Ketua PP Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi), Yayan Sopyani Al Hadi. (Ist)

Sudah Tepat Pemerintah Tak Bolehkan Kombatan ISIS Pulang

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Ketua PP Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi), Yayan Sopyani Al Hadi menegaskan langkah dan sikap Pemerintahan Presiden Joko Widodo menolak kepulangan eks Warga Negara Indonesia (WNI) yang bergabung dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), sudah sangat tepat.

“Kita apresiasi sikap pemerintah Indonesia,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu (12/2).

Sejak awal, Yayan menolak dengan penyebutan mereka yang bergabung ke dalam Daulah al-Islamiyah fii Iraq wa al-Syam (DAIS) itu sebagai WNI eks ISIS.

Menurut Yayan, penyebutan yang tepat adalah ISIS eks WNI. Sebab secara sadar atas keinginan sendiri, mereka pergi ke Suriah dan Iraq, menjadi bagian pemberontak terhadap pemerintahan yang sah disana.

“Atas keinginan sendiri, mereka gabung dengan ISIS, membakar paspor Indonesia, meneber ancaman pada NKRI, serta melakukan pembantaian disana. Ketika kalah disana, kok tiba-tiba minta pulang dan disebut WNI,” ungkap Yayan.

Menurut Yayan, menerima kembali mereka sebagai WNI akan menjadi masalah besar. Pertama, mereka sudah didoktrin bahwa dalam iman mereka tidak ada negara-bangsa. Yang ada dalam keyakinan mereka adalah sistem kekhalifahan ala mereka.

“Jadi dalam keyakinan mereka, negara-bangsa model Indonesia itu adalah musuh yang harus dihancurkan dengan teror. Bisa jadi membaca cara-cara mereka disana ke sini,” ungkap Yayan.

Persoalan ini, sambung Yayan, akan semakin meggurita di tengah program deradikalisasi yang belum berhasil. Isu HAM pun tidak tepat bila dipandang secara kemasalahatan umum. Sebab pemerintah harus menjaga 267 juta jiwa warganya dari potensi ancaman 689 mantan WNI.

Dalam kaidah ushul, masih kata Yayan, ada kaidah yang bisa digunakan. Yaitu,  dar’ul mafâsid aulâ min jalbil mashôlih, yang artinya bahwa mencegah potensi kerusakan harus lebih diutamakan daripada potensi kemaslatahan.

“Menjaga 267 juta itu sudah pasti. Sementara, mencuci kembali pikiran mantan WNI itu agar kembali ke jalan Pancasila belum tentu berhasil,” demikian Yayan.