AMBON (Independensi.com) – Pemerintah terus berupaya meningkatkan pelayanan angkutan barang di laut (Tol Laut) dan angkutan kapal perintis, dengan cara melakukan terobosan dan langkah-langkah perbaikan.
Perubahan yang cukup mendasar dari yang sebelumnya adalah, dari yang semula pelayanan Tol Laut itu bersifat Direct diubah menjadi pola Hub and Spoke di tahun 2019.
Perubahan tersebut ditujukan untuk tetap dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik dengan jumlah daerah yang dilayani lebih luas ditengah keterbatasan subsidi tol laut untuk tahun 2019.
Demikian disampaikan Direktur Lalu Lintas Laut Ditjen Perhubungan Laut Capt. Wianu Handoko dalam Rapat Koordinasi Pelaksanaan Angkutan Barang di Laut (Tol Laut) dan Angkutan Laut Perintis di Propinsi Maluku dan Maluku Utara, di.Hotel Santika, Ambon, Senin (30/7).
Hadir dalam Rakor tersebut, Staf Khusus Menteri Perhubungan Bidang Antar Lembaga, Buyung Lalana, Ketua Komisi C DPRD Provinsi Maluku, Anos Yeremiasserta Kepala Unit Penyelenggara Teknis (UPT) Ditjen Perhubungan Laut, Dinas Perhubungan Pemprov dan Pemkab, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Operator Kapal dan para pengusaha jasa transportasi , rumah kita, gerai maritim dan pemilik toko kelontong di Propinsi Maluku dan Maluku Utara.
Wisnu menjelaskan, selain meningkatkan pelayanan, Pemerintah juga terus melakukan langkah-langkah efisiensi biaya subsidi dengan menyelenggarakan trayek tol laut menggunakan pola hub dan spoke, mengingat kapal feeder 1.500 DWT Kendhaga Nusantara sebagian besar telah selesai dibangun sehingga pertimbangan Pemerintah tidak hanya biaya logistik saja tetapi juga perluasan daerah yang dilayani seiring dengan perkembangan tol laut.
Dengan perubahan sistem tersebut menjadikan wilayah pelayanan Tol Laut diwilayah Tertinggal, Terpencil, Terluar dan Perbatasan (3TP) yang pada tahun 2016 hanya singgah di 31 pelabuhan, untuk tahun 2019 menjadi 76 pelabuhan.
Volume muatan Tol Laut juga mengalami peningkatan dimana volume muatan pada tahun 2016 sebesar 81.404 ton dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 239.875 ton.
Untuk itu, lanjut Capt. Wisnu Pemerintah secara proaktif dan responsif akan memprioritaskan pemanfaatan subsidi Tol Laut dimana masyarakat pada daerah 3TP yang masih sangat membutuhkan Tol Laut serta mengevaluasi, mengkaji kembali efektivitas pola subsidi freight pada biaya pelayaran serta mempertimbangkan pola subsidi lain yang lebih efektif dan efisien.
Menjawab sejumlah permasalahan yang timbul dari penyelenggraan angkutan perintis dan tol laut seperti belum disinggahinya beberapa wilayah oleh kapal perintis seperti di Kabupaten Tidore, Capt Wisnu menyampaikan agar Pemerintah Daerah setempat dapat segera membuat usulan kepada pemerintah pusat untuk segera dicarikan solusi apakah itu melalui penambahan kapal atau deviasi trayek kapal yang sudah ada.
Sedangkan terkait kurangnya kapal cadangan atau kapal pengganti pada saat kapal docking, Wisnu mengharapkan operator kapal perintis dan tol laut dapat mengatur operasional kapal secara baik sehingga tidak sampai terjadi kekosongan atau berhentinya pelayanan kepada masyarakat di daerah tertentu yang sangat membutuhkan layanan kapal perintis maupun kapal tol laut.
Begitu juga dengan masalah angkutan barang balik, dimbau agar Pemerintah Daerah dapat lebih mendorong para pengusaha untuk meningkatkan hasil industri atau kerajian dari masyarakat lokal untuk bisa diangkut ke luar daerah tersebut.
Menurut Capt Wisnu, saat ini muatan balik sudah meningkat dari segi jumlah dan keragamannya. Sebagai contoh, Tol Laut sudah dapat mengangkut muatan balik garam dari Pulau Sabu dan muatan balik Ikan dari daerah Natuna, Tahuna dan Morotai.
Namun harus diakui bahwa perubahan sistem ini juga membawa dampak pada perubahan lintas, jarak dan waktu pelayanan. “Untuk itu, perlu kiranya mengoptimalkan ruang muat peti kemas yang ada, serta memaksimalkan peranan pemerintah daerah, BUMD/BUMdes untuk mengkonsolidasikan barang dari dan ke daerah 3TP agar diangkut menggunakan tol laut,” jelas Capt. Wisnu.
Sementara usulan pemanfaatan perusahaan dok di daerah, seperti di Ambon yang memiliki dua perusahaan docking yaitu PT Dok Pasific milik swasta dan PT Dok Wayame Ambon milik Pemda, hal itu bisa saja dilakukan selama lebih efisien dari segi harga dan lebih cepat dari sisi waktu.
Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Provinsi Maluku, Anos Yeremias mengatakan bahwa program tol laut merupakan program yang bagus untuk meningkatkan konektivitras dan transportasi laut khususnya di Provinsi Maluku dan Maluku Utara.
“Untuk itu, saya minta kepada seluruh stakeholder terkait di kedua propinsi untuk bisa mendukung Pemerintah Pusat, agar pelaksanaan program tol laut dan angkutan laut perintis, bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat khususnya di Maluku maupun Maluku Utara.(hpr)