JAKARTA (Independensi.com) – Kementerian Perhubungan berharap sengketa pengembangan pelabuhan Marunda di Utara Jakarta yang perkaranya sedang di tingkat banding jangan sampai berlarut-larut. Karena dalam waktu 5 hingga 10 tahun kedepan, kehadirannya sangat dibutuhkan untuk menyangga Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta yang sudah mendekati kapasitas maksimal.
‘’Pemerintah tentunya berharap agar persoalan ini jangan berlarut-larut. Jika dapat diselesaikan secara musyawarah sebaiknya ditempuh jalan itu, sehingga tidak mengganggu pembangunan infrastruktur yang sangat kita butuhkan,’’ kata Sekjen kementerian Perhubungan Joko Sasono pada forum group discussion (FGD)dengan tema “Membedah Kasus Sengketa Marunda, Ditengah Hasrat Menggandeng Swasta”, di Jakarta (13/12/2018)
Sebagaimana diketahui, Pemerintah sangat membutuhkan partisipasi perusahaan BUMN dan swasta untuk pembangunan infrastruktur, khususnya di sektor laut. Oleh karenanya pemerintah membuka keran investasi sebesar-besarnya bagi perusahaan swasta dan BUMN.
Sebagaimana diketahui, pada 2005, upaya pengembangan kawasan Marunda yang dikuasai PT KBN bisa berkembang dan menjadi contoh kerjasama antara pemerintah dan swasta yang sukses.
Namun demkian, sejak beberapa tahun belakangan, justru kerjasama itu menuai sengketa. KBN selaku BUMN menggugat mitra swasta sekaligus Kementerian Perhubungan dalam hal konsesi Marunda. Sengketa itupun dan memasuki perkara banding mengancam keberlangsungan investasi swasta maupun pengembangan Marunda.
Ini tentunya menjadi preseden buruk, ditengah upaya pemerintah yang tengah gencar mengundang masuk investasi untuk pembangunan infrastruktur.
Ketua Pokja IV Satgas Kebijakan Ekonomi Yasona Laoly yang juga menjabat Menteri Hukum dan Ham mengungkapkan salah satu kasus sengketa investasi yang melibatkan mitra swasta dan Kemen BUMN adalah persoalan PT Karya Citra Nusantara (KCN).
Pokja IV melalui Satgas akan membawa penyelesaian tersebut ke tingkat lebih tinggi, ke Istana Negara. “Kalau kasus KCN tidak selesai juga, karena ini melibatkan antar swasta, antar lembag pemerintah dalam hal ini Kemenhub dan Kemen BUMN, maka kami akan bawa ke Ratas bersama Presiden,” ujar Yasona.
Sebagai catatan, KCN merupakan usaha patungan antara PT Karya Tekhnik Utama (KTU) dan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) yang merupakan BUMN. KTU telah memenangkan tender pengembangan kawasan C01 Marunda yang digelar KBN pada 2004.
Setahun kemudian pasca tender, KTU dan KBN bersepakat membentuk usaha patungan dengan restu pemilik saham BUMN dan Gubernur DKI Jakarta. Mengacu kajian kelayakan LPM UGM pada 2003, KBN mendapat porsi kepemilikkan tidak lebih dari 20%, dan hanya menyetor bibir pantai sepanjang 1.700 meter dari CakungDrain hingga Sungai Blencong.
Sebaliknya, KTU harus membiayai seluruh investasi pembangunan pelabuhan Marunda yang diperuntukkan untuk terminal umum dan curah. KCN akan menggarap pelabuhan yang terdiri dari Pier 1, Pier 2, dan Pier 3.
Setelah pembangunan Pier 1 hampir rampung dan 50% Pier 2 direalisasi dengan menelan investasi triliunan, pada 2013 direksi baru KBN menuntut kepemilikkan saham mayoritas. KTU menolak sehingga berbuntut aksi sepihak KBN yang menutup akses Pelabuhan Marunda.
Belakangan, KBN melayangkan gugatan perdata di PN Jakarta Utara. Agustus lalu, PN Jakarta Utara memenangkan gugatan perdata yang menyeret KCN, Kemenhub, dan KTU terkait pembatalan konsesi Pelabuhan Marunda, serta klaim kepemilikkan aset pelabuhan.
Sementara itu Difla Oktaviana SH MH, Kasubbag Advokasi Hukum dan Dokumentasi Produk Hukum, Bagian Hukum dan KSLN Ditjen Perhubungan Laut menegaskan, sengketa tersebut sebenarnya tidak melibatkan Kementerian Perhubungan. ‘’Itu masalah internal KBN dan KCN. Kemenhub hanya sebagai tergugat,’’ ujarnya. (Jo)