Ketua Lembaga Dakwah PBNU Maman Imanulhaq (kanan)

Kiai Maman: Pesantren Pelopor Gerakan Perang Melawan Hoaks

Loading

CIREBON (IndependensI.com) – Mudahnya beredar berita bohong atau hoaks yang bisa memicu keserahan masyarakat adalah paradok milenial. Kemudahan berkomunikasi di era digital justru menjadi penyebab permusuhan sesama anak bangsa.

Hal ini dikatakan Ketua Lembaga Dakwah PBNU, KH Maman Imanulhaq dalam Seminar Nasional bertajuk, “Peran Santri dalam Membangun Bangsa di Era Milenial,” di Ponpes Assalafie, Babakan Ciwaringin, Cirebon, Selasa (26/12/2017).

“Karenanya, pesantren harus mengambil peran sebagai pelopor gerakan literasi generasi milenial, untuk mencegah menjamurnya hoaks,” kata Kang Maman sapaan akrab Maman Imanulhaq.

Seminar yang digelar untuk memperingati Maulid Nabi itu menghadirkan pembicara Wakil Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yogjakarta, DR. KH. Waryono Abdul Ghafur, M. Ag. Sejumlah tokoh hadir antara lain Ketua PCNU Cirebon, KH Aziz Hakiem Syaerozie, Pengasuh PP Assalafie KH Azka Hamam Syaerozie, DR KH Arwanie Syaerozie, KH Asep Saefulloh, dan KH Burhanuddin.

Kang Maman, menegaskan, Undang –undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tak memadai untuk meminimalisir mewabahnya hoaks. Oleh sebab itu, harus ada gerakan literasi yang mampu mencerdaskan generasi milenial.

” Di sinilah, pentingnya pesantren,” ujarnya.

Menurut anggota Fraksi PKB DPR RI itu, sejak manusia mengenal tulisan dan berhasil menciptakan kertas, peradaban manusia mengalami kemajuan pesat. Sekarang era digital yang melahirkan social, kata dia, media seharusnya menjadikan penggunanya lebih cerdas, bijak dan manusiawi.

” Tapi realitanya justru banyak yang terlihat tidak rasional, mudah emosi dan terjebak sekterian gara-gara social media,” kata pengasuh Pondok Pesantern Al Mizan, Jatiwangi, Majalengka itu.

Dalam kesempatan itu Kang Maman juga memotivasi keluarga besar Pesantern Assalafie untuk menulis apa saja yang berkaitan dengan lingkungan terdekat, misalnya, sejarah, tokoh, kuliner dan dinamika masyarakat.

” Tulisan itu ibarat kotak yang menyimpan permata dan sekaligus jembatan antar generasi terdahulu dengan generasi yang hidup jauh setelahnya,” ujarnya. (Putra)