Debat Pilpres Putaran Kedua Lebih Sengit atau Sebaliknya?

Loading

Lazimnya sebuah debat, maka diharapkan bakal muncul gagasan-gagasan baru yang hangat dan juga sikap saling serang tentang kebijakan atau gagasan yang dikemukakan. Tapi semua tentu harus tetap dalam koridor perdebatan yang sehat. Begitulah harapan masyarakat dalam debat Pilpres putaran kedua yang digelar Minggu 17 Februari 2019.

Debat putaran kedua ini sangat penting bagi masing-masing pasangan calon (paslon) dalam menentukan elektalibilitas mereka ke depan. Kedua paslon juga diperkirakan sudah lebih nyaman berdebat setelah debat putaran pertama  17 Januari 2019 lalu.

Ketika itu Pasangan Calon Presiden Nomor Urut 01 H. Ir. Joko Widodo- Prof. Dr. KH Ma”ruf Amin dengan Pasangan Calon Nomor Urut 02 Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno tampak masih kaku dan belum seperti yang diharapkan.

Mski demikian, debat putaran pertama tersebut mendapat sambutan positif dari masyarakat, mudah-mudahan mampu menggerakkan mereka yang sebelumnya kurang tertarik Pilpres dan Pileg menjadi peduli dan tidak memilih golongan putih (Golput).

Kritik, saran serta koreksi banyak masyarakat sebagai suatu hal yang lumrah dan bahkan sebagai bagian dari debat itu, dan pekerjaan yang paling mudah adalah mengkritik dan tanpa risiko, sepanjang tidak melanggar etika dan moral, hukum dan peraturan perundang-undangan sebenarnya tidak masalah. Tetapi kadang-kadang si-pengkritik sering kurang ukur diri.

Minggu, 17 Feberuari 2019 akan dilangsungkan debat kedua dengan tema ekonomi yakni: energi, pangan, infrastruktur, sumber daya alam, lingkungan hidup. Debat kedua ini diprediksi  akan lebih seru atau sebaliknya, mengapa?

Karena Paslon nomor urut 01 sebagai petahana dengan mudah memberikan data dan faktas yang sudah dan kendalanya. Sebagai Presiden ke-6 sejak Proklamasi Kemerdekaan, dia telah melakukan tugas, fungsi dan tanggungjawabnya, yaitu pemulihan dan pemenuhan kebutuhan.

Di bidang energi adu argumentasi tentang pola pengamanan kebutuhan masih utopis dengan semakin menipisnya persediaan energi fosil dan belum adanya kesiapan energi terbarukan. Energi nuklir masih pro-kontra. Era sebelumnya hanya berupaya memenuhi kebutuhan minimal atau bahkan cari untung walaupun ada subsidi, pemerataan semu. Lebih menonjol perdagangannya dari industri dan produksi, sehingga belum ada perencanaan matang dan menyeluruh. Jokowi-JK konkrit, satu harga BBM di Jakarta dan Puncak Jaya, Petral yang selama ini seolah “penguasa tersendiri” dilikuidasi.

Sebagai pengusaha, perencanaan dan program kerja yang lebih canggih akan dikemukakan Prabowo-Sandi sebagai resep mujarab dalam memenuhi kebutuhan energi bagi Indonesia yang lebih luas dari Eropa Barat.

Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Jokowi-JK telah jadi “koki mencuci piring”, sebab hutan kita telah rusak, baik oleh habisnya kayu oleh HPH masa lalu karena alih fungsi oleh “penguasa-pengusaha” maupun oleh pembakaran hutan. Demikian juga bahan tambang yang telah terkuras sehingga menghasilkan danau-danau baru serta membuat “bopeng-poteng” akibat pemberian ijin bagaikan tiket bioskop dari Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota selama ini. Tambangnya terkuras, pajak untuk negara tidak banyak, retribusi tersendat dan pengawasan kurang.

Penegakan hukum era Jokowi-JK mulai berbuah, negara tetangga tidak lagi rebut soal asap, terhadap pencuri ikan telah menggunakan instrumen hukum dengan putusan pengadilan, kapal-kapal pencuri ikan, membuat nelayan asing jera.

Calon Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto pernah mengatakan bahwa kalau dia dipercayai rakyat memimpin bangsa ini pada Pilpres 2019, dia akan melanjutkan pekerjaan yang baik dari Presiden pertama Soekarno sampai Presiden Jokowi, artinya bahwa setiap Presiden itu pasti berbuat kebaikan, mungkin akan mengelaborasi atau mengkritisi, akan meambah semarak dari debat nanti.

Masalah pangan tentu tidaklah mudah memberi formula mengatasinya, dengan penduduk 264 juta jiwa (tahun 2017), Presidennya bukan tukang sulap. Apapun perencanaannya akan memakan waktu lama menyiapkan lahan serta sarana penunjangnya seperti tenaga kerja, peralatan, bibit dan pukul termasuk pasca panen dan distribusi. Kalau masa lalu pengadaan pangan jadi sumber pengisi pundi-pundi era Jokowi-JK tidak seperti sebelumnya sampai menteri terkena kasus.

Ramuan apa yang akan dilakukan agar tidak impor beras, mungkin akan dijabarkan Paslon No. Urut 02 sebagaimana dikemukakan saat kampanye, tidak akan impor beras. Di era Orde Baru ada proyek persawahan gambut di Kalimantan Tengah serta program pencetakan sejuta Ha persawahan mungkin perlu dilanjutkan.

Tentang infrastruktur tidak usah dibantah, terpampang di depan mata dan telah dinikmati penggunanya. Kemajuan selama empat tahun jalan tol, pelabuhan dan lapangan terbang serta bendungan termasuk tol laut tidak dibantah. Memang tidak semua kepentingan dapat dipenuhi, karenanya kritik dan ketidak puasan adalah lumrah. Tetapi adalah tidak masuk akal kalau ada yang nyeletuk, jalan tol tidak bisa dimakan, sesat pikir dan keliru paham.

Debat kedua ini akan berjalan lancar masyarakat sudah dewasa, bagi para pendukung Paslon spaya menahan diri jangan mempermalukan Paslon yang didukung. Masyarakat akan menilai, Paslon mana yang mampu dan berkompeten mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan UUD Tahun 1945 dalam bingkati NKRI yang Bhinneka Tunggal Ika dari Sabang sampai Merauke.(Bch)