IndependensI.com – Joko Widodo dan Muhammad Yusuf Kalla, telah tiga tahun menjadi Presiden dan Wakil Presiden Negara Kesatuan Republk Indonesia, waktu tiga tahun itu terasa sebentar dan seolah baru kemarin, namun kalau dibandingkan dengan hasil-hasil kinerjanya seolah sudah berpuluh-puluh tahun.
Mengapa? Tentu ada alasan, bahwa pemerintahan saat ini telah berupaya membuktikan bahwa NKRI dari Sabang – Merauke dari Miangas sampai Rote yang dilakukan dengan tol laut, pembangunan dermaga dan lapangan udara sera pembukaan jalan darat dengan pembangunan bendungan serta pembangkit listrik.
Dengan pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah akan mempermudah distribusi barang dan jasa dari pusat-pusat produksi pertanian dan industri dari satu daerah ke daerah lain sehingga mendorong masyarakat untuk meningkatkan kreativitasnya dalam menunjang perekoonomian nasional, sekaligus membuka isolasi dan ketertinggalan sauatu daerah dari daerah lain.
Apa yang dilakukan selama tiga tahun ini hampir mencengangkan bila dibandingkan selama 32 tahun pemerintahan Soeharto termasuk selama dua periode kepemimpinan Susio Bambang Yudhoyono.
Mungkin saja Soeharto, BJ Habibie, Abdurrachman Wahid (Gus Dur), Megawati serta Susilo Bambang Yudhoyono telah berhasil meletakkan dasar-dasarnya, tibalah saatnya Jokowi-JK membangun di atas dasar-dasar yang diletakkan para pendahulunya itu.
Sebab secara ideologi Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta telah berhasil menghantar bangsa Indonesia ke pintu kemerdekaan meletakkan dasar negara kita sebagai NKRI yaitu Pancasila dan UUD 1945 dengan segala kebhinnekaannya namun satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa yaitu Indonesia dengan Proklamasi 17 Agustus 1945.
Jokowi-JK adalah manusia biasa dengan segala kelemahan dan kekurangan, oleh karenanya wajar ada yang tidak puas, namun tidaklah baik bila kekurangan dan keterbatasan itu menutup mata kita terhadap apa yang telah dicapai pemerintahan Jokowi-JK.
Mungkin masyarakat terutama elit politik tidak merasakan apa yang sudah dinikmati penduduk di pedalaman Papua di mana harga bahan bakar minya dan harga semen telah sama dengan di Jakarta, suatu prestasi yang tidak terbayangkan selama ini termasuk tidak terpikirkan oleh pemerintahan periode sebelumnya.
Dengan adanya tol laut harga kebutuhan pokok di pulau-pulau terdepan dengan di kota-kota besar menjadi sama sehingga kehidupan sesama warga negara tidak lagi berbeda atau dibedakan oleh kebijakan serta terabaikan.
Sebanyak 174 juta penduduk Indonesia telah menikmati fasilitas kesehatan dengan adanya program BPJS dan 17,29 juta anak-anak yang menikmati pelayanan pendidikan dengan adanya Proyek Indonesia Pintar (PIP), sehingga program pemerintah telah menjangkau rakyat kecil di pedesaan, perbatasan dan pulau-pulau terdepan.
Sebenarnya, wajar saja kalau ada kritik terhadap capaian Kabinet Kerja Jokowi-JK, tetapi adalah keliru kalau ada yang menutup mata dengan kemajuan itu walaupun masa kerja lima tahun masih ada sisa dua tahun lagi. Pembangunan Indonesia yang dilakukan Jokowi-JK sebagai pengamalan Pancasila harus diappressiasi, kecuali ada niat tidak baik sehingga apa yang dikerjaknan kabinet Jokowi-JK dianggap pencitraan belaka.
Membangun itu membutuhkan dana, sehingga kalau hutang Pemerintah Indonesia bertambah suatu hal wajar, tetapi hutang yang ada sekarang adalah warisan masa lalu. Kalau sekarang pemerintah berhutang, hasil dari hutang itu nyata, bisa dinikmati rakyat dibandingkan yang sebelumnya kurang nyata yaitupembangunan infrastruktur.
Jokowi-JK tidak hanya di belakang meja dan tidak hanya menerima laporan Asal Bapak Senang (ABS), kedunya juga terjun ke lapangan, sehingga kalau ada yang ditegor atau ditindak adalah buah dari suatu keinginan untuk melaksanakan tugas secara baik dan benar, karenanya adalah wajar apabila Presiden tetap kukuh mendukung KPK dalam memberantas korupsi termasuk Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Demikian juga pembubaaran atau likuidasi badan-badan atau perusahaan yang selama ini dianggap mengerogoti keuangan negara termasuk memperumit dan mempersulit pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, seperti pembubaran PT Pertamina Energy Trading (PT Petral) karena dianggap memperpanjang mata rantai jual-beli BBM kebutuhan dalam negeri yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi.
Dengan ketegasan dalam bertindak dari Jokowi-JK dalam pemberantasan korupsi serta pembubaran PT Petral tentu membawa risiko serta banyak yang merasa terusik kenyamanannya. Karenanya adalah wajar apabila kebijakan Kabinet Kerja Jokowi-JK sering “diserang”pihak tertentu.
Setelah tiga tahun masa bhakti Jokowi-JK, maka sisa dua tahun menantang rasa dan sikap nasionalisme para elit politik, pemuka masyarakat; akademisi dan intelektual, untuk mendukung pelaksanaan pembangunan menyeluruh yang dikerjakan Jokowi-JK selama dua tahun ini.
Hendaknya semua pihak memberikan siatuasi yang kondusif kepada Pemerintah untuk melaksanakan program pembangun dengan memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi.
Dalam menghadapi pemilihan umum Presiden/Wakil Presiden tahun 2019 terbuka peluang untuk bersaing secara adil, jujur, baik dan benar sebagai ciri suatu negara demokrasi.
Tidak jamannya lagi menangguk keuntungan dengan mempekeruh situasi dengan “menyerang” rival, melainkan bersaing melalui program yang dibutuhkan masyarakat dengan standard etika dan moral bangsa sebagaimana apa yang tercantum dalam UUD 1945.
Sebagai negara yang telah merdeka 72 tahun, masyarakat Indonesia sudah memiliki kedewasaan dalam berdemokrasi terutama dalam memilih pemimpinnya, dalam memilih pemimpin itulah masyarakat akan menilai tingkat kedewasaan berpolitik para calon-calon yang tampil. (Bch)