JAKARTA (Independensi.com) – Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry menyatakan dirinya memantau kegaduhan yang terjadi di masyarakat pasca-kedatangan 49 TKA asal China di Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), beberapa hari lalu.
Herman mengungkapkan, kegaduhan ini tak lepas dari kesalahan informasi yang disampaikan Kapolda Sulawesi Tenggara, Brigjen Merdisyam, mengenai asal kedatangan para TKA tersebut.
“Misinformasi seperti ini jelas tidak dibutuhkan di tengah-tengah keseriusan pemerintah menghadapi perang melawan penyebaran virus Corona dan bisa menyebabkan kepanikan baru di masyarakat,” tegas Herman, Rabu (18/3).
.
Selain itu, lanjut Herman, harus juga diingat bahwa pada Pasal 3 Ayat 2 Peraturan Menkumham No. 7 Tahun 2020 mewajibkan seluruh TKA yang tiba di Indonesia harus menjalani karantina selama 14 hari. Padahal, sesuai keterangan Kepala Kantor Perwakilan Kementrian Hukum dan HAM Sultra, ke-49 TKA asal China itu belum dikarantina.
Herman pun meminta Kapolri Jenderal Idham Azis untuk melakukan evaluasi menyeluruh, terutama di Polda Sulawesi Tenggara.
“Saya juga meminta Kapolri untuk segera membangun koordinasi dan sinergi yang baik dengan jajaran Imigrasi pada Kementrian Hukum dan HAM di semua wilayah Republik Indonesia agar kejadian serupa tidak terjadi lagi,” ujar Herman.
Seperti diketahui, beberapa hari lalu Kapolda Sultra mengungkapkan 49 TKA China tiba di Bandara Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara. Kapolda menyebut mereka merupakan tenaga kerja asing dari perusahaan tambang.
Merdisyam menyebut puluhan TKA itu bukan dari China, melainkan dari Jakarta. Merdisyam mengatakan mereka dari Jakarta dalam rangka memperpanjang visa.
Merdisyam pun memastikan para TKA tersebut aman dari virus corona.
Ternyata, pernyataan Kapolda Sultra itu berbeda dari pihak Imigrasi.
Pihak Imigrasi menyatakan rombongan TKA China itu pernah positif virus Corona, dan masuk Indonesia dari Thailand. Mereka awalnya terbang dari China ke Thailand, dikarantina, lalu terbang ke Jakarta.
Sebanyak 49 TKA China itu berasal dari wilayah Henan. Pada 29 Februari, mereka tiba di Thailand. Mereka dikarantina di Negeri Gajah Putih hingga 15 Maret 2020, lalu mendapat sertifikat sehat.
Mereka tiba di Bandara Soekarno-Hatta setelah selesai dikarantina, yaitu pada 15 Maret. Setiba di Indonesia, mereka kemudian menjalani pemeriksaan oleh Karantina Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bandara Soekarno-Hatta.
KKP lalu menerbitkan kartu kewaspadaan kesehatan pada setiap orang di rombongan tersebut, dan petugas Imigrasi memberi mereka izin tinggal. Di hari yang sama, mereka terbang ke Kendari, Sulawesi Tenggara.