JAKARTA (Independensi.com) – Bisnis keluarga atau berbisnis dengan tujuan menghidupkan perekonomian keluarga adalah hal yang positif
Bisnis keluarga bisa tumbuh dan berkembang dengan baik, karena bisa saling berintegrasi. Di Indonesia bisnis semacam ini bisa tumbuh pesat karena pengusahanya juga terlihat lebih muda dan enerjik dibandingkan dengan negara Eropa.
Demikian disampaikan Professor & Daniel Clark Sanders Chair dalam bidang Entrepreneurship & Family Business (Bisnis Keluarga) di Grossman School of Business, Universitas Vermont, USA, dalam seminar bertema ‘Next Generation Embracing Technological Changes’ yang diselenggarakan Universitas Prasetiya Mulya Kamis (25/7)
Selain menghadirkan para pembicara dari luar negeri seperti Pramodita Sharma, Professor & Daniel Clark Sanders Chair dalam bidang Entrepreneurship & Family Business (Bisnis Keluarga) di Grossman School of Business, Universitas Vermont, USA. Juga beberapa pelaku bisnis keluarga di Indonesia seperti Salam Subakat dari Wardah, Noni Purnomo dari Blue Bird Group, dan Teresa Wibowo dari Kawan Lama Group.
Rektor Universitas Prasetiya Mulya Prof. Djisman Simandjuntak menargetkan peserta dari acara tersebut adalah pelaku bisnis keluarga baik generasi pertama atau kedua, akademisi dan mahasiswa.
“Tujuannya untuk menyampaikan dan memberikan masukan terhadap perkembangan bisnis keluarga di Indonesia, baik dari sisi akademisi maupun praktisi. Semoga di Indonesia dengan adanya norma hukum dan keluarga, perusahaan bisnis bisa berjalana pesat,” ungkapnya.
Dirinya pun berharap adanya kegiatan ini dapat berlangsung secara berkesinambungan dapat menciptakan kolaborasi pengetahuan.
“Pengusaha-pengusaha di Indonesia harus tumbuh jauh lebih pesat. Karena bisnis keluarga memiliki poin lebih, seperti jika perusahaan mengalami krisis dan keluargalah yang bersama-sama menanggung,” imbuhnya.
Sebagai narasumber, Professor & Daniel Clark Sanders mengatakan, bahwa perusahaan bisnis di Indonesia mengacu pada perusahaan di Eropa yang telah berdiri lama dan berhasil.
“Berdirinya perusahaan atau bisnis keluarga dengan baik, karena bisa saling berintegrasi. Pengusahanya juga terlihat lebih muda dan enerjik dibandingkan dengan negara Eropa,” katanya.
Di sisi lain, dunia industri revolution 4.0 banyak yang beranggapan bahwa dunia bisnis menuju kehancuran, padahal treadmen seperti ini adalah salah besar. Padahal, kehadiran dunia industri revolution 4.0 menjadi tantangan tersendiri bagi dunia pariwisata.
Industri paling subur adalah pariwisata, baik itu ticketing, perjalanan, destinasi, perhotelan, memang megah yang bintang-bintang, selain berbintang ada bisnis perhotelan yang kecil seperti homestay.
“Jadi tantangan kita adalah bagaimana pelaku usaha pariwisata kita elevated standart internasional,” ucap Dekan Sekolah Bisnis dan Ekonomi Universitas Prasetiya Mulya Prof. Agus W. Soehadi. (hpr)