Pertemuan dua calon presiden 2019 Joko Widodo dan Prabowo Subianto akhirnya terwujud juga ketika kedua tokoh ini bertemu di atas MRT Lebak Bulus - Senayan, Jakarta, Sabtu (13/7/2019). Joko Widodo tampil sebagai pemenang dalam Pilpres, namun karena digugat ke Mahkamah Konstitusi maka penetapan menunggu hasil sidang di MK. Setelah ada keputusan MK, KPU menetapkan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai pemenang dan menjadi presiden periode 2019-2014.

Panas Terik Terhapus 17 Menit

Loading

Independensi.com – Kita syukuri pertemuan dua negarawan hari ini, Joko Widodo dengan Prabowo Subianto, dua calon presiden pada Pemilihan Umum 2019 pada tanggal 17 April lalu. Situasi sempat tidak menentu dan bahkan membuat bulu kuduk merinding akibat situasi politik berkaitan dengan pesta demokrasi tersebut, tetapi dengan pertemuan keduanya, panas terik tersebut terhapus sudah dan kita kembali ke persaudaraan sejati.

Ternyata merajut persatuan dan persaudaraan itu mudah tidak perlu dengan hal-hal yang spektakuler dan tanpa syarat macam-macam seolah harus menempuh jalan berliku dan terjal.

Hanya 17 menit bertemu dalam transportasi Mass Rapid Transit (MRT) dari Lebak Bulus ke Senayan, panas yang mengancam sejak menjelang dan pada saat pemungutan suara sampai pengumuman pemenang, seolah keutuhan kita sebagai bangsa bagaikan telor di ujung tanduk. Berbagai persangkaan bermunculan bahkan hampir-hampir situasi membara pada tanggal 21-22 Juni lalu.

Apapun alasannya dan mengapa sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan itu, tidak perlu lagi dipergunjingkan termasuk alas an mengapa baru sekarang kedua negarawan itu bertemu, yang penting kita sudah kembali menjadi satu tujuan yaitu sama-sama untuk memajukan masyarakat nusa dan bangsa Indonesia dengan keutuhan NKRI dan UUD Tahun 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara serta dalam bhinneka tunggal ika.

Kita garisbawahi ucapan Prabowo Subianto yang akan mengkritisi pemerintah dalam kerangka perbaikan pelaksanaan pembangunan, sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, harus mengkritisi pemerintah sebagai fungsi dan tanggung jawab partai politik, tidak harus oposisi baru berkewajiban mengkritisi pemerintah.

Mengoreksi jalannya pemerintahan adalah tanggung jawab semua partai dan bahkan semua warga negara, namun dalam rangka upaya bersama dalam melaksanakan pembangunan secara adil dan merata dalam persaudaraan yang saling asih, saling asah dan saling asuh. Sehingga tidak pada tempatnya ada partai pendukung pemerintah, sebab semua partai yang ada di Indonesia harus mendukung pemerintah dan juga harus mengkritik pemerintah apabila diperlukan, sebagai bagian dari tanggung jawab bersama.

Sering sibuk dan bahkan terpolarisasi dengan adanya koalisi-koalisi-an menghadapi Pilpres, sebab pasangan capres/cawapres harus dicalonkan parta atau partai-partai, jadi wajar kalau ada pengelompokan, namun pengelompokan tersebut tidak pada tempatnya dijadikan alas an sebagai pendukung dan pihak lain tidak mendukung, sehingga menjadi terbelah anak-anak bangsa, pilihan boleh berbeda tetapi tujuan tetap sama.

Terlepas dari jatah-jatahan kursi cabinet, setelah Pilpres seharusnya koalisi-koalisian sudah berakhir, dan tidak perlu dijadikan koalisi tersebut untuk dukungan di Parlemen, sebab partai koalisi-pun bukanlah pendukung mata buta atas kinerja pemerintah.

Di negera yang menganut pemerintahan presidensial seyogyanya semua partai yang ada sesuai peraturan perundang-undangan berfungsi sama sebagaimana fungsi DPR yaitu melakukan pengawasan, menyusun anggaran serta mennetapkan undang-undang.

Dengan koalisi-koalisian membawa perbedaan pilihan atau dukungan seolah menjadi perbedaan ideologi dalam berbangsa dan bermasyarakat, wajar ada perbedaan pilihan tetapi setelah Pemilu selesai, semua kembali pada fungsi tugas dan tanggungjawab masing-masing, tidak harus ada pendukung dan yang tidak mendukung pemerintah.

Perpindahan pilihan adalah hal biasa, Ketua Umum PDI-P Megawati pernah berpasangan dengan Ketua Umum Partai Gerindra sebagai Capres/Cawapres, dan di tahun 2014 dan 2019 PDI-P dan Gerindra saling berhadapan mendukung calon masing-masing, adalah hal wajar dalam demokrasi.

Dengan pertemuan Jokowi-Prabowo Subianto hendaknya semua pihak kembali ke tujuan bersama memajukan kehidupan berbangsa dan bermasyarakat .

Tokoh-tokoh politik hendaknya mengikuti langkah dan sikap baik Jokowi-Prabowo yang telah bertemu dengan membulatkan hati dan pikiran membangun tanah air dan manusia Indonesia.

Tidak ada lagi 01, tidak ada lagi 02 dan tidak ada lagi cebong dan tidak ada lagi kampret, yang ada hanya Garuda Pancasila. Pemeran pentas perpolitikan selama ini jangan lagi melihat ke belakang terus, nanti kesandung.

Marilah melangkah perjalanan ke depan dengan meninggalkan dan menanggalkan yang buruk, generasi muda jangan disuapi dengan makanan yang bisa meracuni dirinya, kalau ada hal-hal teknis, rambu-rambu hukum tersedia menyelesaikannya, untuk masa depan kelihatannya dibutuhkan cara-cara berpolitik yang santun sesuai dengan nilai-nilai Pacasila. (Bch)