Gedung DPR MPR Senayan Jakarta

Sumpah Dan Janji Parlemen

Loading

Independensi.com – Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakiln Daerah dan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (DPR, DPD, MPR RI) telah mengucapkan Sumpah dan Janji bahwa mereka akan akan menjalankan kewajibannya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan dengan mendahulukan kepentingan Negara dan Bangsa serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, di atas kepentingan pribadi, seseorang atau golongan dan akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan NKRI.

Kita bersyukur telah berjalan dengan lancar pengucapan sumpah dan janji itu, dan mereka mengucapkan sumpah demi nama sang Pencipta,mereka mewakili sekitar 260 juta lebih bangsa Indonesia dengan segala kebutuhannya baik kesejahteraan, sosial ekonomi, hukum keadilan dan keamanan.

Mudah-mudahanpara anggota parlemen itu tidak sebagai pencari pekerjaan, tetapi pengabdi, pekerja yang akan melayani masyarakat, bangsa dan Negara yang kesemuanya untuk meningkatkan taraf hidup serta kesejahtraan masyarakat dari Sabang sampai Merauke serta untuk seluruh masyarakat Indonesia.

Semoga mereka tidak hanya sekedar pengisi “hiasan etalase nusantara” atau sebaliknya menjadi batu sandungan bagi pemerintah sebagai pelaksana pembangunan nasional akan tetapi menjadi pendorong bagi pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Bangsa kita telah berpengalaman memiliki anggota DPR dan MPR di era Orde Baru, kadangkala tidak dapat dibedakan mana tugas pemerintah dan mana peranan parlemen, sebab dua partai (PPP, PDI) dan satu kekuatan sosial politik (Golkar) hampir dianggap bagaikan “tukang stempel” atau sekedar penge-sah tugas-tugas eksekutif.

Di era reformasi membawa angin segar, parlemen mulai menunjukkan kinerjanya, walau seolah membawa perubahan dalam system ketata negaraan kita yang “seolah” bergeser dari Presidential ke system Parlementer, berbagai tugas Presiden harus atas persetujuan parlemen, yang seharusnya hak prerogatif Presiden.

Munculnya DPD seharusnya memberi angin segar kepada daerah-daerah sebagai perwakilannya di Parlemen di samping DPR sebagai anggota melalui Partai Politik, namun status, fungsi, tugas dan tanggungjawabnya DPD itu belum dirasakan maksimal oleh masyarakat. Barangkali itulah alasan adanya keinginan untuk mengamandemen UUD Tahun 1945 khusus tentang DPD.

Harus dikaji fungsi DPD agar memenuhi seperti apa yang sesuai dengan keinginan para pendiri Negara dan bangsa serta perumus UUD Tahun 1945. Sebab di era Orde Baru ada yang disebut Utusan Daerah dan Golongan yang mewakili daerah termasu golongan semisal seniman, rohaniawan serta representasi kelompok tani, koperasi yang ada masyarakat.

Saat ini rakyat tidak akan bingung mana wakil partai dan mana wakil Daerah, sebab orang-orang partai mencalonkan diri sebagai calon DPD dan anggota DPD ada yang pengurus partai.

Dengan demikian anggota parlemen yang telah mengucapkan supah hari ini, menghayati sumpah dan janjinyasebab sumpah dan janji itu adalah dengan nama Allah dan nama Tuhan sesuai dengan agama dan atau iman masing-masing.

Hendaknya juga bercermin kepada para pendahulunya, sehingga tidak di”rendahkan” oleh masyarakat. Masyarakat akan menilai siapa-siapa saja anggota DPR itu yang berprestasi atau hanya seperti jaman dulu yang dijuluki 4 D (datang, duduk, dengar, duit) dan di tahun-tahun belakangan ini di tambah lagi dengan ‘tidak datang” mengakibatkan ruang sidang sering kosong melompong, dan kalaupun ada yang hadir sering “dengkur” bahkan diduga ada yang “dagang” serta ada juga yang “diOTT”.

Dengan segala keberadaan anggota DPR di masa silam untuk mencegah kekurangan-kekurangan tersebut, maka perlu ada system dan mekanisme yang dapat mengoreksi ke-bolos-an para anggota.

Lebih dari itu, ketua-ketua partai juga seperti “membiarkannya” kekurangan itu berlangsung, seolah nurani mereka tidak bicaraseharusnya menegur anggotanya yang tidak sesuai dengan sumpah, etika dan moral serta norma-norma kepatutan dan kewajaran trmasjuk yang tidak taat pada peraturan perundang-undangan.

Alat kelengkapan DPR yaitu Mahkamah Dewan Kehormatan DPR selama ini bagaikan pajangan saja, termasuk ketika isu ”Papa Minta Saham”, ke depan DPR harus aktif mensosialisasikan fungsi, tugas dan tanggung jawabnya DPR termasuk alat-alat kelengkapan yang dimilikinya.

Tampilnya generasi milenial diharapkan menjadi pemicu dan pemacu bagi politisi-politisi mapan yang hanya cerdik dan pintar berdebat dan mengkritik dan mencerca, tanpa mampu memberi pilihan dan jalan ke luar kepada pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional.(Bch)