Presiden Jokowi Serahkan 34 Sertifikat Tanah Wakaf di Gorontalo

Loading

GORONTALO (IndependensI.com) – Hingga saat ini, masih banyak tanah wakaf yang diperuntukkan untuk masjid atau bangunan lainnya yang belum memiliki legalitas. Akibatnya, banyak ditemui sengketa yang melibatkan keluarga ahli waris tanah wakaf di kemudian hari.

Untuk itu, pemerintah beberapa tahun belakangan memberikan kemudahan dan percepatan bagi pengurusan dan penerbitan sertifikat bagi tanah wakaf maupun tanah hak milik.

“Kita tidak ingin banyak sengketa. Baik tanah hak milik maupun tanah wakaf. Sehingga saya perintahkan kepada Menteri ATR/Kepala BPN untuk segera menyelesaikan ini, baik tanah wakaf maupun tanah hak milik agar bersertifikat,” ujar Presiden Joko Widodo di Masjid Agung Baiturrahman, Kabupaten Gorontalo, pada Jumat, 1 Maret 2019.

Selepas melaksanakan ibadah salat Jumat di masjid tersebut, Presiden Joko Widodo menyerahkan sertifikat bagi tanah wakaf kepada 12 orang perwakilan penerima. Secara keseluruhan, terdapat 34 sertifikat tanah wakaf yang diserahkan pemerintah untuk bidang tanah di Provinsi Gorontalo.

Kesemua bidang tanah wakaf tersebut tersebar di Kota Gorontalo, Kabupaten Boalemo, dan Kabupaten Pohuwato dengan luas lahan keseluruhan mencapai 41.447 meter persegi.

“Kenapa sertifikat tanah wakaf ini dibagikan? Setiap saya masuk ke desa, ke kampung, di luar Jawa maupun di Jawa, selalu yang masuk ke telinga saya adalah sengketa lahan, sengketa tanah,” Presiden menjelaskan.

Percepatan penerbitan sertifikat bagi tanah wakaf ini akan terus dilakukan. Program tersebut menjadi bagian dari program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap yang pada tahun kemarin berhasil melampaui target dengan penerbitan lebih dari 9 juta sertifikat.

“Sudah ratusan ribu tanah wakaf yang telah kita serahkan dan sudah 12 juta tanah hak milik yang kita berikan kepada masyarakat. Untuk apa? Sekali lagi agar tidak terjadi sengketa tanah,” kata Presiden.

Dengan dimilikinya legalitas atas tanah wakaf tersebut, Presiden Joko Widodo berharap tidak terjadi lagi konflik atau sengketa terkait lahan tempat rumah ibadah berdiri.