Pala Sulawesi Utara Buka Pasar Ekspor Baru

Loading

MANADO (IndependensI.com) – Ekspor perkebunan golongan kopi, teh, rempah-rempah Sulut pada Januari-September 2018 mencapai US$31,43 juta, turun 11.21% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hari ini buyers atau pembeli asal Arab Saudi meminati komoditas pala yang selama ini menjadi andalan ekspor Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) ke mancanegara.

“Kami telah mempertemukan pembeli dan penjual,” kata Kepala Bidang Perdagangan Luar Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulut, Darwin Muksin, di Manado pada Jumat (16/11).

Darwin mengatakan, untuk selanjutnya memang diserahkan kepada pembeli dan penjual, namun tetap pemerintah siap memfasilitasinya. Namun, ia tidak menyebutkan berapa potensi pala yang bisa diekspor ke Arab Saudi.

Ia menjelaskan, memang kadang ada kendala masalah harga yang mungkin masih lebih tinggi untuk komoditas pala Sulut dibandingkan daerah lain. Namun, kualitas pala asal Sulut, khususnya dari Kabupaten Kepulauan Sitaro, sangat baik dan telah diakui oleh pasar dunia, khususnya Amerika dan Eropa.

“Saat ini pala asal Sulut paling banyak diekspor ke negara-negara bagian Eropa,” jelasnya.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor golongan kopi, teh, dan rempah-rempah Sulut pada Januari—September 2018 mencapai US$31,43 juta. Pada Januari—September 2017, ekspor golongan barang tersebut mencapai US$35,4 juta.

Secara nasional, mengutip data UN Comtrade, diketahui Indonesia lebih banyak mengekspor pala utuh (HS Code 090811) ketimbang produk turunannya berupa pala bubuk (HS Code 090812). Pada 2016, total ekspor pala utuh ke dunia mencapai 9.715,7 ton dengan nilai sebesar US$42,8 juta.

“Vietnam menjadi pasar terbesar dengan volume 5.498,6 ton dan nilai US$13,52 juta. Disusul Belanda dengan volume 713 ton dan nilai US$6,71 juta. Tujuan ekspor terbesar ketiga adalah Amerika Serikat, yakni 760 ton dengan nilai US$5,31 juta,” beber Darwin.

Darwin menjelaskan untuk pala yang sudah dihaluskan, pada tahun yang sama Indonesia mengekspor ke dunia seberat 2.861,2 ton dengan nilai US$22,57 juta. Untuk produk turunan pala ini, Amerika Serikat menjadi pasar utama dengan total ekspor ke negara tersebut mencapai 697,3 ton. Adapun nilainya mencapai US$5,98 juta.

“Belanda dan Italia berada di urutan kedua dan ketiga, dengan nilai masing-masing US$4,5 juta (528 ton) dan US$2 juta (255,9 ton),” jelasnya.

Berdasarkan data Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian yang dimuat dalam Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Pala 2015—2017, Sulut sendiri merupakan salah satu sentra pala di Sulawesi. Produksinya pada 2016 sebesar 4.321 ton, dengan Kepulauan Sangihe dan Talaud menjadi dua sentra utama. Produksi masing-masing sentra tersebut mencapai 1.636 ton dan 1.456 ton.

“Masih dari data yang sama, produksi pala nusantara mencapai 34.408 ton pada 2016. Pada tahun sebelumnya, produksi pala sebesar 33.711 ton,” sebut Darwin.

Maluku dan Papua menjadi sentra utama penghasil pala. Pada 2016, produksinya sebesar 12.558 ton, disusul Sumatra sebesar 10.065 ton, Sulawesi 5.626 tonm dan Jawa 1.265 ton. Sisanya dihasilkan oleh wilayah lainnya.

“Pemerintah akan terus mendukung semua pengekspor Sulut, berupaya mencari pasar baru untuk produk unggulan daerah tersebut,” pungkas Darwin.