JAKARTA (Independensi.com) – Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat (24/11/2017) pagi, bergerak menguat sebesar 23 poin menjadi Rp13.488 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp13.511 per dolar Amerika Serikat (AS).
“Pascarilis notulen pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada awal November lalu, dolar AS cenderung mengalami pelemahan, sebagian pelaku pasar uang memperkirakan kenaikan suku bunga acuan Fed tidak akan agresif,” kata Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan bahwa sebagian pelaku pasar menilai The Fed masih akan memertahankan suku bunganya pada Desember tahun ini mengingat inflasi Amerika Serikat yang masih melambat, kondisi itu tidak sesuai dengan ekspektasi pasar sebelumnya dimana The Fed memiliki satu kali kesempatan untuk menaikan suku bunganya.
“Kenaikan suku bunga The Fed kemungkinan baru akan terjadi pada tahun depan. Situasi itu dimanfaatkan sebagian pelaku pasar untuk masuk ke aset mata uang berisiko, termasuk rupiah,” katanya.
Kepala Riset Monex Investindo Ariston Tjendra menambahkan bahwa risalah pertemuan FOMC berisi pandangan beragam antara optimisme tentang ekonomi AS dan kekhawatiran tentang pasar keuangan. Namun demikian, kesimpulan dari risalah itu adalah rencana kenaikan suku bunga pada tahun 2018 tetap berada di jalur yang benar.
“Risalah The Fed menunjukkan pandangan yang solid mengenai pertumbuhan pasar tenaga kerja, belanja konsumen dan manufaktur.Namun, pejabat The Fed masih ragu inflasi akan mencapai target,” katanya.
Sementara itu, lanjut dia, optimisnya outlook harga komoditas juga berpeluang menjadi katalis positif untuk mata uang berbasis komoditas, seperti rupiah. Harga minyak mentah yang stabil di atas level 50 dolar AS per barel menjadi salah satu faktor yang menjaga harga komoditas lainnya.
Terpantau, harga minyak mentah jenis WTI Crude pada Jumat (24/11) pagi ini berada di posisi 58,44 dolar AS per barel, sementara minyak mentah jenis Brent Crude di posisi 63,36 dolar AS per barel. (Ant)