Presiden Minta Predikat ‘Layak Investasi’ Bisa Dimanfaatkan untuk Tingkatkan Investasi

Loading

SERPONG (IndependensI.com) – Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa dalam dua-tiga tahun terakhir sudah banyak kemajuan dalam mendorong investasi di Indonesia yang bisa dilihat dari peringkat investasi Indonesia yang terus membaik. Pada tahun 2017 kemarin, Indonesia sudah masuk ke dalam peringkat layak investasi dari tiga lembaga pemringkat internasional, yaitu Standard and Poor’s, Moody’s Investor Service, dan Fitch Ratings.

Saat memberikan sambutan dalam acara Peresmian Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Investasi Tahun 2019, Presiden juga menyebutkan bahwa pada tahun 2018 Indonesia merupakan destinasi investasi terbaik keempat di dunia berdasarkan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD).

“Ini modal besar, dua tadi: ratingnya, kemudian survei untuk CEO-CEO perusahaan multinasional, mengatakan Indonesia adalah nomor empat paling menarik bagi investasi,” kata Presiden di Nusantara Hall, Indonesia Convention Exhibition (ICE) Bumi Seprong Damai (BSD), Tangerang, Provinsi Banten, Selasa, 12 Maret 2019.

Meskipun demikian, Presiden mengungkapkan bahwa untuk urusan ekspor dan investasi, Indonesia sudah ditinggal oleh negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, hingga Vietnam. “Kita tidak mau lagi ditinggal oleh yang namanya nanti Kamboja, Laos, enggak lah,” ucap Kepala Negara.

Padahal jika dilihat dari beberapa indikator, ekonomi Indonesia masih dalam posisi baik. Selain posisi fiskal Indonesia yang stabil dan keseimbangan primer yang juga sudah baik, kebijakan moneter Indonesia juga menurut Presiden sangat responsif.

“Ada perubahan apa, besok sudah memberikan kebijakan. Saya kira kecepatan-kecepatan seperti itu yang kita butuhkan sekarang ini. Infrastruktur juga semakin baik dan akan terus kita perbaiki sehingga biaya logistik, biaya transportasi, mobilitas orang bisa semakin cepat,” kata Kepala Negara.

Oleh karena itu, dirinya mengaku heran mengapa investor datang berbondong-bondong tapi realisasinya tidak sampai 10 persen. Menurutnya, hal ini harus menjadi koreksi dan evaluasi bagi semua pihak terkait.

“Kalau kita rutinitas, enggak berani mengoreksi dan mengevaluasi diri kita, ya enggak akan ada yang namanya lompatan,” ucap Presiden.

Situasi perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat menurut Presiden sebetulnya bisa dimanfaatkan oleh Indonesia. Hal ini dikarenakan investor yang ada di Tiongkok sudah mulai goyang dan ingin mencari tempat baru untuk investasinya.

“Nah ini dimanfaatkan, disambungkan. Duta besarnya bisa menyambungkan, mungkin ITPC-nya (Indonesian Trade Promotion Center) bisa menyambungkan, dan BKPM bisa menjemput bola ke sana. Banyak sekali (peluang),” kata Kepala Negara.

Secara khusus Presiden memberi contoh industri meubel dan produk-produk kayu yang berbondong-bondong keluar dari Tiongkok justru memilih untuk pindah ke Vietnam. Padahal, kayu dan bahan mentahnya ada di Indonesia.

“Kita kayu, rotan, bambu, semuanya punya. Ekspor kita ke Amerika itu hanya menguasai 3 persen. Vietnam 16 persen. Kita memiliki raw material yang melimpah. Ini koreksi untuk kita semuanya. Ini baru satu produk yang kita cerita. Cerita produk yang lain kurang lebih ya sama. Coba, kita 3 persen, Vietnam 16 persen masuk ke pasar Amerika. Artinya apa? Kita kalah rebutan. Kalah merebut investasi, kalah merebut pasar,” kata Presiden.

Untuk itu, dalam forum rapat kabinet pekan lalu dirinya sempat melontarkan keinginannya untuk memiliki menteri ekspor dan menteri investasi. Menurut Presiden, negara-negara di Uni Eropa juga memiliki menteri investasi dan menteri yang khusus menangani ekspor.

“Negara lain saya lihat juga sama, mungkin dari sisi kelembagaan kita harus memiliki menteri investasi dan menteri ekspor. Dua menteri mungkin perlu. Tapi nanti kalau ada menteri itu juga enggak nendang lagi, yang salah ya kita semuanya sudah,” ucap Presiden.