JAKARTA (IndependensI.com) – Facebook menyusun ulang prosedur keamanan data penggunanya, Rabu (28/3/2018). Perubahan dilakukan untuk mencegah berulangnya penyedotan informasi secara diam-diam oleh pihak lain.
Perangkat privasi baru ini memberi pemilik akun Facebook wewenang lebih besar untuk mengelola informasi yang dibagikan. Jejaring sosial itu menuai kecaman setelah informasi puluhan juta penggunanya disedot Cambridge Analytica. Data tersebut diduga digunakan untuk membantu Donald Trump dalam kampanye presiden AS 2016.
Facebook menyadari bahwa mereka harus “melakukan lebih banyak lagi untuk memastikan semua orang mengetahuinya”. Tapi mereka juga mengatakan bahwa perubahan “perlu waktu”.
“Kami sudah mendengar dengan jelas bahwa tombol untuk mengelola privasi dan perangkat penting lain sulit ditemukan,” kata kepala divisi privasi, Erin Egan, dan deputi penasihat umum, Ashlie Beringer, di blognya.
“Yang kami maksudkan adalah langkah tambahan untuk membuat pengguna bisa lebih memantau privasinya.”
Pembaruan sistem keamanan ini mencakup akses yang lebih mudah ke halaman penyetelan dan perangkat yang mudah dicari. Facebook juga akan memudahkan pengguna mengunduh dan menghapus data pribadi yang tersimpan di media sosial itu.
Facebook menyediakan beberapa shortcut baru untuk memudahkan pengguna mengakses pengelolaan keamanan akunnya. Pengguna juga bisa memilih siapa saja yang bisa melihat informasi pribadi dan aktivitas di situs tersebut, serta mengelola iklan yang ingin dilihat.
Syarat dan ketentuan terkait pemanfaatan data pengguna juga diperbarui menjadi lebih transparan. Facebook kini lebih terus terang tentang informasi apa saja yang dituai dan dipakai.
Jejaring sosial itu juga menututup “Partner Categories”, fungsi yang memungkinkan pengiklan menyasar konsumen lebih akurat dengan menggunakan informasi dari Facebook dan data yang dikombinasikan perusahaan lain seperti Experian and Acxiom.
“Produk ini memungkinkan penyedia data pihak ketiga menawarkan sasarannya secara langsung di Facebook,” kata direktur pemasaran produk, Graham Mudd.
“Meski praktik tersebut umum di industri ini, kami percaya bahwa langkah ini, yang akan kami gulirkan dalam enam bulan ke depan, bisa meningkatkan privasi pengguna Facebook,” ujarnya.
Potensi Kebocoran Tetap Ada
Facebook mengalami krisis kepercayaan setelah seorang whistleblower bernama Christopher Wylie mengungkapkan bahwa Cambridge Analytica menyedot informasi 50 juta pengguna Facebook lewat aplikasi prediksi kepribadian.
Aplikasi tersebut diunduh oleh 270.000 orang. Tapi informasi yang dipanen jauh lebih banyak karena menyedot juga informasi data teman-teman mereka secara diam-diam. Hal tersebut memang dimungkinkan oleh regulasi Facebook yang diterapkan waktu itu.
Pengamat mengatakan potensi keboran data tetap ada. Apalagi sebelumnya Facebook dan bosnya, Mark Zuckerberg, pernah menjanjikan pengamanan data yang lebih baik.
“Zuck menjanjikan kendali privasi yang lebih mudah mudah dan lebih baik ‘dalam beberapa pekan mendatang’ delapan tahun silam,” kata Zeynep Tufekci, profesor di Universitas North Carolina yang meneliti media sosial.
“Solusi yang mereka keluarkan tidak mengalihkan beban yang disandang pengguna. Sebab masalahnya ada di model bisnis mereka,” cuitnya di Twitter.
Jennifer Grygiel, profesor komunikasi Universitas Syracuse, mengatakan penyetelan privasi yang baru “jelas penting buat pengguna. Pasti banyak yang heran kenapa hal itu belum beres juga.”
Dia mengatakan Facebook memiliki “banyak orang berbakat di industri ini” dan bahwa “interface rancangan mereka bukan kekeliruan tapi memang dirancang seperti itu”.
Dylan Gilbert dari organisasi perlindungan konsumen Public Knowledge mengatakan langkah Facebook kali ini menggembirakan tapi “belum cukup untuk mengatasi masalah sistemik yang lebih besar.”
“Pelantar daring kurang memberikan insentif legal yang berarti untuk melindungi pengguna sebelum privasinya dilanggar,” kata Gilbert dalam pernyataannya.
“Facebook juga serupa. Mereka kurang bertanggung jawab atas pengumpulan data demi kepentingan pengiklan,” ujarnya.