JAKARTA (IndependensI.com) – Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta menetapkan nilai jual obyek pajak (NJOP) sebesar Rp3,5 juta per meter persegi untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pulau C dan D. NJOP untuk kawasan reklamasi Teluk Jakarta itu dinilai terlalu rendah.
Sebagai perbandingan, NJOP tanah di proyek reklamasi lainnya, Pulau H, mencapai Rp25 juta per meter persegi.
Pulau H dijual untuk perorangan. Hak Guna Bangunan Pulau C dan D diberikan kepada anak perusahaan Agung Sedayu Group yaitu PT Kapuk Naga Indah.
Penetapan NJOP yang jauh berbeda di kawasan yang sama ini menimbulkan pertanyaan. Komisi C DPRD DKI akan meminta keterangan dari Kepala BPRD, Edi Sumantri, setelah yang bersangkutan kembali dari ibadah haji.
Kesewenang-wenangan BPRD dalam menentukan PBB bukan baru kali ini terjadi. Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 menjadi salah satu korban dengan terjadinya penyusutan luasan lahan di tagihan PBB 2017.
Lahan yayasan yang berada di kawasan Sunter, Jakarta Utara, menyusut dari 47.275 meter persegi pada 2010-2015 menjadi 16.171 meter persegi pada 2017. Pihak yayasan kemudian menggugat Unit Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah (UPPRD) Tanjung Priok, Jakarta Utara dengan nomor perkara 68/G/2017 / PTUN.JKT.
“Aparat pemerintah punya kebiasaan buruk yang terus dipelihara. Mereka sering menggunakan kewenangannya untuk membuat keputusan,” kata Ketua Dewan Pembina UTA’45, Rudyono Darsono, Senin (4/9/2017).
“Kalau tidak ada keluhan dari warga, mereka akan diam saja dan menganggap keputusannya sudah bagus. Jika ada warga yang mengeluh, baru mereka sibuk mencari pembenaran,” ujarnya.