JAKARTA (Independensi.com) – Wakil Presiden Indonesia ke-6, periode 11 Maret 1993 – 11 Maret 1998, Jenderal (Purn) Try Sutrisno (83 tahun), menilai, Presiden Joko Widodo, tepat menempatkan Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto (68 tahun) sebagai Menteri Pertahanan terhitung 23 Oktober 2019.
Menurut Try Sutrisno, sektor pertahanan merupakan bidang Prabowo Subianto. “Kita positif (menyambut Prabowo sebagai Menteri Pertahanan). Pak Prabowo adalah tentara, kalau dijadikan Menteri Pertahanan, ya pantas karena memang bidangnya,” kata Try Sutrisno kepada Antara, Selasa, 29 Oktober 2019.
Try Sutrisno, berharap, Prabowo Subianto, mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Tentara Nasional Angkatan Darat (TNI-AD), 1 Desember 1995 – 20 Maret 1998, dan mantan Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad), 20 Maret 1998 – 22 Mei 1998, mampu meningkatkan pertahanan negara, tidak hanya dari ancaman ideologi komunisme, melainkan juga dari ancaman terorisme.
“Dulu kan cuma gerombolan, PKI, kanan-kiri. Sekarang ini kan ada dari Arab yang ngebom-ngebom itu,” ujar Try Sutrisno, sembari mengilustrasikan ancaman terorisme sama bahayanya dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), seperti Al Qaida dan The Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
“Ada Al Qaeda, ada ISIS, ada macam-macam teror. Hati-hati ya, ancaman negaramu sangat besar. Itu harus bisa (diatasi) Prabowo Subianto,” lanjut Try Sutrisno.
Try Sutrisno, menambahkan, agar dapat hidup makmur, sebuah negara harus aman terlebih dahulu. Oleh sebab itu, Try Sutrisno, mendorong Prabowo Subianto, secara khusus meningkatkan perlawanan terhadap radikalisme.
“Melawan radikalisme. Iyalah jelas. Kamu mau negara tidak aman? Negaramu aman tentram, bersatu supaya bisa makmur kalau kamu tidak aman tidak bisa makmur,” kata Try Sutrisno.
IKN Kalimantan
Bicara masalah posisi Kabinet Indonesia Maju, 2019 – 2024, bicara masalah masa depan Indonesia, minimal dalam lima tahun mendatang. Tentu, pula, akan bicara dalam konteks proksimiti, dalam kaitannya Kalimantan sebagai Ibu Kota Negara (IKN) sebagaimana sudah diumumkan Presiden Joko Widodo, Senin, 26 Agustus 2019.
Proksimintas Kalimantan, berarti berkaitan langsung dengan aspek manusia sebagai pendukung utama sebagai lokasi ibu kota negara. Proksimitas atau kedekatan geografis merupakan faktor yang sangat menetukan kecendrungan dalam ketertarikan hubungan manusia, karena dalam jarak yang dekat membuka peluang untuk berhubungan lebih dekat satu sama lain.
Saat Kalimantan mulai diaktifkan menjadi IKN terhitung tahun 2024, sebagaimana digambarkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), apapun yang akan terjadi di Pulau Kalimantan, akan menjadi perhatian nasional.
Karena itulah, masyarakat di Kalimantan, harus mempersiapkan diri, baik dari aspek sosial, ekonomi dan politik, untuk mendukung terselenggaranya pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan.
Salah satu daya dukung utamanya, adalah masyarakat di Kalimantan itu sendiri, sebagaimana dikemukakan mantan Wakil Presiden Try Sutrisno, harus mempersiapkan diri, dengan berangkat dari aspek sosial, ekonomi dan politik Kalimantan.
Karena kebudayaan di dalam terminologi anthropologi budaya mencakup aspek, yaitu sosial, ekonomi dan politik. Bicara masalah kebudayaan Kalimatan, otomatis di dalamnya bicara masalah sosial, ekonomi dan politik masyarakat di Kalimantan.
Kalau proses dan atau tahapan dilakukan, tanpa memperhitungkan aspek kebudayaan masyarakat di Kalimantan, pelaksanaan pemindahan IKN ke Kalimantan Timur, tidak akan berhasil sesuai harapan.
Pasti ada riak-riak sebagai implikasi masyarakat di Kalimantan merasa asing di tanah sendiri, karena penjabaran pembangunan sehubungan pemindahan IKN ke Kalimantan, tidak sesuai dengan alam dan budaya mereka.
Otsus bukan teror
Karena itu, pemberlakuan Otonomi Khusus (Otsos) Kalimantan mutlak diterapkan sehubungan pemindahan IKN ke Kalimantan. Otsus Kalimantan pada lima provinsi di Kalimantan, diberlakukan sebagai bentuk dukungan nyata masyarakat di Kalimantan, terhadap proses pemindahan IKN ke Kalimantan.
Salah satu relevansi pemberlakukan Otsus Kalimantan, mendukung pernyataan mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Try Sutrisno, untuk membendung paham radikal tumbuh marak di Kalimantan, melakui penguatan aspek sosial, ekonomi dan politik berbasiskan masyarakat di Kalimantan.
Apalagi Kalimantan berbatasan darat dan laut langsung dengan Federasi Malaysia dan Kerajaan Brunei Darussalam, sehingga mesti ada payung hukum berupa Otsus Kalimantan di dalam membendung berbagai bentuk infiltrasi asing yang tidak sesuai dengan alam dan budaya Bangsa Indonesia.
Otsus Kalimantan, bukan bentuk teror terhadap Pemerintah Pusat, bukan pula hal yang tabu dibicarakan, sehingga takut dan alergi, karena merupakan hak konstitusi segenap lapisan masyarakat, termasuk hak konstitusi masyarakat di Kalimantan, sebagaimana Otonomi Khusus di Aceh dan Papua.
Legal standing pertama, Otsus Kalimantan tergambar di dalam pasal 18B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dimana ayat (1), menyebut, Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang, ayat (2) menyebut, Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Legal standing kedua, di pasal 225 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang sudah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014, tentang Pemerintahan Daerah, yang menyebutkan bahwa daerah-daerah yang memiliki status istimewa dan diberikan otonomi khusus, dalam kaitan Kalimantan berbatasan laut dan darat langsung dengan Federasi Malaysia dan Kerajaan Brunei Darussalam.
Otsus Kalimantan pula, demi mewujudkan perlindungan terhadap hak tenurial masyarakat adat sebagaimana keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK-RI) Nomor 35-PUU-X/2012, tanggal 16 Mei 2013, tentang Hutan Adat menyatakan bahwa Hutan Adat milik Masyarakat Adat setempat; dan putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK-RI) Nomor 97-PUU-XIV/2016, tanggal 7 November 2017, tentang pengakuan aliran kepercayaan yang dimaknai pula pengakuan terhadap agama (religi) asli Suku Dayak (dalam kaitan hutan sebagai simbol dan sumber peradaban);
Dalam skala Kalimantan, ada Program Heart of Borneo (HoB) sebagai kesepakatan mengikat Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam sejak 12 Februari 2007, dalam mempertahankan posisi Kalimantan sebagai paru-paru dunia, melalui penerapan program pembangunan berkelanjutan berbasiskan pelestarian ekosistem di atas lahan 23 juta hektar dan 16 juta hektar di antaranya merupakan wilayah Indonesia.
Dunia internasional melindungi keberadaan penduduk asli berbagai suku bangsa di dunia, termasuk Suku Dayak di Kalimantan, sebagaimana Deklarasi Hak-hak Masyarakat Adat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 61/295, tanggal 13 September 2007, berupa hak individual dan kolektif para penduduk asli (pribumi), di antaranya hak mempertahankan identitas budaya, hak mempertahankan tanah adat, hak memperoleh pekerjaan layak, hak memperoleh fasilitas pendidikan dan kesehatan, hingga berhak menentukan sikap politiknya.
Wadah negara kesatuan
Otsus Kalimantan, dibenarkan dalam sistern pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dalam Undang-Undang.
Bahwa integrasi bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus tetap dipertahankan dengan menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan sosiai budaya masyarakat, melalui penetapan daerah Otonomi Khusus. (Askiman, 2019).
Bahwa penduduk asli di Kalimantan adalah salah satu rumpun dari ras Mongoloid yang merupakan bagian dari suku-suku bangsa di Indonesia, yang memiliki keragaman kebudayaan, sejarah, adat istiadat, dan bahasa sendiri.
Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di Kalimantan selama ini belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya mendukung terwujudnya penegakan hukum berkeadilan, dan belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia di Kalimantan.
Pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam Kalimantan belum digunakan secara optimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat asli, sehingga telah mengakibatkan terjadinya kesenjangan antara Kalimantan dan daerah lain, serta merupakan pengabaian hak-hak dasar penduduk Kalimantan. (Askiman, 2019).
Dalam rangka mengurangi kesenjangan antara provinsi di Kalimantan dan Provinsi lain, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di Kalimantan, serta memberikan kesempatan kepada penduduk asli Kalimantan, diperlukan adanya kebijakan khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemberlakuan kebijakan khusus dimaksud didasarkan pada niiai-nilai dasar yang mencakup perlindungan dan penghargaan terhadap etika dan moral, hak-hak dasar penduduk asli, Hak Asasi Manusia, supremasi hukum, demokrasi, pluralisme, serta persamaan kedudukan, hak, dan kewajiban sebagai warga negara.
Bahwa telah lahir kesadaran baru di kalangan masyarakat di Kalimantan untuk memperjuangkan secara damai dan konstitusional pengakuan terhadap hak-hak dasar serta adanya tuntutan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan pelanggaran dan perlindungan Hak Asasi Manusia penduduk asli di Kalimantan. (Aju)
Dijamin tdk lbh dr 1 thn akn dicopot krn tdk mampu hingga abis karirnya krn ketahuan tdk bs aoa2 cm bnyak duit sj