JAKARTA (IndependensI.com) – Kisruh kepemilikan atas pelabuhan Marunda masih belum menemukan titik terang, upaya PT Karya Citra Nusantara (KCN) sebagai operator pelabuhan yang mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung atas berbagai dugaan pelanggaran hukum yang dituduhkan oleh PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) masih menanti keputusan.
KBN menuduh KCN telah melakukan perampasan asset negara melalui skema konsesi atas pelabuhan
Marunda, juga menuding KCN membangun pelabuhan tersebut diatas tanah milik KBN serta meminta KCN untuk membayar kerugian sebesar Rp 773 miliar atas keputusan pengadilan sebelumnya serta masih banyak lagi tudingan yang dilemparkan oleh KBN yang memiliki 15% porsi
saham di KCN.
Padahal sedari awal saat tender pembangunan pelabuhan Marunda pada 2004, KBN mencari mitra bisnis yang mau membangunan seluruh dermaga pelabuhan. Saat itu, tidak banyak perusahaan yang mau terlibat dalam pembangunan tersebut, hanya PT Karya Tekhnik Utama yang mengajukan diri dan akhirnya menjadi pemenang tender. Tak heran kalau cuma segelintir perusahaan yang mau mengikuti
tender karena pembangunan pelabuhan membutuhkan modal yang cukup besar.
‘’Sejak awal KBN mencari mitra bisnis dibidang kepelabuhanan, namun kenapa sekarang setelah pier
1 sudah beroperasi dan pembangunan pier 2 sedang berjalan, KBN menuduh kami sebagai lawan
bisnis yang mencuri asset negara?,’’ tanya Direktur Utama KCN Widodo Setiadi di Jakarta.
Pada 2013, KBN bisa menunjuk jaksa pengacara negara (JPN) untuk melakukan mediasi atas persoalan yang ada,
tapi tahun lalu, KBN menggugat KCN, kemenhub dan KTU, jadi yang tidak punya itikad baik siapa?
lanjut Widodo.
Saat tengah menanti kasasi MA, KBN sempat mengajukan 5 persyaratan bila KCN ingin berdamai. Pertama, KBN menginginkan porsi kepemilikan saham di KCN berubah masing-masing menjadi 50% oleh KBN dan KTU. Dalam perjanjian awal disepakati KTU memiliki saham mayoritas hingga 85%, karena harus menanggung seluruh biaya pembangunan dermaga 1 hingga 3, biaya pengurusan izin
yang menjadi kewajiban KBN, termasuk jika terjadi cost overrun. Sisa saham 15%, dimiliki oleh KBN
dengan tanpa setor modal dan tidak akan mengalami dilusi.
Kedua, KBN meminta untuk membatalkan skema konsesi, padahal KCN menjalankan skema konsesi sesuai dengan persyaratan UU yang diberikan oleh regulator yakni Kementerian Perhubungan dan diatur dalam UU no.17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Skema konsesi juga tidak bisa dibatalkan saat ini, karena permasalahan ini sedang menanti keputusan Kasasi dari Mahkamah Agung.
Ketiga, KBN meminta 50% kepemilikan atas pier 2 dan seluruh pier 3 menjadi milik KBN.
Padahal, pembangunan atas pier 1 dan saat ini pembangunan pier 2 sudah memasuki tahap 30%, sepenuhnya dibiayai oleh KTU yang telah mengeluarkan biaya sekitar Rp 3 triliun, bahkan sesuai rekomendasi
Kemenkopolhukam dan Satgas Percepatan & Efektivitas Pelayanan Ekonomi (POKJA IV) yang menangani kasus ini, KCN konsisten menyelesaikan pembangunan seluruh dermaga.
Keempat, KBN akan mengenakan biaya sewa atas dermaga pier 1 yang telah selesai dibangun oleh
KCN dan bahkan telah beroperasi sebagian. Kelima, KBN meminta KCN untuk membayar sebesar Rp
773 miliar, sesuai dengan putusan Pengadilan.
‘’Dari awal kami selalu berusaha mencari jalan diluar pengadilan, kami bukan menolak upaya perdamaian yang diajukan oleh KBN, namun syarat yang mereka minta sulit untuk dipenuhi dan melanggar perjanjian awal yang kita tandatangani,’’ papar Widodo.
“Sesuai dengan UU PT, KCN selalu mengedepankan mencari keuntungan bagi banyak orang, bukan mencari keributan buat banyak orang,” tegas Widodo. (Chs)