JAKARTA (Independensi.com) Yusril Ihza Mahendra sebagai salah seorang pemegang saham PT Sriwijaya Air mengaku sedang menyiapkan langkah untuk mengakhiri kerjasama manajemen dengan Garuda Indonesia Grup.
Langkah tersebut diambil karena adanya intruksi mendadak dari Garuda Indonesia Grup kepada semua anak perusahaannya (GMF, Gapura Angkasa dan Aerowisata) untuk memberikan pelayanan kepada Sriwijaya dengan cara pembayaran cash dimuka Kamis kemarin.
Kalau tidak bayar cash dimuka diperintahkan agar tidak memberikan pelayanan service dan maintenance apapun kepada Sriwijaya.
Sriwijaya menolak perubahan sistem pembayaran yang tidak fair ini dan menganggap Garuda sengaja ingin melumpuhkan Sriwijaya.
Akibat instruksi mendadak itu, terjadi kekacauan pada sebagian besar penerbangan Sriwijaya hari Kamis 7 November kemarin, karena terhentinya pelayanan oleh anak- anak perusahaan Garuda Grup.
Sejak kemarin Sriwijaya berusaha keras untuk mengaktifkan seluruh rute penerbangannya sendiri atau dengan bekerja sama dengan pihak lain di luar Garuda Grup.
Sriwijaya kembali mengaktifkan sendiri layanan servis pesawat, line maintenance, groundhandling dan catering sendiri tanpa kerjasama dengan Garuda Grup lagi.
Pekerjaan itu sebelumnya memang ditangani oleh Sriwijaya sendiri. Namun setelah kerjasama dengan Garuda Grup, semua pelayanan itu diambil alih oleh anak2 perusahaan Garuda dengan biaya yang jauh lebih mahal.
Hari ini, seluruh rute penerbangan Sriwijaya kembali normal. Seluruh peralatan line manintenance dan spare parts pesawat milik Sriwijaya yang selama ini digudangkan oleh Garuda Grup, kemarin diserahkan kembali oleh GMF setelah didesak berkali-kali bahkan diancam akan dilaporkan ke polisi.
Sriwijaya menganggap kerjasama dengan Garuda Grup selama ini merugikan kepentingan Sriwijaya karena terlalu banyak konflik kepentingan antara anak2 perusahaan Garuda dengan Sriwijaya.
Performance Sriwijaya tidak bertambah baik di bawah manajemen yang diambil alih oleh GA Grup melalui Citilink. Perusahaan malah dikelola tidak efisien dan terjadi pemborosan yang tidak perlu.
Tadi malam di kantor Garuda, Yusril mengatakan pihaknya semula mau menyelesaikan draf perpanjangan perjanjian kerjasama dengan Garuda Grup.
Namun karena deadlock dalam menyusun Board of Directors, maka dalam rapat Jum’at pagi 8/1/2019 para pemegang saham memutuskan untuk mengambil langkah menghentikan kerjasama manajemen dengan Garuda Grup.
Nota pemberitahuan pengakhiran kerjasama itu dikirimkan ke Garuda, Citilink dan GMF hari ini. Sriwijaya juga memberitahukan secara resmi Menteri Perhubungan bahwa manajemen Sriwijaya kini diambil alih dan dijalankan sendiri oleh Sriwijaya.
Sebagai langkah awal pengakhiran, para pemegang saham telah memutuskan mengangkat BOD Sriwijaya yang baru yang seluruhnya berasal dari internal Sriwijaya Air.
Pihak Sriwijaya juga hari ini telah mengembalikan semua tenaga staf perbantuan dari GA Grup untuk tidak bekerja lagi di Sriwijaya.
Yusril mengatakan langkah selanjutnya adalah pihaknya akan mengundang
Garuda Grup untuk duduk satu meja membahas pengakhiran kerjasama yang sudah berlangsung selama setahun itu.
Pihaknya minta agar BPKP dan auditor independen melakukan audit terhadap Sriwijaya selama manajemen yang direksinya mayoritas berasal dari GA Grup untuk mengetahui kondisi perusahaan yang sesungguh selama dimenej oleh Garuda Grup.
Sementara itu Direktur Utama Sriwijaya Air, Jefferson Jauwena menyampaikan permohonan maaf atas terjadinya penundaan dan pembatalan penerbangan yang terjadi pada Kamis, 7 November 2019 kemarin.
“Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya karena telah menimbulkan ketidaknyamanan atas gangguan jadwal penerbangan Sriwijaya Air kemarin,” kata Jefferson.
Atas persoalan tersebut, Jefferson menambahkan bahwa Sriwijaya Air memastikan seluruh pelanggan akan menerima kompensasi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Sebagai maskapai yang patuh terhadap peraturan, Sriwijaya Air berkomitmen penuh untuk menunaikan kewajibannya kepada seluruh pelanggan sesuai dengan peraturan yang telah dikeluarkan oleh regulator yakni Kementerian Perhubungan Republik Indonesia,” lanjut Jefferson. (hpr)