Kentaro Nanayama (Dokumentasi)

Pegolf Indonesia Bangkit di Kejuaraan Asia Tenggara

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Gagal mencapai target di SEA Games Kuala Lumpur seperti yang dicanangkan oleh PB PGI, bukan berarti harus surut untuk tetap berprestasi. Hal ini dibuktikan oleh Naraajie Emerald Ramadhan Putra, Jonathan Wijono, Almay Rayhan Yaquta, Kevin C Akbar, dan Rivani Adelia Sihotang.

Terbukti berada di posisi yang tidak diunggulkan, Naraajie dan kawan-kawan berhasil menyulitkan kompetitor mereka pada event South East Asian Amateur Team Golf Championship (SEA ATGC) atau Kejuaraan Golf Beregu Amatir Asia Tenggara, yang berlangsung di Gading Serpong Golf Club, Tangerang, pada awal pekan September lalu.

“Saya sangat menghargai perjuangan adik-adik. Mereka praktis hanya beristirahat kurang lebih tiga hari sekembalinya mereka dari SEA Games. Setelah itu mereka berlatih bersama untuk tampil dalam kejuaraan ini,” ungkap Alga Topan pelatih golf nasional saat berbincang-bincang dengan IndependensI.com.

”Betul bahwa dalam event ini pun mereka gagal merebut medali emas. Tapi, sebagai tuan rumah, penampilan mereka cukup stabil dan cukup menyulitkan para kompetitor kita dalam event ini seperti tim dari Malaysia, Singapura, dan Thailand,” tambahnya.

Kejuaraan golf amatir beregu se-Asia Tenggara tersebut adalah salah satu event yang sangat prestisius, karena selain diikuti oleh tim golf dari negara-negara ASEAN seperti Myanmar, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Filipina, dan Indonesia sebagai tuan rumah, juga tim golf dari Hong Kong.

Ketua Umum PB PGI Murdaya Po (tengah) berfoto dengan para juara.

Sejak digulirkan pada 1960 kejuaraan tersebut dikenal dengan nama Putra Cup. Di kemudian hari, seiring dengan pertumbuhan olahraga golf di Asia Tenggara, kejuaraan yang idenya dicetuskan oleh mendiang Perdana Menteri Malaysia saat itu, Tunku Abdul Rahman, menghadirkan event pendukung.

Antara lain Lion City Cup persembahan dari asosiasi golf Singapura pada 2004.Disusul Thailand yang mempersembahkan event Santi Cup pada 2009, dan Indonesia (PB PGI) mempersembahkan event Kartini Cup pada 2013.

Sejak saat itu, event yang awalnya lebih dikenal dengan nama Putra Cup tersebut, lebih mengutamakan teritorial South East Asian Amateur Team Golf Championship.

Walaupun nuansa spirit persahabatan terasa sangat menonjol – setiap kali event tersebut diselenggarakan secara bergilir di negara-negara anggota ASEAN – namun persaingan antarpemain di lapangan tetap tidak terhindarkan.

Tahun ini South East Asian Amateur Team Golf Championship memasuki tahun ke-57.Sebanyak 73 pegolf putra dan putri, termasuk tuan rumah Indonesia yang menurunkan 13 pegolf terbaiknya untuk berkompetisi di Putra Cup (khusus pegolf putra), Lion City Cup (khusus pegolf putra), Santi Cup (khusus pegolf putri) dan Kartini Cup (khusus pegolf putri).

Ke-13 pegolf Indonesia terdiri dari Naraajie Emerald Ramadhan Putra, Jonathan Wijono, Kevin C Akbar, Almay Rayhan Yaquta berkompetisi di event Putra Cup.Disusul Kentaro Nanayama, Alfred Raja Sitohang dan Dominikus Glenn yang bersaing di event Lion City Cup. Lalu Rivani Adelia Sihotang, Patricia Walanda S dan Michella Tjan yang bertanding di Santi Cup. Terakhir adalah Natalia Yoko, Nattania Damarisa Rim dan Ribka Vania yang tampil di Kartini Cup.

Dengan materi pemain lapis pertama (anggota timnas SEA Games) dan lapis kedua, prestasi yang ditorehkan oleh pegolf kita lumayan bagus.

Naraajie dan kawan-kawan yang berkompetisi di event Putra Cup berhasil merebut posisi ketiga beregu.

Hal yang sama juga diperoleh Kentaro Nanayama dan kawan-kawan.Selain merebut posisi ketiga beregu di event Lion City Cup, Kentaro Nanayama juga berhasil menempatkan dirinya di posisi ketiga individu.

Sementara Patricia Walanda Sinolungan dan kawan-kawan yang yang bertanding di Santi Cup merebut posisi kedua beregu. Dan, seperti Kentaro, Patricia pun berhasil menduduki posisi ketiga di nomor individu.

Disusul oleh Rivani Adelia Sihotang dan kawan-kawan yang berhasil merebut tempat ketiga beregu di event Kartini Cup.

Mencermati keberhasilan para pegolf tuan rumah yang tampil di Putra Cup, Lion City Cup, Santi Cup dan Kartini Cup terutama dan khususnya pemain lapis kedua seperti Kentaro Nanayama (pegolf berdarah Jawa dari pihak ibu dan Jepang dari pihak ayah) dan Patricia Walanda Sinolungan, tampaknya pengurus PGI di bawah pimpinan Murdaya Po harus terus memantau kedua pegolf muda ini. Pasalnya, baik Kentaro maupun Patricia, sepanjang keikutsertaannya dalam event kali ini, tampil lumayan konsisten.

Ternyata, sebagaimana yang kemudian diungkapkan oleh Alga Topan kepada independensi.com, tidak hanya Kentaro dan Patricia saja yang akan dipantau perkembangannya. Tapi, seluruh pemain yang tampil di SEA-ATGC tahun ini akan terus dimonitor.

“Apalagi dengan adanya sistem promosi dan degradasi, bukan tidak mungkin tidak hanya Kentaro dan Patricia, akan tetapi yang lain dapat dipromosikan untuk menggantikan Naraajie dan Rivani yang saat ini berada dalam pemusatan latinan nasional jangka panjang yang merupakan program pemerintah melalui Satlak Prima,” papar Alga Topan seraya menambahkan bahwa PB PGI saat ini memiliki platform pelatihan yang sama dan tahun ini pun mulai diterapkan program NDP – National Development Program.

Melalui program tersebut para pemain yang jumlahnya sebanyak 30 orang yang dua di antaranya adalah Kentaro Nanayama dan Patricia Walanda Sinulungan, memberi kesempatan sebanyak mungkin kepada para pemain untuk mendapat pengalaman bertanding dan menjadi juara.

Demi terwujudnya program tersebut PB PGI juga memberi dukungan dalam bentuk memberikan subsidi kepada para pemain yang mengikuti turnamen di luar negeri sebagai ajang uji coba atau pelatihan khusus seperti training assessment yang pernah diselenggarakan.

Seperti diketahui dalam South East Asian Amateur Team Golf Championship 2017, yang berlangsung di Gading Raya Golf Club pada awal pekan September lalu, pegolf putra dan putri dari Thailand yang tampil berkompetisi di Putra Cup, Lion City Cup, Santi Cup dan Kartini Cup merebut semua gelar juara, baik di nomor team maupun individu.Bahkan untuk skor terbaik harian selama event tersebut berlangsung, dominasi pegolf putra dan putri dari negeri Gajah Putih nyaris tak terbendung.

Menjawab pertanyaan mengenai ketangguhan tim golf putra putri Thailand yang menyapu bersih gelar juara di Saouth East Asian Amateur Golf Championship 2017, sambil tersenyum penuh arti, Alga Topan menjawab: “Yang bisa menjawab pertanyaan tersebut dengan benar, hanya ofisial dari Thailand… Sebagai orang luar, saya hanya bisa menduga-duga.”

“Tapi, sebagai orang luar, menurut saya… kalau saya boleh menganalisa tradisi pergolfan di Thailand, dari level daerah sampai ke pusat… Kalau di sini kira-kira sama dengan pengkab/pengkot, pengprov sampai ke tingkat nasional… Semuanya memiliki visi dan misi yang sama bagaimana membina sekaligus meningkatkan prestasi pegolf mereka baik di tingkat kota, kabupaten, provinsi maupun sampai ke tingkat nasional.”

“Karena platform mereka sangat terencana, terpadu dan berjenjang, wajar kalau di sana (Thailand) tidak pernah kekurangan pemain golf yang bagus… Itu semua, menurut saya, mengapa populasi atlet golf bertalenta besar hampir bermunculan yang setiap daerah yang ada di sana.”

Menggarisbawahi pemaparan Alga Topan, IndependensI.com pun bertanya-tanya, lalu ngapain aja tuh Pengprov Pengprov PGI di tiap-tiap provinsi yang ada di Republik tercinta ini?

Kita jangan bicara PGI yang ada di tingkat kota (Pengkot) dan atau di tingkat kabupaten (Pengkab). Masalahnya, budaya paternalistik di bumi pertiwi ini, suka tidak suka, masih terus tumbuh dan berkembang.

Artinya, kalau Bupati dan atau Walikota yang menjabat di suatu daerah di Republik ini tidak suka bermain golf, jangan harap dari daerah tersebut akan muncul atlet golf.

Jadi, sia-sia sajalah kita bicara keberadaan dan kiprah PGI di tingkat provinsi. Bagaimana mungkin pengkot/pengkab yang ada di suatu provinsi di Republik ini menggerakkan aktivitas mereka sebagai stake holder pergolfan di tingkat kota dan atau kabupaten tempat domisili mereka bila di tingkat provinsi saja tidak ada kegiatan?

Sungguh sangat ironis, sejak era Orde Baru (d/h belum ada istilah Pengprov tapi Komda PGI) sampai era Reformasi seperti saat ini, Pengprov, yang merupakan kepanjangan tangan PB PGI di daerah, kelihatan adem-ayem saja. Tapi, begitu akan ada Munas, semuanya bicara. Kasak-kusuk ke sana ke sini mencari informasi tentang “ketidakbecusan” PB PGI serta “kegagalan”-nya untuk dijadikan sebagai bahan “serangan balik” agar calon yang diusungnya menang…

Berbeda dengan di Thailand, seperti yang disampaikan Alga Topan kepada independen.com, kenapa olahraga golf di sana maju pesat, karena selain populasi jumlah pemain berbakatnya cukup merata di tiap-tiap provinsi, pemerintahnya juga sangat mendukung.

Alga Topan, sebagai pelatih nasional, memang tidak berada dalam kapasitas untuk bicara masalah yang berhubungan dengan dukungan pemerintah terhadap olahraga golf, karena bukan cuma golf yang menjadi perhatian pemetintah.Tapi semua cabang olahraga yang dipertandingankan di SEA Games, Asian Games dan Olimpiade.

Yang jelas, cabor golf pun memiliki nasib yang sama dengan cabor lainnya terutama dan khususnya saat mereka tampil di SEA Games yang baru lalu di Kuala Lumpur. “Kalau ada atlet dari cabang olahraga lain mengalami keterlambatan dalam hal yang ada hubungannya dengan uang saku dan lain-lain.Hal yang sama juga dialami oleh para pegolf. Tapi, sepanjang masalah tersebut bisa ditemukan solusinya melalui kebijaksaan yang ditempuh oleh PB PGI, ngapainlah ribut-ribut.”

“Jadi, jangan dikira kalau kita tidak dirundung masalah… Cuma, memang, Pengurus Besar Persatuan Golf Indonesia sangat peduli terhadap problematik yang dihadapi baik oleh para atlet maupun official, sehingga orang di luar sana menganggap kita berada di zona nyaman. Padahal tidak!” kata Alga Topan mengakhiri obrolannya bersama IndependensI.com. (Toto Prawoto)