Tafsir yang Direstui

Loading

Oleh Yo Sugianto

Independensi.com – Persib Bandung akhirnya menjamu PS TNI di Stadion Si Jalak Harupat, Soreang, Kabupaten Bandung, Sabtu (5/8/2017) dengan kemenangan3-1. Pertandingan itu ditonton ribuan orang tanpa atribut. Mereka yang datang mengenakan jersey Persib diminta untuk ditanggalkan, diganti dengan kaos warna hitam yang sudah disiapkan Panitia Pelaksana Persib.

Sebuah media online menyebutkan meski tanpa menggunakan atribut dan tetabuhan, para penonton tetap memperlihatkan sikap sebagai Bobotoh. Terdengar teriakan ‘Persib Bandung, Persib Bandung’ sebelum laga dimulai.

Adanya penonton (baca; bobotoh) tanpa atribut itu menjadi anti klimaks bagi PSSI, sanksi yang diberikan Komisi Disiplin (Komdis) ditafsirkan sendiri oleh Persib. Tak Cuma itu, penegasan Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi bahwa pertandingan tersebut tanpa penonton, pada akhirnya hanya jadi pernyataan belaka.

Komdis PSSI pada 27 Juli 2017 menghukum Persib karena adanya pelemparan dan pemukulan oleh bobotoh terhadap pemain Persija. Dalam peristiwa itu pun terdapat korban jiwa yakni Ricko Andrean Maulana yang dikeroyok oleh sesama bobotoh karena dianggap anggota Jakmania.

Yo Sugianto

Hukuman bagi Persib itu berbunyi “Pelarangan untuk memasuki stadion sebanyak 5x (lima kali) untuk suporter Persib Bandung karena telah melakukan pelanggaran berulang.”

Sedangkan jenis pelanggarannya, Komdis menyebutkan (seperti tertera di laman resmi PSSI) : – Jenis pelanggaran: Penonton – Suporter Persib Bandung melakukan pelemparan dan pemukulan kepada pemain Persija Jakarta
Penyebutan “Penonton-Suporter” dalam keputusan Komdis PSSI itu bisa bermakna ganda yakni dibedakannya penonton dan suporter, atau penonton itu juga suporter. Manajer Persib, Umuh Mochtar (seperti dilansir dalam laman resmi Persib) menafsirkan hukuman itu tetap membolehkan adanya penonton tanpa atribut dan yel-yel. Persib pun mengumumkan penjualan tiket pertandingan.
Keputusan Komdis PSSI yang hanya menyebut “suporter” itu berbeda dengan keputusannya pada 21 Juni 2017 yang menghukum pendukung Persis Solo tidak boleh datang ke stadion 3 kali dan denda Rp 15 juta. Komdis dalam keputusannya menyebutkan “Persis Solo dikenakan sanksi berupa larangan memakai atribut ke dalam stadion…..”.
Begitu juga dengan keputusannya pada 13 Juni 2017, Komdis PSSI yang menghukum Persib Bandung karena suporternya masuk ke lapangan dan membakar flare saat menjalani laga tandang melawan Bhayangkara FC. Selain denda Rp 45 Juta, Komdis PSSI menyebut adanya “larangan memakai atribut ke dalam stadion sebanyak 3 kali”.

Tafsir

Menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi PSSI menghadapi situasi seperti itu. Jika tidak dilakukan tindakan tegas, tim lain (termasuk peserta Liga 2) bisa memberi tafsir tersendiri, karena Persib bisa melakukan hal yang sama sebelumnya, dan direstui oleh PSSI. Preseden ini bisa muncul. Ini pun tidak mudah karena federasi sendiri yang merestui adanya penonton tanpa atribut dan yel-yel.

Komdis perlu membuat pengumuman hasil sidangnya di laman PSSI dengan jelas. Semisal hukuman tanpa penonton ya disebutkan dengan jelas bahwa itu tanpa penonton, bukan hanya suporter. Jika memang sudah jelas, tentu ada ketidakjelian dari pengelola laman resmi PSSI, yang membuat judul berita pun tampak amatiran.

Selain itu juga pada redaksional hukuman perlu lebih jelas lagi, seperti contoh keputusan yang ditampilkan di laman resmi PSSI : “Persib Bandung dikenakan sansi berupa larangan memakai atribut ke dalam stadion sebanyak 3 kali dan denda Rp. 45.000.000,- karena terbukti supporter Persib Bandung masuk ke dalam lapangan dan membakar flare pada pertandingan Bhayangkara FC melawan Persib Bandung.” Siapa yang dilarang menggunakan atribut, suporter ataukah klub?.

Komdis, juga PSSI, bisa belajar tentang pengertian suporter dan penonton dari Prof.Suryanto, pakar psikologi dari Universitas Airlangga, yang mengatakan bahwa keduanya punya makna yang berbeda, terlebih jika digunakan dalam persepakbolaan.
Penonton adalah orang yang melihat atau menyaksikan pertandingan sepakbola, sehingga bersifat pasif.

Sementara itu suporter adalah orang yang memberikan dukungan, sehingga bersifat aktif.  Di lingkungan sepakbola, suporter erat kaitannya dengan dukungan yang dilandasi oleh perasaan cinta dan fanatisme terhadap tim.

Anak Emas

Langkah lain yang perlu dilakukan PSSI adalah meminimalisir persepsi adanya perlakuan khusus terhadap Persib Bandung sehingga kerap terlontar ucapan “maklum anak emas”. Bisa jadi yang dimaksud memperlakukan Persib sebagai anak emas bisa PSSI atau PT Liga Indonesia Baru yang sangat kental warna “Persib”nya.

Di era media sosial yang begitu terbuka, dengan informasi secara live atau instan, berbagai persepsi negatif yang muncul tidak bisa dipandang sebelah mata oleh PSSI dengan mengatakan “terserah apa pendapat orang.”. Pendiaman terhadap suatu isyu yang minus, akan menyuburkan pendapat bahwa itu benar adanya.

Bila berbagai kejanggalan dan persepsi negatif itu dibiarkan, kepercayaan masyarakat terhadap PSSI yang mulai tergerus akan makin pupus. Reformasi sepakbola pun akan bernasib sama dengan reformasi di beberapa bidang lainnya di negeri ini. (*)

Yo Sugianto, penggemar puisi dan sepakbola, tinggal di Jogjakarta