BEKASI (IndependensI.com)- Pemkot Bekasi mendesak agar Pemprov DKI Jakarta, segera mencairkan dana kompensasi terhadap sekitar 18.000 kepala keluarga tiga kelurahan di Kecamatan Bantargebang, dampak keberadaam Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.
“Memang saat ini dalam proses pencairan dari DKI. Saya sudah ke Pemprov DKI. Tapi jika sampai tanggal 6 Juni 2018 belum ditransfer ke kas Pemkot Bekasi, terpaksa kami talangi dulu karena masyarakat terus mendesak,” ujar Asda III Pemkot Bekasi, Dadang Hidayat, Kamis (24/5/2018).
Dadang Hidayat mengatakan pihaknya telah memberikan sejumlah dokumen sebagai syarat pencairan dana tersebut. Dokumen yang diberikan ke DKI adalah Surat Pertanggung Jawagban (SPJ) dana hibah 2017 lalu, pertanggung jawaban mutlak kepala daerah dan proposal yang telah direvisi.
Diberitakan sebumnya, puluhan warga tiga kelurahan di dekat TPST Bantargebang Kota Bekasi, pekan lalu menggeruduk kantor pengelola. Kedatangan mereka guna mempertanyakan kejelasan uang kompensasi ‘bau’ dari DKI karena sudah lima bulan belum diterima. Adapun uang kompensasi yang diberikan DKI ke warga setempat sebesar Rp 200.000 per bulan terhitung sejak Januari hingga Mei 2018.
Dana yang diberikan DKI secara keseluruhan sebesar Rp 194 miliar. Dana itu dipecah menjadi dua, pertama untuk uang kompensasi bau sekitar Rp 138 miliar dan sisanya Rp 56 miliar untuk perbaikan infrastruktur di wilayah setempat.
“Seharusnya kita mendapat bantuan Rp 202 miliar, namun ada beberapa kegiatan yang rupanya sudah dilakukan Kota Bekasi menggunakan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), sehingga dana yang diterima terpaksa dipangkas,” katanya.
Sudirman (57) warga Kelurahan Sumurbatu Bantargebang yang rumahnya berbatasan dengan TPST Bantargebang mengatakan, warga tetap berkeinginan agar haknya yang selama lima bulan ini bisa diberikan Pemprov DKI Jakarta. Menurut dia, warga tidak peduli terhadap kesalahan teknis antara Kota Bekasi dengan DKI Jakarta soal pencairan dana tersebut.
“Warga tahunya mereka mendapat bantuan Rp 200.000 per bulan, jadi persoalan adanya kesalahan itu harus diperbaiki secepatnya oleh pemerintah,” katanya.
Bila dalam tenggat waktu tersebut dana tidak kunjung diberikan, warga bakal menghentikan secara paksa operasional TPST Bantargebang. “Terpaksa operasional TPST akan kami hentikan sampai hak kami diberikan,” ujarnya bersama warga lainnya.
Dia mengatakan, sebetulnya warga dari tiga kelurahan di sana sudah sangat menderita hidup berdampingan dengan TPST. Sebab dampak keberadaan TPST bakal merusak lingkungan, apalagi metode pengolahan sampah saat ini masih sebatas pada sanitary landfill (ditumpuk dengan lapisan tanah) saja.
Apalagi sejak TPST itu diswakelola Pemprov DKI sejak 2016 lalu, dan dihentikan dari PT Godang Tua Jaya, pengolaan semakin amburadul, dan tidak ada lagi pengolahan sampah. Sampah dibuang secara aur, dan air limbah tidak pernah diolah lagi sehingga pencemaraan lingkungan kini semakin parah, keluh warga. (jonder sihotang)