Jakarta (Independensi.com)
Pengacara Suhardi Somomoeljono mengatakan kliennya Direktur Utama PT Harlis Tata Tahta (HTT) Hartoyo yang didakwa Jaksa KPK menyuap para pejabat Dinas PUPR Kalimantan Timur untuk memenangkan lelang atau tender proyek pembangunan jalan sebenarnya hanyalah seorang korban.
“Klien kami sebenarnya tidak lebih dari korban praktek kebiasaan dimana pejabat pemerintah sering meminta dana setelah perusahaan terdakwa menang tender,” kata Suhardi kepada Independensi.com, Kamis (19/12/2019).
Oleh karena itu, tutur Suhardi, mungkin lebih tepat permintaan dari pejabat negara kepada kontraktor pemenang tender dikategorikan sebagai pungutan liar atau pungli.
Dia mengakui yang namanya permintaan dari pejabat negara sesuai dengan kemampuan dari perusahaan terkadang sulit untuk dihindarkan.
“Memang benar juga dana perusahaan yang diberikan klien kami kepada pejabat tidak terkait dengan adanya kerugian negara mengingat dana yang diserahkan merupakan dana perusahaan,” ucapnya.
Namun kemungkinan, tutur Suhardi, dalam benak kliennya dana tersebut idep-idep sebagai bagian marketing perusahaan.
Disisi lain, kata dia, dengan tender dimenangkan oleh perusahaan terdakwa justru negara diuntungkan lebih kurang Rp40 miliar. “Karena harga penawaran peserta dibawah terdakwa selisihnya lebih kurang Rp40 miliar,” katanya.
Suhardi mengatakan untuk sidang mendatang pada 9 Januari 2019 bersama anggota tim kuasa hukum terdakwa lainnya yaitu Dianyndra Kusuma Hardy, akan mengajukan eksepsi atau tanggapan atas dakwaan JPU terutama terkait dengan hal-hal yang formal.
Terdakwa Hartoyo oleh jaksa KPK Dody Sukmono dan Wahyu Dwi Oktafianto sebelumnya didakwa telah menyuap Tedjo Sukmono Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Refly Rudy Tangkere, Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) XII Balikpapan.
Perbuatan terdakwa disebutkan JPU dimaksudkan agar PT HTT memenangkan lelang proyek preservasi, rekonstruksi jalan nasional dari ST 3 Lempake (Samarinda)-ST 3 Sambera-Santan-Bontang-Dalam Kota Bontang-Sangatta tahun 2018-2019.
Disebutkan JPU di depan majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda diketuai
Maskur bahwa terdakwa untuk itu telah memberikan uangnya sebesar Rp9,4 miliar.
Selain itu terdakwa masih memberikan fasilitas berupa tiket pesawat sebesar Rp47 juta dan pembayaran biaya hotel sebesar Rp25 juta kepada Tedjo Sukmono selaku PPK proyek preservasi, rekonstruksi jalan nasional dari ST 3 Lempake (Samarinda)-ST 3 Sambera-Santan-Bontang-Dalam Kota Bontang-Sangatta tahun 2018-2019.
Sementara kepada Refly Rudy Tangkere BPJN) XII Balikpapan terdakwa memberikan uang sebesar Rp1,4 miliar.
Perbuatan terdakwa menurut JPU sebagaimana dakwaan ke satu melanggar pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
Sedangkan dakwaan kedua dianggap melanggar pasal
13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.(MUJ)