Oleh : Azas Tigor Nainggolan
Advokat dan Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA).
JAKARTA, (Independensi.com) –
Beberapa hari lalu saya membaca ada beberapa pesan dan kritik atas kejadian penebangan 190 pohon di Monas di laman sosial media seorang kawan yang berasal dari para pihak yang mengaku dirinya pejuang lingkungan hidup dan aktivis kemanusiaan. Para pejuang dan aktivis itu mengecam aktivis lain yang mereka anggap diam saja ketika 190 pohon di Monas di tebang.
“Kemana kalian ? 190 pohon di Monas ditebang habis oleh Anies Baswedan tapi kalian bungkam. Kalian pengecut”, itu beberapa pernyataan kritik para aktivis. Kesal juga saya membaca isi kritik seperti itu. Saya langsung menjawab di laman sosial media teman itu, “kalian yang pengecut. Kalian yang bungkam. Kalian cuma berani omong kosong di sosial media. Kalian jangan hanya bertanya dan mengimbau saja di sosial media. Kalian tidak berani berhadapan dengan Anies Baswedan. Kalian tidak berani menghentikan tindakan Anies Baswedan menebang pohon di Monas itu. Tindakan Anies Baswedan sebagai gubernur Jakarta harusnya kalian laporkan ke Polisi. Ayo kalo kalian berani, laporkan Anies Baswedan ke Polda Metro Jaya”.
Tindakan penebangan 190 pohon di Monas itu adalah tindakan pidana lingkungan hidup yang diatur oleh UU no 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kejadian penebangan pohon di Jakarta juga pernah dilakukan oleh Gubernur Jakarta, Sutiyoso pada Oktober 2006. Atas penebangan itu pada tanggal 19 Oktober 2006 saya bersama mantan Menteri Lingkungan Hidup, Sonny Keraf melaporkan Gubernur Sutiyoso ke Polda Metro Jaya (https://m.detik.com/news/berita/d-698475/lebarkan-thamrin-sutiyoso-diadukan-eks-menteri-ke-polda).
Berangkat dari pengalaman pada tahun 2006 itu sudah seharusnya para warga Jakarta atau siapa saja yang memiliki perhatian khusus pada kepentingan lingkungan hidup di Jakarta dapat melaporkan ke polisi atau ke Polda Metro Jaya tindakan penebangan 190 pohon di Monas. Terutama para pihak yang mengaku dirinya pejuang lingkungan hidup dan aktivis kemanusiaan harusnya melaporkan Gubernur Jakarta Anies Baswedan ke Polda Metro Jaya. Para pihak yang mengaku pejuang lingkungan hidup dan aktivis kemanusiaan itu jangan hanya berani bicara dan kritik di media sosial saja.
Secara tegas dikatakan oleh UU no 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam pasal 1 ayat 2 dan 3 bahwa (2) Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. (3) Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan.
Aturan di atas bahwa lingkungan hidup harus dijaga dan pelanggaran atas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah pelanggaran hukum. Tindakan pengrusakan atas lingkungan hidup itu berarti merusak dan menghancurkan kepentingan hidup generasi masa depan. Jakarta saat ini baru memiliki sekitar 9% ruang terbuka hijau (RTH). Padahal harusnya sesuai ketetapan UU dan kebutuhan kota, Jakarta seharusnya memiliki 30% RTH. Kok RTH yang terbatas itu, masih sedikit malah ditebang dan dimusnahkan? Aneh kan tindakan dan cara berpikir Gubernur Jakarta Anies Baswedan. Seharusnya Monas sebagai RTH dijaga baik bukan malah ditebangi pohonnya. Jelas bahwa taman Monas sudah dibangun sejak lama, memang sebagai paru-paru Kota Jakarta. Keberadaan Monas sebagai paru-paru masih kita rasakan hingga hari ini manfaatnya. Jadi setiap tindakan merusak keberadaan lingkungan taman Monas adalah pelanggaran hukum dan harus kita cegah. Begitu diatur dalam pasal 22 UU tersebut bahwa Pasal 22
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal.
(2) Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria:
a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hingga hari ini saya belum pernah mendengar atau membaca di berita dilakukannya pertemuan AMDAL untuk membahas rencana penebangan 190 pohon di Monas itu. Jadi sangat mungkin tindakan penebangan 190 pohon di Monas tanpa memiliki AMDAL. Jadi laporan atas penebangan 190 pohon tersebut dapat dilakukan dan seharusnya segera dilakukan agar segera ada tindakan pemulihan dan penanaman pohon kembali di Monas.
Harus ada pihak atau aktivis lingkungan hidup yang berani melakukan pelaporan atas kasus penebangan 190 pohon di Monas. Apa pun alasannya jangan sampai kepentingan lingkungan hidup dikorbankan. Silahkan Gubernur Jakarta Anies Baswedan segera dilaporkan agar tidak sewenang-wenang dan menghancurkan Jakarta. Saya juga meminta kepada Gubernur Jakarta Anies Baswedan:
1. Menghentikan kegiatan pembangunan pasca penebangan 190 pohon di Monas.
2. Menanam kembali pohon pengganti atas penebangan 190 pohon di Monasdan memulihkan kondisi lingkungan hidup di Monas.
Jakarta, Minggu, 19 Januari 2020