JAKARTA (IndependensI.com) – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) masih membahas masalah penanganan foreign terrorist fighter (FTF) dari Indonesia yang ada di Suriah dengan pihak-pihak terkait, baik antar lembaga terkait di dalam negeri maupun di luar negeri. Koordinasi ini sangat penting karena masalah FTF ini sangat pelik.
Hal tersebut diungkapkan Kepala BNPT Suhardi Alius usai menjadi pembicara “Regional Expert Meeting on Comprehensive and Tailored Strategies for the Prosecution, Rehabilitation, and Reintegration of Persons Allegedly Associated with Terrorists Groups” di Jakarta, Senin (3/2/2020).
“Kami sudah menerima informasi kalau ada sekitar 600 lebih FTF Indonesia yang ada di Suriah. Kebanyakan memang adalah perempuan dan anak-anak. Saat ini hal itu masih dibahas di Kemenko Polhukam bersama Kementerian dan Lembaga terkait lainnya untuk langkah tindak lanjut ke depannya,” ujar Suhardi Alius.
Lebih lanjut Kepala BNPT mengungkapkan, saat ini sudah ada beberapa negara yang telah memulangkan warganya dari Suriah. Dan hal ini tentu bisa menjadi bahan pelajaran bagi Indonesia sebelum keluarnya keputusan itu.
“Jerman sudah memulangkan 100 orang lebih, Malaysia sudah 7 orang, Australia ada 9 orang dan sebagainya. Nah yang punya pengalaman itu hadir hari ini sehingga kita bisa saling sharing dan tukar pengalaman mengenai hal tersebut,” tutur mantan Kabareskrim Polri ini.
Kendati demikian alumni Akpol tahun 1985 ini mengatakan bahwa Indonesia sendiri sebenarnya telah memiliki mekanisme screening untuk FTF yang akan masuk ke Indonesia tersebut.
“Contohnya seperti yang sudah kita pulangkan tahun 2017 dulu, sebelum adanya UU terorisme yang baru. Ketika kembali, mereka diikutkan program deradikalisasi dan ada juga yang diproses untuk masuk sel. Nah kedepan kita lihat bagaimana dengan adanya UU terorisme baru ini. Itu yang sedang kita diskusikan saat ini,” ujar mantan Kapolda Jawa Barat itu.
Untuk itu Kepala BNPT berharap acara “Regional Expert Meeting on Comprehensive and Tailored Strategies for the Prosecution, Rehabilitation, and Reintegration of Persons Allegedly Associated with Terrorists Groups” yang dihadiri banyak negara ini bisa menjadi salah satu peluang bagi Indonesia untuk saling bertukar informasi dan bisa memberikan solusi bagi masing-masing negara lainnya.
Sementara itu, Legal and Criminal Justice Coordinator, CTED (Counter-terorism Committee Executive Directorate) Marc Porret mengungkapkan, kegiatan ini ini adalah untuk mengumpulkan berbagai kebijakan yang unggul dalam penanggulangan terorisme dari berbagai negara.
“Kami berdiskusi dan mengumpulkan banyak sampel dan hasil praktik penanggulangan terorisme yang sudah berjalan baik dari berbagai negara. Juga untuk memperdalam berbagai tantangan yang dihadapi oleh negara-negara di Asia Tenggara dalam menghadapi isu penuntutan, rehabilitasi dan reintegrasi,” ujar Marc.
Untuk itu Marc juga menyampaikan apresiasinya atas terselenggaranya acara hari ini di Jakarta karena Indonesia sendiri dinilai memiliki banyak pengalaman bagus dalam masalah penanggulangan terorisme.
“Kami senang kami dapat menyelenggarakan acara ini di Jakarta, karena Indonesia telah menjadi pemimpin isu ini dalam beberapa tahun terakhir. Indonesia memiliki banyak pengalaman dengan hasil yang baik. Dunia perlu untuk belajar dari pengalaman Indonesia,” ucapnya.
Turut hadir juga dalam kesempatan tersebut Deputi bidang Kerjasama Internasional BNPT Andhika Chrisnayudhanto dan Head of Polictical Section Kedutaan Jepang di Indonesia, Susumu Takanai.