ilustrasi

Bentengi Anak Muda Dari Miras Oplosan

Loading

IndependensI.com – Hampir setiap minggu kita mendengar berita wafatnya anak-anak muda usia produktif dengan sia-sia akibat mengkonsumsi minuman keras oplosan. Setiap saat ada kejadian selalu ditangani aparat kepolisian dengan berbagai keterangan penyebab kematian dan proses penanganannya.

Setelah itu beritanya menghilang dan tidak begitu lama muncul lagi peristiwa yang menyedihkan lalu tenggelam. Berita-berita seperti itu hampir merata dari Sumatera sampai Papua, dan seolah kita hanya disuruh bersiap saja menanti kabar buruk siapa korban esok hari, tidak perduli remaja pemuda, pengangguran atau mahasiswa.

Mungkin karena ketidaktegasan atau kurang peduli atau memang ada yang lebih penting sehingga perhatian terhadap ancaman minuman keras oplosan, atau minuman beralkohol hasil racikan industri rumah tangga itu sampai membahayakan dan menggetarkan jantung kita telah menelan korban sampai kurang lebih 50-an orang dalam jangka waktu kurang lebih satu bulan.

Nasi sudah jadi bubur, duka ibu-ibu yang kehilangan anak dan atau suami serta saudara-saudaranya tidak akan tergantikan lagi dengan saling tuding dan menyalahkan ataupun mencari kambing hitam.

Persoalan pokok sekarang, apakah kita masih mau diperhamba oleh orang-orang yang ingin mengeruk kekayaan dengan tidak berperikemanusiaan dengan memproduksi minuman keras murahan dan menghilangkan nyawa mereka-mereka yang berpenghasilan rendah serta berkeluh kesah menghadapi beratnya beban hidup?

Sebab korban dari minuman keras oplosan itu adalah mereka yang berpenghasilan rendah dan tidak menetap sehingga mencari “ketenangan hati” sekejap dengan mengkonsumsi apa yang terjangkau kantongnya. Seharusnya kepada mereka itu yang harus diberikan adalah peluang untuk hidup lebih baik tidak sebaliknya menyuguhkan kesenangan gelap apalagi yang menghilangkan nyawanya.

Dalam mengatasi kemelut tersebut hendaknya Pemerintah dan DPR tergugah untuk menuntaskan peraturan penataan minuman keras terutama oplosan serta setiap produk minuman atau makanan yang memabukkan, apalagi yang membahayakan.

Kita berharap momen terungkapnya kasus miras oplosan maut kali ini dijadikan upaya besar dan menyeluruh menuntaskan pengaturan miras oplosan, tidak hanya penindakan tegas melainkan melakukan pengkajian sampai seberapa jauh kebutuhan masyarakat kita akan minuman keras beralkohol baik hasil olahan kimiawi maupun permentasi rumahan termasuk hasil tanaman seperti tuak, saguer, nira, air tape dan lain-lain yang memang masih terdapat di berbagai daerah.

Secara khusus menyikapi kasus miras oplosan maut saat ini yang sedang ditangani Mabes Polri di Cicalengka Bandung, menurut kita harus diungkap sedetail-nya dan siapapun yang terlibat hendaknya ditindak tidak pilih bulu, apalagi aparat penegakhukum yang member perlindungan baik langsung maupun tidak langsung.

Mengapa kita sarankan demikian, sebab menurut berita-berita bahwa perkara miras oplos-mengoplos ini sudah seolah halbiasa di kawasan Cicalingka tersebut, malah anak sang big boss miras oplosan maut itu sudah pernah dihukum selama 8 bulan tetapi menyangkut Obat dan Makanan.

Terlalu sayang manusia meninggal sia-sia hanya karena adanya keserakahan orang-orang yang ingin meraup keuntungan tanpa mempedulikan akibatnya. Dan untuk menghempang naluri jahat seperti itu perlu ada aturan yang tegas dan sikap penegak hukum yang konsisten.

Menjadi pertanyaan juga bagi masyarakat awam tentang pengawasan terhadap tata niaga dan perdagangan bahan-bahan kimia, sebab tanpa pengawasan yang bertanggungjawab maka methanol dan ethanol sebagai bahan dasar miras oplosan tetap menjadi ancaman bagi nyawa generasi muda.

Mungkin sudah saatnya kita membuka mata dan hati untuk mencegah jatuhnya korban-korban masyarakat kecil seperti mereka-mereka yang sudahalmarhum korban miras oplosan tersebut.

Peradaban makin maju dan perkembangan teknologi semakin canggih, himpitan hidup juga akan semakin membahana, maka untuk meminimaliser efek negative tersebut, penataan hidup dan kehidupan akan semakin perlu dan peranan perencana dan perancang peraturan perundang-undangan akan semakin dibutuhkan.

Akan tetapi kesemuanya itu membutuhkan tokoh panutan di tengah-tengah masyarakat bangsa dan negara, peranan dan penampilan negarawan-negarawan sejati yang memikirkan tentang kelangsungan bangsa dan negara yang berlandaskan Pancasila dan UUD Tahun 1945, tidak seperti sekarang ini, seolah bangsa ini hidup tanpa panutan dan bagaikan anak ayam kehilangan induk.

Hendaknya semua pihak terpanggil untuk menghindari terjadinya rintihan para korban miras oplosan menjelang ajal menjemput mereka seperti yang sudah almarhum, bagaimana agar tidak lagi ada jiwa-jiwa yang hilang dengan sia-sia. (Bch)