JAKARTA (IndependensI.com) – Pengamat politik di Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Tobias Ranggie, mendesak politisi gaek Partai Amanat Nasional (PAN) yang mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI), Amien Rais, untuk segera memenuhi nazarnya yakni jalan kaki dari Yogyakarta ke Jakarta, menemui Presiden Indonesia periode 2014 – 2019, yakni Joko Widodo (Jokowi).
“Lebih realistis, karena saat Pemilu Presiden tahun 2014, Amien Rais sempat sesumbar, jalan kaki pulang dari Jakarta ke Yogyakarta, apabila Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Joko Widodo, terpilih jadi Presiden. Nyatanya hasil Pemilu Presiden tahun 2014, dimenangkan Jokowi. Tapi sampai detik ini, Amien Rais tidak berani menepati nazar politiknya tahun 2014. Amien Rais, mulutmu, harimaumu,” kata Tobias Ranggie di Pontianak, Kamis (31/5/2018).
Menurut Tobias Ranggie, mengkondisikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menemui Amien Rais di Yogyakarta, hanya merendahkan harkat dan martabat institusi Kepresidenan.
“Amien Rais menganjurkan agar Presiden Jokowi mendatangi rumahnya di Yogyakarta? Untuk apa? Hanya buat Amien Rais menjadi manusia besar kepala. Tidak usah diladeni, karena apa yang dikritiknya tidak jelas, hanya buat gaduh. Semakin diladeni semakin besar kepala Amien Rais,” kata Tobias Ranggie.
Menurut Tobias Ranggie, kritikan disampaikan Amien Rais akhir-akhir ini, tidak lebih dari minta perhatian, dengan tindak bisa menunjukkan diri sebagai seorang negarawan. Antara perkataan dan perbuatan Amien Rais, sama sekali tidak menunjukkan keteladanan moral dan politik yang santun.
Tobias Ranggie mengingatkan Amien Rais, untuk tidak menyamakan Joko Widodo dan pendahulunya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). SBY diklaim Amien Rais pernah datang ke rumahnya di Yogyakarta, setelah mengkritik pensiunan jenderal bintang empat itu selama 10 tahun memerintah, 2004 – 2014.
Diungkapkan Tobias, dengan tidak bermaksud menyamakan Joko Widodo dan SBY, ada beberapa hal yang harus dipahami. SBY selama memerintah, ingin situasi keamanan tetap kondusif, sehingga permasalahan intoleran, radikalisme dan terorisme ditangani secara parsial.
Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, penanganan intoleransi, radikalisme dan terorisme, dilakukan terarah, terukur, terintegratif dan mengikat semua pihak, seperti keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undan-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017, dan suksesnya pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003, tentang Tindak Pidana Terorisme.
“Musuh utama Joko Widodo adalah intolerans, radikalisme dan terorisme. Silakan orang menilai Amien Rais dalam kondisi sekarang. Terakhir Amien Rais menegaskan, Jokowi akan dilengserkan Allah. Nalar sehat sudah hilang,” ujar Tobias Ranggie. (Aju)