JAKARTA (Independensi.com)
Bahar, 53, warga Kampung Birang, Kecamatan Gunung Tabur, Kabupaten Berau Kalimantan Timur tidak menyangka niatnya membelikan sebuah handphone bekas buat anaknya sempat membuahkan kegetiran.
Pasalnya selama hampir dua bulan dia harus mendekam di dalam penjara setelah menjadi tahanan Kepolisian Resort Berau dengan sangkaan menjadi penadah barang curian.
Karena handphone bekas yang dibeli dari orang yang baru dikenalnya ternyata merupakan barang hasil curian. Sebagai penadah Bahar pun dijerat penyidik kepolisian dengan pasal 480 KUHP.
Namun nasibnya sangat beruntung karena begitu menerima pelimpahan tersangka berikut barang-bukti dari penyidik setelah perkaranya lengkap atau P21, pihak Kejaksaan Negeri Berau tidak lama kemudian menghentikan penuntutan perkaranya.
“Kami hentikan karena kami kedepankan keadilan Restoratif seperti yang juga diatur dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Berau Jufri saat berbincang-bincang dengan Independensi.com, Kamis (3/9).
Dia menyebutkan keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku dan korban serta pihak lain yang terkait.
“Untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan,”jelasnya.
Oleh karena itu, tuturnya, dalam upaya menyelesaikan melalui keadilan restoratif tersebut pihaknya telah mempertemukan korban pencurian dengan Bahar selaku penadahnya.
“Dalam pertemuan itu pihak korban telah memaafkan pelaku dan membuat surat perjanjian damai. Pelaku pun setelah kita selidiki profesinya ternyata hanya seorang buruh bangunan,” ucap Jufri.
Selain itu dari pengakuan Bahar bahwa dirinya membelikan handphone bekas untuk anaknya hanya agar anaknya bisa belajar secara daring atau online karena saat ini masa pandemi covid 19. Sedangkan penjualnya mengaku sedang butuh uang.
“Uang untuk membeli handphone pun ternyata hasil meminjam dari kepala kampungnya, dan sebagai penggantinya dia bekerja sebagai pemasang batu di kampungnya ” ungkap Jufri.
Berdasarkan latarbelakang tersebut Kejari Berau kemudian mengajukan penghentian penuntutan perkara Bahar kepada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur dan ternyata disetujui.
“Penghentian penuntutan perkara pidana terhadap Bahar melalui keadilan restoratif mungkin juga yang pertama di Kalimantan Timur,” katanya seraya menyebutkan berdasarkan persetujuan Kejati tersebut pihaknya kemudian membebaskan Bahar dari penjara.
Selain itu, tutur dia, secara patungan jajaran Kejari Berau bahkan membelikan Bahar sebuah handphone baru untuk dipergunakan anaknya bisa belajar secara daring atau online.
“Kami belikan handphone baru karena kami iba dengan kondisi keluarganya dan sudah kami serahkan Selasa (1/9) lalu,” tutur Jufri mengakhiri bincang-bincang.(muj)