Heryus Saputro Samhudi menyerahkan Buku Puisi Tanjakan Seribu Janji kepada Ceu Popong Otje Djundjunan disaksikan Wakil Ketua MPR RI Dr Mahyudin.

Peluncuran Buku Puisi Tanjakan Seribu Janji

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Wajar kalau Wakil Ketua MPR Dr Mahyudin dalam sambutannya saat lounching Buku Puisi Tanjakan Seribu Janji antara lain menyebutkan bahwa puisi-puisi karya Heryus Saputro Samhudi yang terangkum dalam buku tersebut sangat kental dengan nuansa nasionalis-religius yang di era seperti sekarang ini sangat diperlukan.

Menurut Wakil Ketua MPR tersebut, pihaknya tidak bisa membuat syair sehingga kalau dia berkirim surat kepada sahabatnya dia selalu mengutip syair indah karya Kalil Gibran.

Lebih jauh dikatakan, dalam beberapa hal pihaknya juga menemukan keindahan dalam puisi karya Heryus Saputro Samhudi. “Tentu saja harapan saya semakin banyak syair-syair seperti yang ada dalam buku puisi ini tercipta di kemudian hari untuk merawat spirit nasionalisme dan religiusitas bangsa yang majemuk,” kata Wakil Ketua MPR Dr Mahyudin.

Buku puisi Tanjakan Seribu Janji setebal 104 halaman karya Heryus Saputro Samhudi terdiri dari 2 bagian masing-masing berjudul Jelajah Negeri (Bagian 1) dan Jelajah Haji (Bagian 2) memang sarat dan kental dengan pelbagai masalah yang berkaitan dengan semangat nasionalisme dan religiusitas.

Pada bagian pertama (Jelajah Negeri) terdapat 30 judul puisi dengan beragam tema yang merekam dan sekaligus menyuarakan kecintaan sang penyair terhadap keindahan alam negeri tercinta dan keagungan sang pencipta-Nya – termasuk masalah toleransi yang tersirat dari puisi yang berjudul Isa.

Sebagai penyair yang dikenal sebagai penjelajah alam, Heryus sangat fasih mengungkapkan gejolak pe-”rasa”-annya tentang hutan, gunung, laut dengan segala aspeknya.

Salah satunya seperti yang terungkap dalam puisi berjudul Selembar Hutan:

selembar hutan

berlaksa kehidupan

Kamukah itu?

kujelajahi waktu

telusuri penanda-Mu

Dan, puisi tersebut rupanya sangat menarik pergatian Dr Mahyudin, sehingga usai memberi sambutan dan sang penyair me-”nodong”-nya untuk membacakan satu judul puisi, Wakil Ketua MPR yang memiliki hobi bermain tenis, itu pun langsung membuka halaman 12.

Q-bro Pandamprana

Dengan intonasi serta interpretasi yang ditopang vocal jernih dan artikulasi yang jelas, puisi berjudul Selembar Hutan menjadi puisi pertama yang dibacakan dalam acara louching Buku Puisi Tanjakan Seribu Janji, yang berlangsung di Perpustakaan MPR RI Lantai Dasar Gedung Nusantara IV, Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta pada Selasa (23/10/2018).

Setelah itu, para tamu undangan yang memadati auditorium Perpustakaan MPR dibuat terpaku di tempat duduk mereka masing-masing ketika Ceu Popong Otje Djundjunan membaca puisi berjudul Selepas Dhuha yang terangkum dalam Jelajah Haji di Bagian 2 Buku Puisi Tanjakan Seribu Janji.

Selain terpaku, para tamu undangan pun menyimak cara Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar dari Dapil Kota Bandung, itu membaca puisi. Karena, Ceu Popong membacanya di luar kepala alias dihafal.

Yudhistira Massardi

Sayang sekali dalam acara tersebut tidak ada sesi interaktif. Kalau ada, bukan tidak mungkin, Ceu Popong yang telah berusia lebih dari 70 tahun, akan mendapat banyak pertanyaan dari hadirin tentang bagaimana resepnya merawat daya ingat. Sehingga dalam usia yang terbilang sudah sepuh, Ceu Popong masih mampu menghafal puisi yang dibacakannya di luar kepala.

Selain, memang, sebagai anggota dewan yang terhormat Ceu Popong pun hari itu masih harus menyelesaikan tugas dan tanggungjawab yang belum diselesaikannya. “Maaf saya pamit dulu, karena saya masih harus menghadiri rapat dengan Banggar,” katanya dengan logat Sunda yang sangat kental.

Bersama Wakil Ketua MPR Dr Mahyudin Ceu Popong berjalan beriringan meninggalkan auditorium tempat acara lounching Buku Puisi Tanjakan Seribu Janji berlangsung.

Selepas mereka berdua pergi, acara tidak menjadi anti klimaks; Akan tetapi justru semakin menarik. Pasalnya, selain susunan acara yang dibuat oleh sang penyair memiliki alur tak ubahnya seperti pertunjukan pentas teater, para pengisi acara yang semuanya adalah seniman multi talenta dari Komunitas Seni Bulungan (ada wartawan, dramawan, pemusik, penyanyi, pelukis, kartunis, novelis dan penyair) pun memanfaatkan momentum tersebut untuk “unjuk gigi” dalam hal kemampuan mereka membaca puisi.

Yang menarik, para tamu yang secara khusus diundang oleh pimpinan Perpustakaan MPR RI, pun tampil sangat memukau saat mereka membaca puisi yang terangkum dalam Buku Puisi Tanjakan Seribu Janji.

Melihat itu, Renny Djajoesman, lady rocker yang sangat piawi membaca puisi, secara terbuka memuji para ibu yang secara khusus diundang oleh pimpinan Perpustakaan saat mereka membaca puisi pilihan mereka yang terangkum dalam buku puisi karya Heryus Saputro Samhudi tersebut.

Renny Djajoesman

“Rasanya… pada Hari Ibu 22 Desember yang akan datang… kita perlu membuat acara khusus baca puisi bagi para kaum perempuan,” ujar RenDjas – begitu sapaan akrab Renny Djajoesman di lingkungan Komunitas Bulungan. Dan, hadirin pun menyambut ajakan Renny Djajoesman dengan bertepuk tangan.

Sebagai penampil terakhir atau “Gong” dalam acara tersebut, penampilan Renny Djajoesman memang sangat ditunggu-tunggu.

Seperti terhipnotis, para tamu undangan pun terdiam ketika ladies rockers yang juga dikenal sebagai pemain teater handal tersebut membacakan puisi berjudul Arafah dengan gaya teateral.

Usai membaca puisi, Renny Djajoesman pun segera keluar meninggalkan auditorium Perpustakaan MPR RI, dan tidak kembali lagi.

Salah seorang penggemarnya, Rere, yang jauh-jauh datang dari Bekasi dan ingin berfoto bersama “Ibunda Yuka Mandiri dan Growong,” itu pun harus menunda keinginannya dan entah kapan akan terwujud. (Toto Prawoto)