JAKARTA (IndependensI.com) – Pemerintah akan mendorong keterbukaan pajak bidang pertambangan. Keterbukaan bidang pajak pertambangan itu penting demi penerimaan negara sekaligus mencegah korupsi. Selama ini diduga besar masih banyak pihak tertentu yang mempermainkan pajak bidang pertambangan, sehingga negara dirugikan.
Pemerintah tengah mendorong transparansi kewajiban pajak bagi perusahaan pertambangan di seluruh Indonesia. “Bapak Presiden dan Menteri Keuangan juga menginginkan adanya keterbukaan dalam perpajakan. Jadi, sekarang kami minta setiap dokumen yang diajukan itu harus mencantumkan NPWP sampai ‘Beneficial Ownership’,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan di Jakarta, Rabu (15/11/2017).
Terkait kepemilikan saham di perusahaan tambang, semua perusahaan harus dimiliki oleh perorangan, tidak boleh mengatasnamakan Badan. “Kalau beneficial owner harus orang, tidak bisa Badan,” tegas Jonan.
Jonan mengaku, upaya ini penting dilakukan agar kepemilikan saham industri tambang memiliki kejelasan. Dengan begitu, tidak menimbulkan kerugian bagi penerimaan negara dan mampu mencegah korupsi, penghindaran pajak, pembiayaan terosisme, dan praktik pencucian uang.
Untuk mencegah hal tersebut, beberapa waktu yang lalu, Kementerian ESDM mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 48 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pengusahaan di Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral.
Permen ESDM tersebut bertujuan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan iklim investasi di sektor ESDM.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, Selasa (14/11/2017) di Kementerian ESDM, Jakarta menandatangani 13 Naskah Amandemen Kontrak Perjanjian Karya/Kerja Sama Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Penandatanganan ini sebagai pelaksanaan dari amanat Pasal 169 Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang mengamanatkan ketentuan pada KK dan PKP2B harus disesuaikan dengan Undang-Undang dan Peraturan turunannya.
Sejumlah 13 PKP2B tersebut terdiri atas: – 4 PKP2B Generasi I atas nama PT Arutmin Indonesia, PT Kaltim Prima Coal, PT Berau Coal, dan PT Kideco Jaya Agung – 1 PKP2B Generasi II atas nama PT Barasentosa Lestari – 8 PKP2B Generasi III masing-masing atas nama PT Intitirta Primasakti, PT Juloi Coal, PT Kalteng Coal, PT Lahai Coal, PT Maruwai Coal, PT Pari Coal, PT Ratah Coal dan PT Sumber Barito Coal Selain itu, terkait isu penting dalam renegosiasi Amandemen PKP2B adalah pertama tentang wilayah perjanjian dan kelanjutan operasi penambangan.