Sengketa Saham di PT ANI, Pakar: Jangan Sampai Hambat Pembangunan Ekonomi Nasional-Investasi

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Sengketa kepemilikan saham yang kini terjadi di perusahaan pertambangan PT Adhita Nikel Indonesia (ANI) diharapkan jangan sampai menghambat pembangunan ekonomi nasional dan mengganggu
kepentingan para investor yang telah menanamkan investasi.

“Karena para investor secara hukum kedudukannya sebagai pihak yang netral dan perlu mendapat perlindungan dari negara,” kata pakar hukum Dr Suhardi Somomoeljono dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (24/6) saat menanggapi sengketa kepemilikan saham di PT ANI.

Menurut Suhardi para investor juga perlu mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah. “Pemerintah agar memiliki garis kebijakan yang terukur. Antara lain asas perlindungan pembangunan ekonomi dan proses penegakan hukum.”

Dia memastikan akibat terjadinya perselisihan sesama pemegang saham di PT ANI yang telah bermuara ke pengadilan bisa membuat proyek pertambangan terancam terbengkelai dan ratusan karyawan perusahaan mulai terancam menganggur.

Masalahnya, tutur dia, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dikabarkan mulai menghentikan sistem terkait perizinan PT ANI melalui MOMS (Minerba Online Managemen System) yang berdampak perusahaan tidak dapat menjual hasil tambangnya.

“Sementara pihak Investor yang sudah menggelontorkan modal dalam rangka investasi dan modal kerja juga mulai terganggu,” tutur Ketua Forum Doktor Multidisiplin (FDM) ini,

Suhardi menambahkan secara hukum proyek pertambangan nikel berlokasi di wilayah Maba Halmahera Timur, Maluku Utara tidak perlu dihentikan, demi kepentingan pembangunan ekonomi di daerah.

“Siapapun pihak yang nanti dinyatakan sebagai pemegang saham, direksi maupun komisaris berdasarkan putusan pengadilan wajib secara hukum menjalankan proyek pertambangan nikel tersebut,” ujarnya.

Adapun munculnya persoalan di PT Adhita Nikel Indonesia (ANI) didasari gugatan perdata yang diajukan salah satu pemegang saham terhadap pemegang saham lainnya melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dalam gugatannya penggugat menilai perubahan direksi, komisaris dan perubahan pemegang saham di PT ANI dianggap tidak sah dengan alasan tergugat belum membayar hutangnya sebesar Rp30 miliar.

Namun gugatannya untuk sementara kandas setelah hakim pengadilan tingkat pertama pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam putusan perkara Nomor: 564/PDT/G/2021/PN.Jkt.Pst, yang dibacakan Kamis (2/6)  menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard/NO).(muj)