atau offisial keempat, keputusan tersebut perlu diubah, asalkan wasit belum memulai kembali permainan atau belum mengakhir pertandingan).
Terkait proses pengambilan keputusan wasit dalam sebuah pertandingan sepakbola dengan sebutan Video Assistant Referee atau VARs, FIFA sudah mulai mensosialisasikan dan rencananya akan mulai diimplementasikan sebagai bagian dari aturan permainan pada Piala Dunia 2018, Rusia. Meski begitu FIFA sudah mulai melakukan percobaan di lapangan sejak pertengahan tahun 2016 di kompetisi sepakbola di beberapa negara anggota FIFA demi menyempurnakan aturan main pemanfaatan teknologi ini. Australia, Brasil, Jerman, Portugal, Belanda dan Amerika Serikat merupakan negara yang sudah setuju untuk mengujicoba VARs di liga sepakbola negara masing-masing. Uji coba juga dilakukan saat partai Internasional
Prancis melawan Italia di Bari, pada September 2016. Prancis menang 3-1.
Dalam uji coba itu wasit asal Belanda, Bjorn Kuipers, membuat keputusan berdasarkan rekomendasi VARs dan setelah melakukan review terhadap rekaman kejadian di lapangan. Ia memberikan kartu kuning kepada Djibril Sidibe, pemain Prancis yang melakukan pelanggaran terhadap Daniele De Rossi pada menit ke-4 dengan menggunakan VARs. VARs juga dicoba implementasinya pada pertandingan persahabatan antara Italia melawan Jerman di San Siro, Milan, 15 November 2016.
“Artinya, sejatinya apa yang dilakukan oleh Fariq Hitaba bukan sesuatu yang fatal karena sudah banyak contohnya. Harusnya PSSI dan Komite Wasit dapat menggunakan ini sebagai kampanye untuk mengembalikan kepercayaan terhadap korp pengadil lapangan hijau yang selama ini banyak diragukan kepemimpinannya oleh publik sepak bola nasional,” kata Akmal.