JAKARTA (independensi.com) – Keberhasilan produksi benih secara massal melalui domestikasi di tambak menjadi modal utama dalam pengembangan udang jerbung di Indonesia.
Upaya produksi benih udang jerbung dengan mengadopsi teknologi produksi udang windu dan program pemuliaan buatan hingga saat ini telah berhasil meningkatkan kelulushidupannya hingga 40%.
Ialah Abidin Nur, Perekayasa Madya dari Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP, yang berhasil mengembangkan program pemuliaan buatan (seleksi breeding) untuk penyediaan stok benih udang jerbung bermutu bagi masyarakat pembudidaya di Indonesia.
Program ini menghasilkan induk unggul jerbung dengan status Specific Pathogen Free (SPF), pertumbuhan cepat dan lebih tahan terhadap perubahan lingkungan, sehingga dapat mengurangi ketergantungan induk hasil tangkapan di alam serta mengurangi resiko penyakit.
Atas jasanya ini, Abidin mendapatkan penghargaan Satyalancana Wira Karya dari Presiden Republik Indonesia yang diserahkan saat perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-74, tanggal 17 Agustus 2019 yang lalu.
Saat dimintai tanggapannya tentang hal itu di Jakarta, Rabu (21/8), Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto menyampaikan apresiasinya. “Saya bangga atas pencapaian ini, sehingga udang jerbung dapat dijadikan komoditas alternatif bagi pembudidaya ikan karena secara teknis dan ekonomi lebih menguntungkan. Selain itu untuk mengoptimalkan spesies lokal”, ujar Slamet.
“Pemuliaan buatan ini dilakukan karena tuntutan pembudidaya untuk memelihara udang dengan kepadatan tinggi dan pertumbuhan cepat serta mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan juga semakin diperlukan, sehingga menjadi tantangan di masa mendatang”, tambah Slamet.
Ia mengharapkan program breeding ini dapat memicu peningkatan produksi udang jerbung nasional melalui usaha budidaya terutama pada level ekstensif atau pembudidaya dengan tingkat teknologi sederhana.
Lebih lanjut Slamet menyampaikan bahwa jika dibandingkan udang windu, siklus reproduksi udang jerbung lebih cepat, selain itu tingkat perkawinannya juga tinggi. Jika siklus reproduksi udang windu perlu satu tahun, udang jerbung diatas enam bulan sudah bisa menjadi induk, sehingga dengan keberhasilan ini akan meningkatkan ketersediaan induk dan benih udang jerbung.
Abidin bercerita bahwa seleksi breeding telah menghasilkan sejumlah induk jerbung Generasi-1 (G-1), sebagian dari induk tersebut digunakan untuk reproduksi dalam menghasilkan benih calon G-2 tahun 2019. Kemudian, untuk produksi calon induk G-3 dilakukan melalui pemeliharaan pada bak tertutup dan biosekuriti lebih terkontrol.
“Setiap generasi udang jerbung yang dihasilkan dapat memiliki performa pertumbuhan benih yang semakin baik sehingga masayarakat pembudidaya dapat melakukan diversifikasi usaha budidaya udang selain windu dan vaname”, sebut Abidin.
Lanjut Abidin, program ini diawali melalui proses produksi nauplius (larva stadium tingkat pertama) dari induk alam dan selanjutnya menghasilkan benih G-1 dan G-2 melalui pemijahan di unit pembenihan.
“Benih dari masing-masing sumberdaya genetik dipelihara di tambak melalui seleksi, penjarangan dan pemisahan jantan dan bentina, dimana periode ini berlangsung minimal 6 bulan untuk mencapai ukuran induk ≥ 40 gram untuk betina dan ≥ 25 gram untuk jantan”, terangnya.
Tahun 2020, KKP telah memprogramkan untuk melakukan seleksi tahapan lanjut yang diperuntukkan untuk menghasilkan induk yang memiliki daya tahan tinggi, dengan demikian perpaduan sumber induk dari galur tumbuh dan daya tahan menjadi kunci penting dalam menghasilkan benih sebar yang bermutu.
Secara terpisah Kepala BBPBAP Jepara, Sugeng Rahardjo mengatakan bahwa saat ini BBPBAP Jepara sudah memproduksi 20 juta benih jerbung, sebanyak 12 juta dari indukan buatan (bukan tangkapan dari alam).
“Kita targetkan tahun 2020 budidaya udang jerbung benar-benar aplikatif ke masyarakat. Lalu sebagaimana fungsi balai, setelah pembenihan kami selanjutnya akan lakukan restocking (pemulihan) stok di alam”, tutup Sugeng.