JAKARTA (Independensi.com)
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan soal mutasi, rotasi dan alih tugas di lingkungan kejaksaan adalah hal yang biasa dilakukan secara berkelanjutan sebagai suatu kebutuhan organisasi untuk lebih meningkatkan optimalisasi kinerja.
Oleh karena itu Jaksa Agung menepis serahterima jabatan di jajaran eselon I Kejaksaan kali ini yang merupakan tindak lanjut dari rotasi dan mutasi serta alih tugas, berkaitan dengan peristiwa yang belum lama ini mencuat ke pubik.
“Saya ingin tegaskan prosesi yang kita lakukan saat ini sama sekali tidak memiliki kaitannya dengan peristiwa yang belum lama ini mencuat ke publik,” kata Jaksa Agung dalam sambutannya seusai melantik dan menyaksikan serah-terima jabatan empat pejabat eselon I Kejaksaan di Aula Baharuddin Lopa, Kejagung, Jakarta, Rabu (12/8).
Ke empat pejabat yang dilantik yaitu Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intelijen) Sunarta, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Fadil Zumhana, Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM Was) Amir Yanto dan Staf Ahli bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Jan Samuel Maringka.
Dia mengakui kinerja para Jaksa Agung Muda (JAM) seyogyanya senantiasa dievaluasi sebagai bentuk penyegaran organisasi dan upaya memperkuat dan memperkokoh posisi, peran, dan fungsi Kejaksaan.
“Guna mengoptimalkan raihan target dan hasil. Sehingga lebih dipercaya dan lebih mendapat tempat di hati masyarakat,” katanya dalam acara dihadiri Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi, para Jaksa Agung Muda, Kepala Badiklat Kejaksaan dan Ketua Komisi Kejaksaan RI Barita Simanjuntak.
Seperti diketahui salah satu JAM yang dirotasi yaitu JAM Intelijen Jan Samuel Maringka menjadi Staf Ahli Bidang Datun. Dia digantikan Sunarta yang semula menjabat JAM Pidum.
Rotasi terhadap Jan Maringka seperti dikatakan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin di Gedung Bulat, Kejagung, Jakata Kamis (6/8) adalah sangat wajar dan sudah menjadi konsekuensi.
Karena kinerja Jan Maringka sebagai JAM Intelijen, tutur Boyamin, dianggap gagal setelah kecolongan dengan bebas keluar masuknya terpidana Djoko Soegiarto Tjandra di Indonesia saat masih menjadi buronan.
“Saya kira alasannya karena itu (kecolongan). Selain untuk penyegaran dan bukan berkaitan dengan yang lain, “ ucapnya. Dia menyebutkan kalau tidak ada kejadian Djoko Tjandra, mungkin JAM Intelijen tidak akan sampai di Staf Ahli-kan atau dirotasi pada jabatan yang kurang prestise. “Walau Staf Ahli Jaksa Agung eselonnya sama,” tuturnya.(muj)