Febri Diansyah

Ujian Bagi Advokat, Emas atau Loyang

Loading

Oleh Bachtiar Sitanggang

TAMPILNYA Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang menjadi bagian dari Tim Advokat yang mendampingi mantan Irjen Pol Ferdy Sambo yang telah kena Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH) dan isterinya Putri Chandrawati mendapat kecaman dari berbagai pihak, karena selama mengabdi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) keukeuh menegakkan hukum dan mewujudkan keadilan.

Dengan ikutnya mendampingi Ferdy Sambo dan isteri, mereka dianggap mengingkari integritasnya.

Bahkan ada yang menyarankan agar mengundurkan diri sebagai pendamping suami isteri yang diduga perencana pembunuhan atas Brigadir Polisi Novriansyah Josua Hutabarat di rumah dinas Kepala Divisi Provost dan Pengamanan (Kadivpropam) Polri di Duren Tiga Jakarta Selatan, Jumat, 8 Juli 2022.

Tetapi sebagai advokat, keduanya tidak masalah mendampingi siapapun, tentu tergantung kepada masing-masing yang bersangkutan, apakah sesuai dengan hati nuraninya sebagaimana Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) Pasal 3 (1).

Kepada keduanya juga diberikan keleluasaan untuk mengundurkan diri (menolak) untuk mendampingi Tersangka apabila bertentangan dengan hati nuraninya, artinya bahwa Febri dan Rasamala, diuji dalam kasus ini apakah emas atau loyang.

Sebagai advokat keduanya tentu mengingat lafal sumpahnya, “ Demi Allah saya bersumpah/saya berjanji: ……bahwa saya dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pemberi jasa hukum akan bertindak jujur, adil, dan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan keadilan (Pasal 4 (2) Alinea 3, UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Dengan tampilnya advokat yang masih segar belum tercemar oleh “maju tak gentar membela yang bayar”, diharapkan para Tersangka akan benar-benar diperlakukan sesuai dengan hukum yang berlaku sebagaimana keduanya terbiasa di KPK.

Berkat integritas dan kemampuan kedua, diharapkan akan terungkap apa sebenarnya motivasi pembunuhan Brigadir J yang sampai sekarang masih misterius dan teka-teki yang belum terjawab.

Dengan pengalaman Febri dan Rasamala yang tidak ada tawar-menawar ketika di KPK dengan dua alat bukti, langsung ditahan, tidak ada alasan kemanusiaan. Apakah keduanya mampu menyuarakan itu dalam kasus Ferdy dan Putri Chandrawati?

Selama ini kalau disebut motivasi pembunuhan itu adalah kehormatan, harkat dan martabat keluarga, melalui mantan juru bicara KPK tersebut, masyarakat berharap akan terungkap tanpa bumbu-bumbu.

Apakah ada pelecehan seksual dari almarhum terhadap Putri Chandrawati dan bagaimana bentuknya atau sebaliknya, seperti isteri Potifar pada awal sejarah dunia di Mesir kuno?

Dengan kredibilitas Febri dan Rasamala tidak akan “terjebak” dalam “Skenario 11 Juli” ada pelecehan dan tembak menembak sesama ajudan yang dilaporkan di Polres Jakarta Selatan karena telah di SP-3 Mabes Polri.

Febri dan Rasamala tentu tidak mau ditagih “darah” Brigadir J yang berteriak dari dalam kubur, sebagaimana “darah Habel” yang dibunuh abangnya Kain.

Kita berharap bahwa Febri dan Rasamala tidak seperti pendahulunya yang merasa dibohongi (kena prank-lelucon?) pada hal sudah sepenuh hati dan sekuat tenaga membela.

Bahkan ada advokat yang menyebut bahwa Bharada E (Richard Eliezer) yang menembak Brigadir J sebagai pahlawan, sebab kalau tidak dicegah jiwa orang-orang yang ada dalam rumah itu akan terancam oleh Brigadir J.

Bahwa Febri telah menemui para Tersangka suami isteri itu akan mengaku akan mengikuti proses hukum dan koperatif, suatu hal yang normatif, mudah-mudahan bentuk pelecehan di Magelang juga diungkap apa adanya.

Sebab akan mengurangi kredibilitas Febri dan Rasamala apabila ikut dengan “skenario Magelang” yang sungguh membingungkan logika hukumnya. Pelecehan terjadi di Magelang, tetapi laporan polisi di Polres Jakarta Selatan.

Oleh karenanya tampilnya Febri dan Rasamala tidak hanya sekedar mendampingi, tetapi sebagai “pejuang” tegaknya hukum dan keadilan di KPK, sekarang sebagai advokat terikat dengan Pasal 5 (1) UU No. 18/2003 tentang Advokat yang menentukan “Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan”.

Walaupun UU tidak memberi penjelasan makna kata “penegak hukum” itu, namun Febri berkewajiban untuk mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah sesuai hukum yang berlaku tidak hanya mengamini kehendak kliennya.

Bagi kedua pejuang hukum eks karyawan KPK ini, kasus ini akan menjadi “ujian emas bagi mereka” sesuai dengan sumpah/janji “Demi Allah….” (Zak 13:9).

Oleh karenanya, walau ada pihak yang tidak setuju Febri dan Rasamala menjadi Tim Hukum Tersangka suami isteri pembunuhan Brigadir J yang telah menguras energi dan moral bangsa serta mencoreng wajah Kepolisian dan mengorbankan sekitar 97-an personil Polri.

Kepada para advokat yang akan mendamping para tersangka “Tragedi Duren Tiga” seyogyanya diberikan kesempatan untuk menunjukkan kredibilitasnya sesuai sumpah/janji masing-masing, sebab mereka sudah mempertimbangkan sesuai hati nuraninya termasuk perasaan dan hubungan kekeluargaan, sekaligus pertaruhan integritas dan kredibilitasnya. ***

Penulis adalah wartawan senior dan advokat berdomisili di Jakarta.